Universitas Airlangga Official Website

FTMM Gandeng Akademisi Urun Rembuk Kurangi Emisi Karbon

Prof. Ir. Eddy Setiadi Soedjono Dipl. SE.M.SC,PhD selaku Dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November ketika sedang memaparkan materinya di Seminar “Eco-Talk: Membangun Indonesia Berkelanjutan, Jadikan Polusi Sebagai Sejarah”. Pada Minggu (03/12/2023). (Foto: Naufal Hilmi F.)
Prof. Ir. Eddy Setiadi Soedjono Dipl. SE.M.SC,PhD selaku Dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November ketika sedang memaparkan materinya di Seminar “Eco-Talk: Membangun Indonesia Berkelanjutan, Jadikan Polusi Sebagai Sejarah”. Pada Minggu (03/12/2023). (Foto: Naufal Hilmi F.)

UNAIR NEWS – Sejak revolusi industri pertama di Inggris manusia telah menyumbangkan lebih dari 2.000 gigaton emisi karbon ke atmosfer yang menahan panas keluar dari bumi. Saat ini emisi karbon menjadi salah satu penyebab perubahan iklim paling besar di dunia. Hal itu merupakan masalah yang serius dan harus segera ditangani karena akan berdampak besar pada kesehatan manusia dan kestabilan ekonomi dunia.

Menyadari hal tersebut, Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin Universitas Airlangga bekerja sama dengan Green Inovation Indonesia menggelar seminar bertajuk “Eco-Talk: Membangun Indonesia Berkelanjutan, Jadikan Polusi Sebagai Sejarah”. Acara tersebut terselenggara pada Minggu (03/12/2023) di Gedung Kuliah Bersama Kampus Merr C Universitas Airlangga. Mengundang Prof Ir Eddy Setiadi Soedjono Dipl SE M SC PhD sebagai pembicara utama, dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November tersebut memaparkan faktor-faktor dan cara yang bisa dilakukan untuk dapat mengurangi emisi karbon.

Di Indonesia sendiri ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya emisi karbon. Namun dalam pemaparannya, Prof Eddy menyatakan bahwa di Indonesia sendiri ketergantungan terhadap kendaraan bermotor menjadi faktor yang paling berpengaruh. 

“Masyarakat kita itu sangat ketergantungan dengan namanya kendaraan bermotor. Pergi cuma 600 meter saja maunya naik motor, tidak mau jalan kaki. Belum lagi sekarang sudah banyak yang punya mobil dan yang ada di dalam cuma satu orang, bikin macet. Semakin padat jalanya, semakin lama proses mobilisasi kita dan semakin banyak pula emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan pribadi kita. Mindset ketergantungan inilah yang harus kita ubah,” ujar Prof Eddy.

Lebih lanjut, Ia menyebut bahwa Indonesia sebagai negara agraris juga semakin memperburuk kondisi yang ada. Banyak orang yang tidak tau dan tidak mempertimbangkan hal ini. Budidaya padi di sawah itu berkontribusi pada peningkatan gas karbon karena dalam prosesnya mengeluarkan gas metan dan N20. 

“Jadi jangan terlalu bangga ketika Indonesia ini menjadi negara agraris, karena dampaknya juga tidak baik untuk lingkungan,” ujar Profesor Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November tersebut. 

“Kalau kita tidak segera sadar dan bertindak akan besar dampaknya. Mungkin bagi orang tua seperti saya tidak akan berpengaruh besar, tapi bagi generasi muda seperti kalian dan anak dan cucu kalianlah yang akan merasakannya,” paparnya. 

Menurutnya, secara umum permasalahan emisi karbon menyebabkan penyakit seperti asma, ispa, dan kanker paru-paru. Apalagi bagi wanita, sangat mungkin melahirkan bayi autis karena menghirup udara yang berpolusi. Lebih parahnya lagi, permasalahan emisi karbon secara matematis mengurangi harapan hidup sebanyak 1.4 tahun. 

Menurut Prof Eddy, fakta itu menyadarkan kita akan bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari pencemaran lingkungan dan emisi karbon. Namun sadar saja tidak cukup, perlu adanya tindakan nyata untuk menanggulangi masalah tersebut. Sebagai seorang akademisi, Prof Eddy juga menyarankan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk dapat menanggulangi permasalahan emisi karbon.

“Langkahnya sangat mudah, semua orang bisa lakukan. Semudah mengurangi menggunakan kendaraan pribadi, mulailah jalan kaki, mulailah bersepeda kalau jarak tempuhnya tidak jauh dan tidak terkejar waktu, toh sudah banyak komunitas yang kalau kemana-mana naik sepeda. Kalau ada uang lebih beli mobil yang lebih besar, biar sekali berangkat bisa banyak orang, jangan satu mobil satu orang. Sering saya temui hal seperti ini. Bikin macet dan bisa berakibat lahirnya bayi-bayi autis yang lahir dari polwan kita,” ucapnya.

Prof Eddy juga menyarankan bagi pemerintah untuk dapat menciptakan tata letak kota yang lebih baik lagi. “Tingkatkan pelayanan transportasi umum, buatlah kanopi di sekitar trotoar supaya pejalan kaki tidak kepanasan, jalur bersepeda bisa diperlebar dan regulasinya bisa diperbaiki lagi agar semakin banyak orang mau bersepeda,” tutupnya.

Eco Talk kali ini tidak hanya sekedar sesi diskusi. Pada akhir, tim dari Green Innovation Indonesia memperkenalkan aplikasi bernama Ecoroute kepada seluruh peserta. Ecoroute adalah aplikasi yang digagas oleh Green Innovation Indonesia untuk meminimalisir emisi karbon harian kita.

“Pada dasarnya aplikasi ini seperti aplikasi penunjuk jalan yang sudah ada sebelumnya. Namun perbedaanya adalah aplikasi Ecoroute ini bisa menunjukan jalur paling cepat dan jalur paling landai yang bisa kalian tempuh. Dengan memilih jalur yang direkomendasikan oleh Ecoroute nantinya akan ditunjukan juga berapa pengurangan emisi karbon yang telah kalian lakukan selama perjalanan,” ucap Hakam selaku CEO Green Inovation Indonesia.

Aplikasi seperti inilah yang bisa kita manfaatkan guna dapat mengurangi permasalahan emisi karbon. Untuk saat ini, aplikasi Ecoroute sendiri belum diluncurkan secara publik. Masih perlu dilakukan proses finishing agar pengguna nyaman dalam menggunakan Ecoroute nantinya. Untuk detail lebih lanjut dapat dilihat melalui Instagram @ecoroute.aps

Penulis: Naufal Hilmi F

Editor: Khefti Al Mawalia