Universitas Airlangga Official Website

Familia Euphorbiaceae sebagai Sumber Antimalaria Dari Bahan Alam

Malaria, penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, sebagian besar terjadi di negara-negara tropis dan subtropis, serta yang beriklim sedang. Diperkirakan sekitar 300-500 juta kasus klinis malaria dan sekitar 2,5 juta kematian terjadi setiap tahunnya, di mana Plasmodium falciparum merupakan parasit penyebab kematian terbanyak, disusul Plasmodium vivax. Adanya kasus resistensi obat antimalaria lini pertama, seperti klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, dan sebagainya, menjadi tantangan utama dalam upaya pemberantasan malaria di berbagai negara. Sejumlah pertimbangan yang harus dilakukan, seperti keanekaragaman parasit, pemilihan indikasi untuk mengatasi gejala atau sumbernya, target potensial, dan campuran komponen antigenik, menyebabkan proses pengembangan calon vaksin malaria menjadi kompleks. Oleh karena itu, perlu adanya penemuan obat antimalaria yang efektif, baik dari sintetis maupun bahan alami.

Euphorbiaceae adalah keluarga tumbuhan berbunga terbesar kelima yang memiliki sekitar 7.500 spesies yang terbagi dalam 300 genus, dan tiga subfamili. Ciri-ciri spesies dalam keluarga Euphorbiaceae umumnya bergetah seperti susu (jika ada), bunga berkelamin tunggal, bakal buah unggul dan umumnya trilokular, plasentasi aksil, bakal buah kolateral, berjumbai dengan ventral raphe, dan biasanya carunculate. Keluarga ini kerapkali dikaji karena menunjukkan berbagai sifat biologis, termasuk antivirus, antimikobakteri, antijamur, antimalaria, antinosiseptif, antidiabetes, antikanker, insektisida, larvasida, dan antivenom atau anti bisa ular.

Sebagai antimalaria, terdapat tiga golongan utama senyawa yang dilaporkan berperan aktif yang berasal dari keluarga Euphorbiaceae, yaitu alkaloid (31,9%), terpenoid (30,8%), dan polifenol (17,4%). Meskipun terpenoid merupakan golongan senyawa dengan aktivitas antimalaria sedang, terpenoid mempunyai peranan penting dalam menghasilkan aktivitas antimalaria. Senyawa golongan terpenoid sebagai antimalaria menghambat stadium parasit Plasmodium mulai dari stadium cincin hingga trofozoit. Terpenoid juga menghambat asupan nutrisi yang dibutuhkan parasit dengan cara menghambat jalur permeasi. Penghambatan jalur ini terjadi pada vakuola makanan parasit malaria dengan adanya proses degradasi hemoglobin dan detoksifikasi heme. Salah satu senyawa golongan terpenoid, yakni artemisinin, telah lama dikenal sebagai antimalaria yang hingga kini menjadi dasar pengobatan kombinasi antimalaria. Artemisinin diketahui berasal dari tanaman Artemisia annua dari keluarga Asteraceae, dimana sebagian besar senyawa terpenoid yang diperoleh dari keluarga ini bersifat sangat sitotoksik. Oleh karena itu, fokus kajian pustaka kali ini adalah untuk mencari senyawa dari keluarga lain yang berpotensi sebagai antimalaria dengan sifat sitotoksik rendah atau tidak toksik.

Senyawa aktif antimalaria dari tumbuhan dapat berupa ekstrak, fraksi, subfraksi, maupun isolat. Dalam pencariannya dapat dilakukan beberapa uji pendahuluan secara in vitro terhadap beberapa jenis galur parasit malaria. Uji pendahuluan secara in vitro untuk malaria dilakukan dengan menumbuhkan parasit pada kultur sel darah merah manusia dalam kondisi lingkungan yang terkendali. Aktivitas antimalaria dari senyawa dapat dievaluasi melalui efek penghambatan pertumbuhan parasit dengan pengenceran serial konsentrasi dalam kultur uji. Efek penghambatan pertumbuhan parasit dapat berupa pencegahan infeksi sporozoit (efek profilaksis), atau terhentinya pertumbuhan dan perkembangan parasit (efek skizontisida). Aktivitas tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan nilai IC50, yakni konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% pertumbuhan parasit malaria. Senyawa baik dalam bentuk ekstrak, fraksi, maupun isolat dianggap aktif sebagai antimalaria apabila memiliki nilai IC50 < 25 mM.

Hasil telaah kami mencatat 14 spesies tumbuhan dari keluarga Euphorbiaceae yang memiliki senyawa golongan terpenoid dan telah terbukti aktif sebagai antimalaria. Mereka berasal dari genus Croton, Euphorbia, Jatropha, Neoboutonia, Pedilanthus, Strophioblachia, dan Uapaca. Senyawa terpenoid aktif tersebut berhasil diisolasi dari daun, batang beserta kulitnya, akar beserta kulitnya, rimpang, maupun getah dari spesies tanaman tersebut. Mereka termasuk dalam keragaman struktural yang besar termasuk ent-clerodane, abietane, pre-segenate, daphnane, jatrophane dan poly-O-acylated jatrophane diterpenoid, serta cembranolide dan cycloartane triterpenes. Senyawa-senyawa tersebut menunjukkan sifat antimalaria yang kuat terhadap galur parasit Plasmodium falciparum tertentu dengan nilai IC50 yang rendah, seperti montanin, (+)-(1S*,4S*,7R*,10R*)-7-acetoxy1,4-dihydroxycembra-2E,8(19),11Z-trien-20,10-olide dan turunan jatrophone diterpene terhadap parasit yang sensitif dengan klorokuin; euphorbesulin F, squalene, dan 6-hydroxyneomacrolactone terhadap parasit yang resisten dengan klorokuin; serta turunan 8,9-secokaurane diterpene terhadap parasit yang resisten dengan berbagai jenis obat malaria.

Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada publikasi kami di: https://pharmacyeducation.fip.org/pharmacyeducation/article/view/2290/1677