Universitas Airlangga Official Website

Fenomena Quiet Quitting di Kalangan Para Pekerja

Ilustrasi quiet quitting (Foto: sky news)
Ilustrasi quiet quitting (Foto: sky news)

Quiet Quitting menjadi fenomena yang semakin meluas, terutama setelah pandemi Covid-19. Fenomenan ini mengubah bagaimana cara kita dalam bekerja. Konsep quiet quitting ini berasal dari gerakan para karyawan yang memang terlibat dalam protes kerja seperti menolak untuk bekerja lembur, dan sebagainya. Seperti yang dilaporkan oleh Gallup Global Workplace pada tahun 2022 lalu menunjukkan bahwa pekerja di Indonesia rendah dalam hal engagement saat bekerj. Ini menjadi indikasi yang kuat, bahwa terdapat jarak antara pekerja dengan organisasi.

Quiet quitting muncul bukan hanya karena ketidakpuasaan terhadap beban kerja yang ada. Melainkan juga sebagai respons terhadap lingkungan kerja yang memang dianggap kurang mendukung kesejahteraan mental dan work life balance. Fenomena ini sebenarnya menyoroti kurangnya dukungan psikologis dari organisasi, baik dalam bentuk pengembangan karier maupun penghargaan bagi upaya yang sudah dilakukan. Banyak karyawan atau pekerja merasa “work more” tidak mendapat imbalan yang sesuai, sehingga banyak melakukan tugas sesuai deskripsi pekerjaan saja tanpa upaya lebih untuk berpartisipasi dalam tujuan jangka panjang yang ada di organisasi.

Menariknya, quiet quitting juga menandakan adanya perubahan paradigma dalam keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi. Generasi muda saat ini, cenderung lebih memprioritaskan kesehatan mentalnya, kesejahteran, serta mereka lebih fokus terlibat dalam keadaan yang memang membuat mereka senang dalam pekerjaan, Generasi muda juga cenderung tidak ingin bekerja lembur atau terlibat dalam pekerjaan di luar dari tanggung jawab yang ada.

Selain faktor internal, faktor eksternal seperti ketidakstabilam ekonomi dan politik juga turut memperparah kondisi ini. Banyak pekerja Indonesia yang mungkin merasa sulit beranjak dari pekerjaan yang mereka anggap tidak relevan dengan harapan karier mereka karena situasi ekonomi yang tidak menentu. Sehingga mereka memilih untuk bertahan dengan melakukan quiet quitting sebagai bentuk perlindungan diri.

Tentu saja, untuk mengatasi masalah ini, penting bagi organiasasi meningkatkan engagement dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kesejahteran karyawannya secara holistik. Strategi yang dapat diterapkan yaitu memberikan fleksibilitas dalam bekerja, membangun budaya kerja yang inklusif serta kolaboratif, dan meningkatkan komunikasi antara atasan dan bawahan untuk memastikan bahwa ekspektasi kinerja dan kebutuhan pribadi karyawannya sejalan,

Penulis: Erika Fajar Subhekti