Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) sempat menjadi masalah kesehatan dunia, dan jumlah kasus yang dilaporkan di Indonesia cukup tinggi. Di Indonesia, tercatat lonjakan kasus COVID-19 dari Mei hingga Agustus 2020. Karena kurangnya informasi dan kebijakan yang konsisten tentang COVID-19, muncul berbagai keraguan mengenai faktor risiko yang terkait dengan kematian dan tingkat keparahan penyakit ini. Penyakit COVID-19 memiliki beberapa gejala klinis, mulai dari infeksi tanpa gejala hingga perkembangan penyakit yang parah dan kritis.
Tahap tanpa gejala adalah tahap pertama infeksi di mana virus memasuki tubuh menginfeksi sel inang melalui reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Diagnosis ditegakkan dengan menganalisis jumlah virus menggunakan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasien COVID-19 tanpa gejala tetap dapat menularkan penyakit ini. Kasus dengan infeksi ringan hingga sedang menunjukkan gejala seperti pilek, kehilangan rasa atau bau baru, mual atau muntah, dan diare. Kasus yang parah dan kritis menunjukkan gejala yang memburuk dan memerlukan rawat inap atau bahkan bantuan alat pernafasan seperti ventilator.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap derajat keparahan COVID-19 pada pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 telah dilaporkan sebelumnya, dan termasuk obesitas, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan dislipidemia. Faktor lain termasuk usia, kadar gula darah tinggi dalam waktu yang lama, kadar albumin yang rendah, dan peradangan yang meningkat. Indikator peradangan yang meningkat yaitu rasio neutrofil-limfosit (NLR), banyak diteliti baik pada pasien dengan DM maupun pada infeksi seperti COVID-19. Namun, sampai saat ini belum ada nilai batas NLR yang terdefinisi dengan baik yang memprediksi tingkat keparahan COVID-19 pada pasien DM. Penurunan limfosit CD4+ dan peningkatan serum amiloid A saat masuk rumah sakit juga merupakan faktor risiko independen untuk individu COVID-19 dengan DM. Selain itu, memiliki kadar glukosa darah puasa >180 mg/dl juga merupakan faktor risiko independen untuk berkembang menjadi penyakit kritis di antara pasien COVID-19 dengan DM. Individu dengan kadar HbA1c >9% lebih rentan mengalami gejala COVID-19 yang parah. Faktanya, manajemen pengendalian gula darah yang buruk dan respons peradangan yang jauh lebih tinggi pada pasien dengan DM berkaitan dengan hasil klinis yang lebih buruk.
Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo mengumpulkan data pasien DM dengan COVID-19 antara 1 Mei sampai dengan 31 Agustus 2020 didapatkan bahwa nilai NLR ≥7,36, adanya hipertensi, HbA1c ≥8%, usia ≥60 tahun, serta jenis kelamin laki-laki signifikan terkait dengan keparahan COVID-19 yang lebih berat pada pasien dengan DM tipe 2. Faktor-faktor tersebut dapat membantu dokter dalam mengidentifikasi tingkat keparahan infeksi COVID-19 lebih cepat dan memberikan pengobatan yang lebih agresif, serta menjadi target pencegahan dalam pengelolaan hipertensi dan kontrol glikemik, untuk mengurangi tingkat keparahan penyakit pada pasien DM tipe 2 yang terinfeksi COVID-19.
Pada penelitian ini juga terungkap jenis kelamin laki-laki juga terkait dengan tingkat tingkat keparahan COVID-19 pada pasien DM tipe 2. Temuan ini sejalan dengan penelitian lain yang menghubungkan jenis kelamin laki-laki dengan tingkat keparahan COVID-19 pada individu dengan DM tipe 2. Pria berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 parah karena faktor gaya hidup seperti kecanduan merokok yang lebih umum terjadi pada pria daripada wanita, serta peranan adanya estrogen, gen pengatur kekebalan yang dikodekan oleh kromosom X yang terdapat pada perempuan dan memainkan peran protektif pada COVID-19 dengan tidak hanya mengaktifkan respon imun tetapi juga menekan replikasi virus. Selain itu, dalam model hewan, terungkap bahwa jantan memiliki aktivitas reseptor ACE2 yang lebih tinggi karena peningkatan kecepatan enzim.
Sebagian besar peserta (79,1%) tidak memiliki komplikasi kronis (baik makrovaskular maupun mikrovaskular) seperti yang diungkapkan oleh catatan medis mereka. Komplikasi kronis dicatat hanya pada 20,9% pasien dalam penelitian ini, kemungkinan besar karena fakta bahwa onset diabetes mellitus mayoritas adalah <10 tahun dan sebagian besar pasien berusia <60 tahun. Dalam penelitian ini, onset diabetes ≥10 tahun dikaitkan dengan COVID-19 yang parah pada pasien DM tipe 2 yang dirawat di rumah sakit. Dibandingkan dengan onset ≤5 tahun dan 6-10 tahun, onset diabetes >10 tahun secara signifikan terkait dengan keparahan COVID-19 saat pertama masuk rumah sakit.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel yang meliputi usia, jenis kelamin, onset diabetes, hipertensi, NLR, albumin, dan HbA1c berhubungan dengan tingkat keparahan COVID-19. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dokter dalam mendiagnosis, mengendalikan, dan menghindari morbiditas dan mortalitas pasien COVID-19 dengan DM tipe 2 dan dilanjutkan dengan penelitian yang lebih lanjut lagi.
Penulis: Hermina Novida, dr., Sp.PD.
Jurnal: https://www.spandidos-publications.com/10.3892/br.2022.1590/abstract