Universitas Airlangga Official Website

Guru Berkualitas untuk Masa Depan Cerdas

Ilustrasi Hari Guru Nasional (Foto: Kompas)
Ilustrasi Hari Guru Nasional (Foto: Kompas)

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.” Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang sangat benar. Namun, mulai terasa ragu akhir-akhir ini bagi saya. Hal yang saya maksud adalah makna yang terkandung di dalamnya bisa positif juga negatif. Positif dalam artian jasa guru memang tidak ada bukti fisiknya, tetapi memiliki dampak yang luar biasa bagi kemajuan bangsa. Sedangkan, negatif dalam artian tidak adanya bukti fisik untuk jasa seorang guru menyebabkan banyak guru yang tidak mengagungkan profesinya sendiri.

Tak sedikit masyarakat yang menganggap bahwa guru adalah profesi yang mudah didapatkan dan dilakukan. Justru ini yang membuat seorang guru tidak menyadari bahwa profesinya memegang pengaruh besar bagi masa depan. Mengapa demikian? Sebab gurulah yang menanam benih-benih bangsa yang kelak akan berbunga indah dan berbuah matang di masa depan. Profesi guru adalah profesi yang agung. Mirisnya, profesi ini dicap rendahan bagi sebagian orang, bahkan guru itu sendiri. Hal ini terlihat dari ketidaksungguhan seorang guru dalam mendidik para siswanya, meninggalkan kelas kosong dengan mudahnya, dan lain sebagainya.

Saya pernah berkata bahwa saya ingin menjadi dosen setelah lulus S2. Kemudian teman saya merespons, “Kenapa kamu kuliah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya cuman mau jadi dosen?” Jujur, saya terkejut dengan reaksinya. Dosen bukan pekerjaan remeh sebab ia adalah sosok yang akan mendidik mahasiswa. Bagaimana ia bisa merendahkan profesi pendidik mahasiswa yang mana sebentar lagi akan mengambil peran di masyarakat? Jika dosen yang mendidik mahasiswa saja direndahkan, apalagi para guru yang mendidik siswa di taman kanak-kanak. Justru guru taman kanak-kanaklah yang membentuk karakter dasar seorang anak. Semua guru, entah itu dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, sama-sama memegang peranan besar untuk kemajuan bangsa.

Dahulu, guru sangat dihormati karena ketegasan dan kebijaksanaan. Sekarang, guru yang tegas justru dilaporkan karena melakukan kekerasan. Dengan mudahnya, orang tua menyimpulkan bahwa anaknya mendapatkan perlakuan semena-mena oleh gurunya. Padahal maksud sang guru hanyalah untuk mendisiplinkan. Anak yang nakal butuh untuk didisiplinkan, bukan dimanjakan dan diiyakan semua kemauannya. Inilah yang membuat generasi semakin lemah mental dari zaman ke zaman. Lemah mental bukan hanya tentang lembeknya omongan, tetapi juga nurani yang tak berjalan. Menghargai seseorang yang telah mendidik kita merupakan salah satu cara menguatkan mental. Jika seorang anak tak menghargai gurunya, maka bisa disebut ialah anak lemah mental.

Usia tanah air kita sudah menginjak dekade kedelapan. Sekitar dua puluh dua tahun lagi, seabad sudah usia Ibu Pertiwi. Itu bukanlah masa yang cukup untuk mencapai kualitas pendidikan yang memuaskan dengan titik awal seperti sekarang. Sudah sepantasnya Indonesia memiliki guru-guru yang berkualitas untuk masa depan yang cerdas. Maka, kita sebagai rakyat Indonesia bisa memulainya dari memperbaiki kualitas para pendidik.

Apakah pendidik harus berprofesi resmi sebagai guru atau dosen? Salah besar. Semua orang adalah guru. Setiap individu dapat mendidik yang lain apapun profesinya. Ilmu bisa didapat di mana saja dan dari siapa saja. Siapapun diri Anda, jadilah pendidik untuk orang -orang sekitar Anda. Jadi, hal yang ingin saya sampaikan di sini adalah masa depan bangsa tidak hanya bergantung kepada orang-orang yang berprofesi resmi sebagai guru. Akan tetapi, setiap orang memiliki tanggung jawab yang sama untuk mendidik generasi muda. Setiap individu memiliki amanah yang sama untuk memajukan bangsa. Selalu ingat bahwa mencerdaskan bangsa juga termasuk tujuan Indonesia yang termuat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjadi guru berkualitas untuk masa depan cerdas.

Penulis: Salwa Nurmedina Prasanti (Mahasiswa S1 FISIP UNAIR)