Universitas Airlangga Official Website

Hambatan Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Multipara di Indonesia

Foto by Halodoc

Program keluarga berencana bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup ibu dan anak yang merupakan indikator utama kesehatan reproduksi, dengan mengendalikan penduduk melalui kontrasepsi. Pemerintah Indonesia pertama kali meluncurkan program keluarga berencana pada tahun 1969 untuk menyediakan layanan kontrasepsi, mengurangi kelahiran, dan mempromosikan kesetaraan gender. Keberhasilan program KB salah satunya dapat diukur dari peningkatan jumlah pengguna alat kontrasepsi dari tahun ke tahun. Penggunaan alat kontrasepsi diharapkan juga dapat membantu menurunkan angka kematian ibu melalui pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan.

Sebuah studi tentang penggunaan kontrasepsi jangka panjang di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pengguna kontrasepsi di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Persentase pengguna kontrasepsi di Vietnam, Kamboja, dan Thailand masing-masing sebesar 78%, 79%, dan 80%. Jumlah pengguna kontrasepsi modern di Filipina, Kamboja, Bangladesh, dan India adalah 35%, 42%, 48%, dan 49%. Penggunaan alat kontrasepsi modern dalam jangka panjang, seperti Intrauterine Device (IUD) dan implan, masih sangat rendah. Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, jumlah pengguna kontrasepsi di Indonesia turun dari 57,9% menjadi 57,2% pada tahun 2017. Jenis kontrasepsi modern yang paling banyak dipilih oleh pasangan usia subur adalah suntik (53,5%). ), pil (20,3%), implan (8,8%), IUD (8,1%), tubektomi (5,8%), kondom (3,0%), vasektomi (0,3%), metode amenore laktasi (2%), dan kontrasepsi darurat ( 0,1%).[ 10 ]

Kurangnya pengetahuan tentang risiko kehamilan dan efek samping penggunaan kontrasepsi menjadi alasan utama untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi. Wanita usia subur enggan menggunakan kontrasepsi modern karena lebih tertarik menggunakan metode kontrasepsi tradisional seperti jamu, pijat, dan metode kalender. Selain itu, penggunaan kontrasespi juga dipengarhi oleh akses layanan penyedia kontrasepsi dan biaya. Kondisi ini berimplikasi pada tingginya angka unmet need di Indonesia. Unmet need adalah kondisi dimana wanita yang ingin membatasi atau menghindari kehamilan tidak menggunakan alat kontrasepsi Artikel ini bertujuan untuk mengkaji hambatan penggunaan kontrasepsi pada wanita multipara di Indonesia

Analisis terhadap data SDKI 2017menunjukkan bahwa wanita yang tinggal di pedesaan didominasi oleh wanita multipara yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Berdasarkan kelompok umur, wanita multipara yang menggunakan kontrasepsi sebagian besar berusia 35-39 tahun, sedangkan wanita multipara yang tidak menggunakan kontrasepsi berusia 45-49 tahun.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa tinggal di perkotaan merupakan salah satu hambatan penggunaan kontrasepsi pada wanita multipara di Indonesia. Hal ini cukup mengejutkan karena bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menginformasikan bahwa akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di perkotaan Indonesia secara umum cenderung lebih baik daripada di perdesaan. Hasil analisis juga menunjukkan variabel usia merupakan hambatan lain pada wanita multipara di Indonesia untuk menggunakan alat kontrasepsi. Wanita multipara dengan usia lebih tua cenderung  tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Rendahnya pendidikan juga terkait erat dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi. Pemahaman yang kurang baik tentang KB menjadi hambatan dalam membentuk sikap yang positif program KB. Banyak perempuan masih memegang teguh mitos dan miskonsepsi terhadap kontrasepsi modern. Keputusan menggunakan kontrasepsi atau tidak pada wanita dengan tingkat pendidikan rendah sangat dipengaruhi oleh keputusan suami.

Hambatan lain dalam penggunaan kontrasepsi adalah pengangguran pada wanita multipara di Indonesia. Wanita yang bekerja cenderung memilih untuk membatasi jumlah anak. Perempuan yang bekerja dapat memutuskan sendiri apakah akan menggunakan alat kontrasepsi atau tidak. Variabel lain yang ditemukan sebagai penghambat penggunaan kontra sepsi pada Wanita multipara di Indonesia adalah kesulitan dalam mengakses layanan dan kemampuan ekonomi.

Secara keseluruhan, hambatan penggunaan kontrasepsi di Indonesia sebagian besar merupakan variabel yang dapat dicegah. Para pembuat kebijakan yang bertanggung jawab atas program keluarga berencana di Indonesia harus fokus mengatasi hambatan, seperti yang diungkapkan oleh penelitian ini. Kebijakan yang fokus pada kelompok sasaran dengan karakteristik yang jelas dan rinci diperlukan untuk mempercepat cakupan penggunaan kontrasepsi pada wanita multipara di Indonesia.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari, Fakultas Kesehatan Masyarakat – Universitas Airlangga

Versi lengkap dari artikel ini dapat diakses di:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8575210/