Universitas Airlangga Official Website

Hambatan dalam Memperluas Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia: Siapa yang Harus Menjadi Target?

Foto by MHI

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat pada pelayanan kesehatan. Pada akhir tahun 2019, pemerintah Indonesia menargetkan tercapainya partisipasi seluruh masyarakat pada program JKN sebagai salah satu indikator Universal Health Coverage (UHC). Meski demikian, hingga tahun 2020 masyarakat yang menjadi peserta JKN masih sebanyak 81,3%. Adanya 18,7% masyarakat yang belum bergabung dalam JKN menjadi PR pemerintah untuk lebih fokus dalam menghadapi berbagai hambatan guna mencapai universal health coverage.

Masyarakat dapat mendaftar sebagai peserta JKN pada kelompok Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) ataupun Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI). Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012, peserta PBI terdiri dari fakir miskin dan orang tidak mampu yang iurannya akan dibayarkan oleh pemerintah. Pada akhir tahun 2020, terdapat 223,2 juta peserta JKN, yang mana 132,8 juta diantaranya terdaftar sebagai peserta PBI dan 90,4 juta lainnya terdaftar sebagai peserta non PBI. Kepesertaan JKN yang didominasi oleh kelompok PBI menjadi salah satu faktor tingginya pengeluaran yang tidak sebanding dengan pendapatan BPJS Kesehatan.

Masyarakat merupakan penentu keberhasilan suatu kebijakan. Selaras dengan keberlangsungan program JKN ini, jumlah peserta akan berkontribusi pada jumlah penerimaan BPJS Kesehatan. Semakin banyak masyarakat yang berkontribusi pada program ini, semakin rendah defisit yang dihadapi BPJS Kesehatan yang berdampak pada semakin luasnya manfaat yang didapatkan oleh masyarakat. Belum tercapainya partisipasi masyarakat pada program JKN secara universal melatarbelakangi penelitian ini untuk menganalisis target spesifik dalam memperluas kepesertaan JKN. Terdapat tujuh karakteristik masyarakat yang dianalisis, yaitu jenis tempat tinggal, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status pernikahan, dan status kekayaan.

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pola khusus yang menggambarkan tren spasial kepesertaan JKN berdasarkan provinsi di Indonesia. Studi sebelumnya menjelaskan bahwa situasi ini merupakan dampak dari perkembangan kebijakan lokal berupa pemanfaatan APBD untuk memperluas cakupan kepesertaan JKN. Dua provinsi yang menerapkan kebijakan tersebut adalah Provinsi Aceh dan Papua, yang juga menunjukkan proporsi kepesertaan JKN yang lebih tinggi dibandingkan provinsi lain.

Berdasarkan karakteristik tempat tinggal, masyarakat di daerah pedesaan cenderung tidak berpartisipasi dalam JKN. Hal ini karena adanya hambatan berupa keterbatasan akses dan biaya transportasi yang mahal untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu. Analisis pada karakteristik usia menunjukkan bahwa hambatan untuk menjadi anggota JKN dihadapi oleh usia muda, yaitu 18-64 tahun. Kelompok usia muda cenderung memiliki kualitas kesehatan yang lebih baik dibandingkan kelompok usia lanjut. Hal ini melatarbelakangi kurangnya kesadaran mereka untuk bergabung dalam asuransi kesehatan. Kondisi keuangan yang belum stabil dan tingginya kebutuhan hidup juga menjadi faktor penghambat investasi kesehatan di kalangan pemuda.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan akan lebih sering memanfaatkan pelayanan kesehatan, utamanya saat kehamilan dan persalinan. Perempuan juga cenderung lebih sadar akan status kesehatannya. Maka tidak mengherankan jika laki-laki lebih dominan untuk tidak memanfaatkan asuransi kesehatan dibandingkan perempuan.  Berdasarkan tingkat pendidikan, masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih menyadari pentingnya jaminan kesehatan untuk mengantisipasi masalah kesehatan yang tidak terduga di masa mendatang. Oleh karennya, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan, semakin besar hambatan untuk menjadi peserta JKN.

Faktor lain yang juga menghambat kepesertaan JKN dihadapi oleh masyarakat yang menganggur dan berstatus telah menikah. Hal ini dikaitkan dengan jumlah pendapatan dan banyaknya kebutuhan yang ditanggung rumah tangga. Bagi masyarakat yang belum menikah, keputusan untuk tidak bergabung dalam asuransi kesehatan karena rendahnya kesadaran akan perlindungan kesehatan di masa depan. Faktor ini tidak dipengaruhi oleh status kekayaan, sebagaimana temuan pada penelitian yang menunjukkan bahwa semua kategori status kekayaan memiliki kecenderungan untuk tidak bergabung dalam program JKN.

Upaya pemerintah Indonesia untuk memberikan subsidi dalam bentuk bantuan iuran JKN telah terbukti efektif dalam memperluas kepesertaan JKN pada masyarakat miskin. Sedangkan kebijakan yang perlu dikembangkan adalah kebijakan yang menyasar masyarakat pedesaan dan kaum muda sebagai target potensial dan rentan secara sosial. Secara spesifik, diantara ketujuh karakteristik yang dianalisis, penelitian ini menemukan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor paling kuat terkait kepesertaan JKN di Indonesia. Dengan demikian, kebijakan yang berfokus pada masyarakat berpendidikan rendah akan memberikan dampak yang lebih spesifik untuk memperluas kepesertaan JKN di Indonesia.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

Sumber: Laksono AD, Nantabahh ZK, Wulandari RD, Khoiri A, Tahangnacca M. Barriers to Expanding the National Health Insurance Membership in Indonesia: Who Should the Target?. Journal of Primary Care & Community Health. 2022; 13: 1-7

Link Artikel: https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/21501319221111112