Endometriosis adalah kelainan ginekologi kronis yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan endometrium yang tidak normal di luar rahim. Penyakit ini menyerang hingga 10% perempuan di usia reproduksi. Prevalensi endometriosis meningkat 30-50% pada perempuan endometriosis terkait infertilitas. Penyakit ini menyebabkan inflamasi kronis yang mengurangi kualitas hidup yang berhubungan dengan nyeri dan infertilitas. Peradangan kronis juga dikaitkan dengan produksi sitokin yang berlebih pada kasus endometriosis. Abnormalitas berbagai sitokin termasuk imun bawaan menyebabkan disfungsi sistem imun ini akan berdampak pada buruknya respon terhadap terapi pada endometriosis. Fungsi imun yang abnormal ini dapat bertanggung jawab atas terganggunya respon imun terhadap pasien endometriosis, perkembangan sel endometrium ektopik, dan infertilitas. Adanya endometriosis menyebabkan gangguan fungsi oosit, kualitas embrio berkurang, dan gangguan reseptivitas endometrium.
Molekul yang terkait dengan sel imun seperti sel NK dan sel T yang meliputi granulysin (GNLY), MHC Class I-Related Chain A (MICA), dan perforin (PRF1) masih belum diteliti pada penyakit endometriosis terkait infertilitas. Studi ini mengevaluasi hubungan molekul-molekul ini dengan parameter klinis pada wanita infertil dengan endometriosis. Penelitian ini mengambil 87 sampel dari perempuan infertil yang menjalani laparoskopi. Ada 44 sampel dengan endometriosis dan 43 dengan gangguan ginekologi jinak. Kadar granulysin, MICA, dan perforin pada serum dan cairan peritoneum dievaluasi. Penelitian ini menemukan bahwa kadar PRF1 lebih tinggi dalam serum dan cairan peritoneum pada perempuan dengan endometriosis dibandingkan kontrol. Perempuan endometriosis dengan stadium III/IV memiliki kadar PRF1 dan MICA yang lebih tinggi pada serum. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keparahan endometriosis berpengaruh pada kadar PRF1 dan MICA. Kadar PRF1 di serum juga meningkat pada endometrioma ovarium. MICA di cairan peritoneum menunjukkan kadar yang lebih tinggi pada perempuan endometriosis dengan stadium III/IV. Temuan baru dipenelitian ini menunjukkan bahwa kadar PRF1 dan MICA yang meningkat dikaitkan dengan tingkat keparahan endometriosis, yang menunjukkan potensinya sebagai biomarker. Temuan pada penelitian ini dapat terus dikembangkan untuk menemukan biomarker yang invasif untuk mendukung diagnosis penyakit endometriosis.
Penulis: Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.O.G., Subsp.F.E.R.
Link: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/08820139.2024.2431847
Baca juga: Sel Punca Mesenkimal dapat Memperbaiki Nyeri pada Model Tikus Endometriosis