Perbankan syariah di Indonesia semakin mendapatkan perhatian, terutama setelah penggabungan tiga bank syariah terbesar menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) pada Februari 2021. Penggabungan ini bukan hanya langkah strategis untuk memperkuat pangsa pasar, tetapi juga untuk membangun reputasi perbankan syariah yang lebih kuat di tengah masyarakat yang mayoritas Muslim. Dalam konteks ini, konsep brand love menjadi semakin relevan, karena dapat menjadi kunci untuk menciptakan loyalitas jangka panjang di antara konsumen.
Brand love tidak hanya sekadar rasa suka terhadap sebuah produk atau layanan, tetapi lebih kepada keterikatan emosional yang mendalam antara konsumen dan merek tersebut. Dalam dunia perbankan syariah, brand love bisa jadi lebih kompleks karena menyangkut nilai-nilai spiritual yang dianut oleh konsumen. Misalnya, ketika seorang nasabah merasa bahwa bank syariah yang ia pilih benar-benar mematuhi prinsip-prinsip syariah dan berkomitmen pada integritas, hal ini bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap bank tersebut.
Kepercayaan adalah fondasi dari brand love. Konsumen harus yakin bahwa bank yang mereka pilih tidak hanya mampu memberikan layanan baik, tetapi juga konsisten menerapkan prinsip-prinsip syariah. Kepercayaan ini tidak muncul begitu saja, tetapi dibangun melalui pengalaman yang positif dan berulang kali. Ketika nasabah merasa puas dengan layanan yang diterima, merasa dihargai, dan melihat bank tersebut selalu menjaga komitmen syariahnya, brand love akan tumbuh dengan sendirinya.
Selain itu, citra merek juga berperan penting dalam membentuk brand love. Citra merek yang kuat mencerminkan bagaimana sebuah bank dilihat oleh masyarakat. Dalam perbankan syariah, citra yang baik biasanya terkait dengan reputasi bank dalam menjaga kepatuhan terhadap syariah. Konsumen yang melihat bank syariah sebagai institusi yang dapat dipercaya, memiliki reputasi baik, dan berkomitmen pada nilai-nilai Islam akan cenderung lebih loyal dan terikat secara emosional dengan bank tersebut.
Keselarasan antara identitas diri konsumen dan merek juga tidak bisa diabaikan. Ketika konsumen merasa bahwa bank syariah yang mereka pilih sesuai dalam hal agama, maka kesetiaan terhadap bank tersebut akan semakin kuat. Bagi banyak Muslim, memilih bank syariah bukan hanya soal transaksi finansial, tetapi juga cara menjalankan keyakinan agama dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak dari brand love ini sangat nyata, terutama dalam hal loyalitas konsumen. Konsumen yang mencintai merek tertentu cenderung menunjukkan loyalitas sikap, yang berarti mereka memiliki komitmen emosional yang kuat terhadap merek tersebut. Mereka tidak hanya akan tetap menggunakan layanan dari bank syariah itu, tetapi juga akan merekomendasikannya kepada orang lain. Loyalitas perilaku juga terbentuk, di mana konsumen konsisten menggunakan layanan dari bank tersebut, meskipun ada banyak pilihan lain di pasar.
Pada akhirnya, brand love berujung pada kesetiaan yang lebih dalam, yang sering disebut sebagai brand fidelity. Ini adalah bentuk loyalitas yang paling kuat, di mana konsumen tidak hanya memilih merek tersebut karena fungsinya, tetapi juga karena keterikatan emosional yang mereka miliki. Kesetiaan semacam ini penting bagi bank syariah yang ingin mempertahankan dan memperluas pangsa pasarnya di tengah persaingan yang semakin ketat.
Dalam era di mana pilihan konsumen semakin beragam, membangun brand love bukanlah tugas yang mudah. Namun, dengan fokus pada kepercayaan, pengalaman, citra, dan keselarasan diri, bank syariah seperti BSI memiliki peluang besar untuk menciptakan hubungan yang kuat dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Dengan demikian, brand love bukan hanya tentang menciptakan hubungan yang baik, tetapi juga tentang membangun fondasi yang kokoh. Hal itu untuk pertumbuhan jangka panjang di industri perbankan syariah.
Penulis: Prof. Dr. Ririn Tri Ratnasari, S.E., M.Si.
Link: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-031-50939-1_85
https://doi.org/10.1007/978-3-031-50939-1_85
Baca juga: Dampak Kebebasan Ekonomi terhadap Kinerja Bank Syariah