Universitas Airlangga Official Website

Epidemiologi Occupational Contact Dermatitis (OCD) pada Tenaga Kesehatan dalam Covid-19

Foto by PA Bojonegoro

Dermatitis kontak adalah peradangan berupa ruam merah yang gatal pada kulit akibat interaksi iritan atau alergen eksternal dengan kulit. The Canadian Centre for Occupational Health (CCOHS) tahun 2016 menyatakan bahwa Occupational Contact Dermatitis (selanjutnya disebut OCD) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh paparan akibat kerja. Peradangan kulit yang terjadi pada OCD, dapat disebabkan oleh alergen atau iritan yang bersentuhan langsung dengan kulit, yang berasal dari tempat kerja. Dikarenakan pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), sebagai upaya pencegahan penularan penyakit pekerja yang merawat pasien dengan infeksi COVID -19, penggunaan hand sanitizer, sering mencuci tangan dan penggunaan alat pelindung diri (APD), termasuk penggunaan masker, kacamata, pelindung wajah, hazmat, sepatu tertutup dan penutup sepatu. Penggunaan APD ternyata menimbulkan beberapa gangguan kesehatan kulit yang dialami oleh tenaga kesehatan yang bekerja sebagai garda terdepan pencegahan infeksi COVID -19 seperti yang dialami oleh tenaga kesehatan di China. Sejauh ini belum tersedia data epidemiologi OCD pada tenaga kesehatan karena terhadap penggunaan APD dan penilaian kualitas hidup tenaga kesehatan yang mengalami OCD akibat penggunaan APD pada masa pandemi COVID -19 di Surabaya.

Studi epidemiologis di Australia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dermatitis kontak menyumbang 79-95% dari semua penyakit kulit akibat kerja, 44% adalah dermatitis kontak iritan (DKI) dan 32,7% adalah dermatitis kontak alergi (DKA). Seperti yang disoroti oleh Koch P., kejadian OCD diperkirakan 0,5–1,9 kasus/1000 pekerja/tahun. Data epidemiologis dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di China pada tahun 2020, prevalensi kerusakan kulit pada petugas kesehatan terkait tindakan pencegahan terhadap infeksi COVID-19 melalui penggunaan APD dilaporkan sebanyak 97,0% (526 dari 542) dan area kulit yang paling sering terkena adalah pangkal hidung (83,1%), pipi (78,7%), tangan (74,5%), dan dahi (57,2%). Studi lain di Wuhan dengan 1000 survei yang dilakukan terhadap petugas kesehatan yang harus memakai APD, dilaporkan mengalami reaksi kulit yang merugikan selama pandemi COVID-19 dengan tiga area kulit yang paling sering terkena seperti tangan (84,6%), pipi (75,4%) dan pangkal hidung (71,8%). Dermatitis kontak menjadi penyebab 70-90% dari semua kasus penyakit kulit akibat kerja dan dapat berdampak negatif pada kualitas hidup. Dermatitis kontak di tangan petugas kesehatan sering terjadi dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, absen dari pekerjaan, dan bahkan pengangguran. Pendidikan petugas kesehatan rumah sakit penting untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang dermatitis kontak.

Penggunaan APD oleh tenaga kesehatan dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko OCD. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi OCD pada tenaga kesehatan antara lain paparan fisik, kimia, dan biologis yang bervariasi di lingkungan kerja, yang dapat meningkatkan risiko dan memperburuk kondisi dermatitis kontak di tempat kerja. Ini termasuk paparan di tempat kerja yang menyebabkan kulit menjadi basah (misalnya sering mencuci tangan dan memakai sarung tangan), paparan bahan kimia di lingkungan kerja (misalnya bahan metakrilat, bahan pembersih, akselerator dalam sarung tangan karet), dan paparan mikroba (misalnya, methicillin resisten Staphylococcus aureus). Petugas kesehatan dengan riwayat psoriasis atau eksim lebih mungkin mengalami OCD. Wanita yang menangani pekerjaan rumah tangga mereka sendiri di rumah, memiliki insiden OCD yang lebih tinggi. Faktanya, tenaga kesehatan didominasi oleh perempuan, yang merupakan faktor risiko peningkatan OCD pada tenaga medis. Umumnya diagnosis OCD dapat ditegakkan setelah dilakukan riwayat pajanan terhadap bahan yang dicurigai dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Sementara itu, informasi penting tentang hal itu sering terabaikan saat konsultasi awal. Mathias mengusulkan tujuh kriteria objektif yang membentuk kerangka kerja untuk identifikasi yang benar untuk mendiagnosis OCD. Jika terdapat 4 dari 7 kriteria maka dapat disimpulkan bahwa dermatitis tersebut dapat berasal dari tempat kerja.

Dampak terjadinya OCD baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pengobatan yang diperlukan dan berhubungan dengan hilangnya waktu kerja serta menurunkan produktivitas pekerja sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Masalah kesehatan kulit akibat OCD dapat mempengaruhi kualitas hidup tenaga kesehatan dan keluarganya. Efeknya bisa serius bagi kerabat atau anggota keluarga lainnya, terutama dalam membesarkan anak. Efek sekunder kualitas hidup pada anggota keluarga inti dapat berdampak serius pada aspek emosional, kesehatan, sosial, dan keuangan mereka.

Langkah-langkah berikut dapat dilakukan untuk mencegah OCD yang disebabkan oleh APD: Sebelum menggunakan masker, cuci muka dengan lembut, terutama di dahi, pangkal hidung, pipi, di bawah dagu, dan di belakang daun telinga. Oleskan selapis tipis pelembap nonkomedogenik ke seluruh wajah. Pelembap ini akan berfungsi sebagai penghalang antara masker dan kulit. Oleskan antiperspiran khusus wajah jika kulit rentan terhadap kelembapan atau keringat berlebih. Pelembab dengan kandungan petroleum jelly dapat digunakan setelah mencuci tangan yang berguna untuk melapisi permukaan kulit untuk mencegah kehilangan air akibat terlalu sering mencuci tangan dengan menggunakan disinfektan.

Penulis : Dr. Sawitri, dr., Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

Epidemiology of Occupational Contact Dermatitis (OCD) on health workers in Covid-19

Sawitri, Astindari, Andre Yuindartanto, Cita Rosita Sigit Prakoeswa, Damayanti, Sylvia Anggraeni, Menul Ayu Umborowati, Iskandar Zulkarnain, M. Yulianto Listiawan, Afif Nurul Hidayati

Informasi lengkap dari artikel ini dapat diunduh pada:

https://www.jpad.com.pk/index.php/jpad/article/view/2000