Formalin adalah bahan beracun (xenobiotic) yang saat ini digunakan secara luas dalam industri makanan sebagai pengawet. Menurut BPOM (2019), formaldehida adalah bahan aditif makanan paling umum ketiga di Indonesia, setelah rhodamin B dan boraks. Formalin adalah cairan tidak berwarna dan kuat yang mengandung 30 hingga 50% formaldehida. Formaldehida akan diubah menjadi asam format oleh enzim aldehyde dehydrogenase 2 (ALDH2) dan ditemukan dalam mitokondria sel serta alkohol dehidrogenase 3 (ADH3) yang terletak di sitoplasma sel. Enzim formalin dehydrogenase cepat merubah formalin menjadi asam format. Asam format, di sisi lain memiliki metabolisme lebih lambat dan menumpuk di perut. Ketika terlalu banyak dihasilkan asam format maka akan membentuk produk ROS.
ROS (spesies oksigen reaktif) yang memicu stres oksidatif yang dapat dikontrol secara seluler melalui mekanisme pertahanan, termasuk superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan glutathione peroksidase (GSH-Px). Otak berisi asam lemak tak jenuh yang mudah teroksidasi dan membutuhkan banyak oksigen. Selain itu, otak memiliki jumlah oksidatif yang lebih tinggi aktivitas metabolisme dan tingkat antioksidan yang lebih rendah aktivitas enzim. Akibatnya, bila otak terkontaminasi bahan beracun atau iskemik akan menimbulkan stress oksidatif. Paparan terhadap formaldehida 3,0 mg/m3 selama delapan jam sehari untuk tujuh hari dapat meningkatkan tingkat ROS di otak. Pelepasan hormon gonadotropin (GnRH) merangsang hipofisis anterior untuk melepaskan luteinizing dan hormon perangsang folikel (FSH dan LH), yaitu hormone yang penting untuk perkembangan folikel. Defisiensi FSH dapat menyebabkan atresia folikel melalui apoptosis dan merupakan faktor kelangsungan hidup yang paling penting untuk perkembangan folikel pada masa pra-ovulasi fase. Pertumbuhan dan ruptur folikel diinduksi oleh LH. Efek fisiologis LH dimediasi pada tahap akhir perkembangan folikel, pematangan oosit, ovulasi, dan dinding folikel mengalami luteinisasi tergantung pada hormon luteinizing reseptor (LHR) pada sel teka folikel.
Jika formalin memiliki kemampuan untuk mengubah kadar GnRH dalam darah, itu juga akan mengubah kadar FSH dan LH, yang akan mengurangi pembentukan estradiol dan menghentikan perkembangan folikel [16, 17] dan mencegah ovulasi [18]. Jika formalin memiliki kemampuan untuk mengubah kadar GnRH dalam darah, itu juga akan mengubah kadar FSH dan LH, yang akan mengurangi generasi estradiol dan menghentikan perkembangan folikel [16, 17] dan mencegah ovulasi [18]. Karena paparan formaldehida itu tidak bisa dicegah, para ilmuwan tertarik untuk belajar lebih lanjut tentang dampak paparan dan membahayakan xenobiotik ini terhadap sistem tubuh, khususnya sistem reproduksi. Ini pengetahuan dapat digunakan untuk membangun yang baru metode pengembangan yang menurunkan bahaya paparan FA. Paparan formalin dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan spesies oksigen reaktif (ROS) dan stres oksidatif dalam tubuh, yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengatur hormon gonadotropin dan mencegah terjadinya ovulasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengklarifikasi bagaimana paparan formalin mengubah kadar GnRH, LHR, estradiol, dan pertumbuhan folikel antral pada ovarium mencit betina (Mus musculus). Penelitian eksperimen ini menggunakan desain kelompok kontrol hanya posttest. Sampel penelitian adalah mencit (Mus musculus) sebanyak 30 ekor. Sampel dialokasikan secara acak menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 (K0) sebagai kelompok kontrol tanpa pemberian formalin, Kelompok 2 (P1) sebagai perlakuan 1 yang diberi formalin dengan dosis 140 mg/kg berat badan yang diberikan dalam 0,1 ml/10 g berat badan/hari selama 12 hari, dan Kelompok 3 (P2) sebagai perlakuan 2 yang diberi formalin dengan dosis 210 mg/kg berat badan diberikan dalam 0,1 ml/10 g berat badan/hari selama 12 hari. Setiap kelompok dinilai kadar GnRH menggunakan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), diperiksa ekspresi LHR dan ekspresi estradiol menggunakan imunohistokimia (IHC), dan dihitung jumlah folikel antral menggunakan hematoxylin-eosin (HE). Hasil uji statistik menunjukkan penurunan kadar GnRH (p=0,001), penurunan ekspresi LHR (p=0,001), penurunan ekspresi Estradiol (0,001), dan penurunan jumlah total folikel antral, khususnya folikel tersier dan de Graaf (p=0,001). Temuan menunjukkan bahwa mencit betina yang terpapar formalin memiliki kadar GnRH, LHR, dan folikel ovarium antral yang lebih rendah.
Penulis: Widjiati
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan di Journal of Medicinal and Chemical Sciences (JMCS) dengan link:
https://www.jmchemsci.com/article_172218_b63db857ee76d08d041464b7e8a08762.pdf