Indonesia adalah negara kedua tertinggi di dunia dengan beban kasus Tuberkulosis (TB) dan salah satu dari 30 negara di dunia dengan beban MDR (Multi Drug Resisten ) TB. Kasus MDR-TB menjadi tantangan dalam penanganan TB. Beberapa metode untuk memastikan diagnosis MDR-TB salah satunya dengan Xpert ®MTB/Rif yang merupakan pemeriksaan molekuler dengan teknologi Nucleic acid amplification technology (NAAT) yang dapat mendiagnosis TB dan resistensi terhadap Rifampisin dalam waku 2 jam.
Pemeriksaan Xpert®MTB/RIF telah diterapkan di Indonesia sejak tahun 2012, dan telah direkomendasikan oleh WHO sejak Desember tahun 2010. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF meliputi tahapan lisis bakteri, dalam suatu catridge dan dilanjutkan ektraksi DNA dan amplifikasi. Dengan menggunakan amplifikasi sekuens spesifik gen rpoB dari MTB ( Mycobacterium tuberculosis) sekitar 81 bp , dengan menggunakan lima probe molecular beacons (probe A-E) dengan rincian kodon 507-511 (probe A), kodon 512-518 (probe B), kodon 518-523 (probe C), kodon 523-529(probe D) , kodon 529-533(probe E). Probe dirancang untuk untuk membedakan sekuens wild type dan mutasi pada daerah inti yang berhubungan dengan resistensi terhadap Rifampicin.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data hasil pemeriksaan Xpert MTB RIF di RS Dr Soetomo sejak January sd Desember 2021 pada pasien terduga TB. Total 3548 sampel dari pasien terduga TB yang diperiksa dengan alat Xpert di unit Mikrobiologi klinik menunjukkan 51 sampel terdeteksi hasil MTB Rifampicin Resisten. Sampel terbanyak adalah sampel saluran pernafasan 92,2%. Gambaran mutasi terdeteksi 56,8 % dari sampel pada regio probe E , dan berturut turut 19,6% probe D; 7,84 % probe A sedangkan tujuh sampel dengan hasil RR-TB tidak ditemukan adanya perubahan mutasi pada probe yang dideteksi. Hal ini tentunya membutuhkan penelitian lanjutan dan eksplorasi lebih lanjut apakah ada perbedaan kondisi geografis mempengaruhi gambaran perbedaan mutasi terhadap Rifampicin atau faktor lain yang mempengaruhi. .
Penulis: Deby Kusumaningrum
Link: https://doi.org/10.1016/j.ijtb.2024.06.013
Baca juga: Pengendalian Optimal Penyebaran Tuberkulosis