Epilepsi dapat terjadi pada semua golongan umur, tak terkecuali pada bayi baru lahir. Epilepsi merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan kejang. Hal ini dapat terjadi karena adanya aktivitas lonjakan listrik yang tidak teratur secara tiba-tiba di dalam otak sehingga menyebabkan kejang. Meski demikian, tidak semua kejang merupakan akibat dari epilepsi. Seseorang dapat dikatakan epilepsi apabila mengalami dua kejang atau lebih tanpa provokasi. Kejang yang diakibatkan epilepsi pada bayi dapat menimbulkan masalah serius pada otak sehingga menghambat perkembangannya. Kondisi ini pun bisa memengaruhi perilaku, fungsi motorik, hingga persepsi sensorik.
Terdapat berbagai kemungkinan penyebab epilepsi pada bayi. Namun, sebagian besar kasus epilepsi dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas. Risiko epilepsi meningkat apabila terdapat riwayat epilepsi pada anggota keluarga. Penyebab lain yang menyebabkan epilepsi pada bayi yakni demam (kejang demam), bayi mengalami hipoksia, cedera kepala, gangguan fungsi otak, dan faktor metabolik. Bayi lahir prematur sangat berisiko mengalami epilepsi sebab bayi lahir prematur rentan mengalami cedera dan kejang pada minggu pertama kehidupan. Selain itu, infeksi pada sistem saraf pusat menyebabkan gangguan fungsi otak sehingga dapat memicu kejang berulang.
Usia seseorang mengalami epilepsi sangatlah bervariasi. Beberapa gejala mulai terlihat selama masa bayi, sementara lainnya terlihat saat usia sekolah atau remaja. Meski kejang merupakan gejala utama epilepsi, masih terdapat tanda dan gejala epilepsi lainnya seperti bayi sering memiliki pandangan kosong, bengong, dan tidak merespon terhadap sekitar. Kemudian, bayi sering terlihat kebiruan saat mengalami kejang terutama pada bagian bibir, hal ini terjadi karena saluran dan otot pernapasan tidak befungsi secara normal saat anak mengalami kejang sehingga asupan oksigen yang diterima otak tidak optimal. Kekurangan suplai oksigen pada otak dalam waktu lama dan berulang menyebabkan kerusakan sel otak sehingga berdampak pula pada motorik anak seperti kaku pada anggota gerak. Gejala lainnya dapat berupa gerakan menyentak pada lengan dan kaki, kekakuan tubuh, penurunan kesadaran, dan mata sering berkedip.
Pemeriksaan dan perawatan diperlukan dalam memeriksa bayi dengan epilepsi diantaranya adalah tes darah, tes urin dan pemeriksaan EEG (electroencephalography). Pemeriksaan darah diperlukan untuk memeriksa kadar obat dalam tubuh, tes urin diperlukan untuk melihat respon pengobatan sedangkan EEG diperlukan untuk mengetahui aktivitas elektrik dalam otak yang dapat menyebabkan kejang. Pengobatan epilepsi pada bayi memerlukan proses yang cukup panjang. Salah satunya yaitu memberikan obat untuk mengontrol, menghentikan dan mengurangi kejang pada bayi. Berbagai jenis obat digunakan untuk mengobati kejang dan epilepsi. Obat yang dikonsumsi pun ditentukan oleh jenis kejang dan usia bayi untuk menghindari efek samping yang mungkin ditimbulkan. Obat anti epilepsi harus dikonsumsi selama 2 tahun, setelah itu akan dilakukan evaluasi pasca pengobatan selama 2 tahun dan apabila memang sudah bersih obat akan diturunkan secara bertahap. Epilepsi bukanlah suatu penyakit yang menular, diperlukan penanganan dan pengobatan yang tepat, serta konsultasi pada dokter yang rutin untuk mengurangi risiko dampak epilepsi.
Penulis: Prastiya Indra Gunawan
Informasi detail bisa dilihat pada tulisan kami di :
https://rjn.com.ro/articles/2023.3/RJN_2023_3_Art-15.pdf
Putri Permata Sari, Prastiya Indra Gunawan, Riza Noviandi, Sunny Mariana Samosir. Atypical juvenile myoclonic epilepsy with structural brain abnormalities and cognitive impairment: A case report. Romanian Journal of Neurology 2023;22(3): 265-268.