Universitas Airlangga Official Website

Hari AIDS Sedunia, Refleksi Generasi Muda tentang Cinta dan Tanggung Jawab

Ilustrasi Hari AIDS Seduania (Foto: DetikNews)
Ilustrasi Hari AIDS Seduania (Foto: DetikNews)

Peringatan Hari AIDS Sedunia jatuh pada 1 Desember. Memperingati Hari AIDS sedunia menjadi sebuah momentum untuk merenungkan tantangan kesehatan global yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Bagi kita di Indonesia, peringatan ini juga menjadi pengingat penting tentang bagaimana perilaku generasi muda masa kini dapat berdampak pada penyebaran HIV (Human Immunodeficiency Virus) / (Acquired Immune Deficiency Syndrome) AIDS di masa depan.

Gaya pacaran saat ini seringkali mendapatkan pengaruh dari tren budaya populer, media sosial, dan tekanan kelompok sebaya. Dalam banyak kasus, hal ini dapat mendorong perilaku berisiko, seperti hubungan seksual pranikah, penggunaan narkoba, atau bahkan eksplorasi hubungan yang tidak sehat seperti kekerasan.

Kajian sebelumnya menunjukkan bahwa masyarakat kelompok usia 15-25 tahun semakin rentan terpapar risiko infeksi HIV. Sayangnya, pendidikan kesehatan seksual di sekolah masih minim, dan banyak orang tua merasa tabu membicarakan topik tersebut. Akibatnya, generasi muda (khususnya remaja) seringkali mencari informasi sendiri dari sumber yang tidak dapat dipercaya. Seperti media sosial atau teman sebaya, yang justru dapat memperkuat misinformasi.

HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4, yang berperan penting dalam melawan infeksi. Jika tidak segera mendapatkan pengobatan, HIV akan melemahkan sistem imun secara bertahap dan memungkinkan berbagai infeksi serta penyakit lain berkembang hingga terjadi AIDS.

AIDS itu sendiri adalah tahap akhir di mana sistem kekebalan tubuh sangat rusak sehingga tidak dapat melawan infeksi atau kanker tertentu. Gejalanya meliputi penurunan berat badan drastis, infeksi oportunistik seperti TBC, pneumonia, dan kanker seperti sarkoma Kaposi. Hingga saat ini, HIV tidak dapat disembuhkan. Upaya pengobatan yang bisa dilakukan adalah dengan rutin meminum obat antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mengendalikan virus HIV sehingga tidak berkembang menjadi AIDS.

Hari AIDS Sedunia menjadi momen untuk mengedukasi generasi muda tentang pentingnya membangun hubungan yang sehat dan bertanggung jawab. Edukasi tentang nilai cinta yang sejati dapat menjadi penekanan. Cinta bukan hanya tentang keintiman fisik, tetapi juga tentang dukungan emosional, komitmen, dan rasa tanggung jawab untuk saling melindungi.

Remaja perlu menyadari bahwa cinta adalah emosi yang mendalam dan kompleks, melibatkan perasaan kasih sayang, perhatian, dan komitmen terhadap seseorang, sesuatu, atau bahkan ideologi. Cinta tidak hanya soal hubungan romantic. Dia meliputi dimensi yang luas, seperti cinta pada diri sendiri, Tuhan, dan orang tua. Ketiga bentuk cinta ini saling melengkapi dan memberikan fondasi penting dalam kehidupan manusia.

Cinta pada Tuhan adalah bentuk penghormatan, rasa syukur, dan pengabdian kepada Sang Pencipta. Dalam banyak tradisi spiritual, cinta kepada Tuhan dilihat sebagai hubungan yang mendalam antara manusia dan penciptanya, yang melibatkan keimanan, doa, dan ketaatan.

Cinta pada diri sendiri, atau self-love, adalah penghargaan dan penerimaan terhadap diri sendiri, termasuk kelebihan dan kekurangan. Bukan egoisme, melainkan pengakuan akan nilai dan martabat pribadi sebagai manusia. Cinta kepada orang tua adalah penghormatan dan kasih sayang kepada mereka yang telah memberikan hidup, membimbing, dan berkorban demi kebahagiaan anak-anaknya. Melalui cinta kepada orang tua, bisa mengajarkan nilai-nilai seperti kesetiaan, pengorbanan, dan kasih sayang tanpa syarat.

“Cinta seharusnya menjadi kekuatan yang memotivasi manusia untuk menjadi versi terbaik dirinya.”

Cinta dan Tanggung Jawab

Salah satu bentuk cinta yang bertanggung jawab adalah menjaga diri dan orang-orang yang kita cintai dari risiko HIV/AIDS, penyakit yang tidak hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga kehidupan secara keseluruhan. Ketika seseorang mencintai dirinya sendiri, ia akan menghargai tubuh dan kesehatan. Dalam konteks pencegahan HIV, cinta pada diri sendiri berarti mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri dari perilaku berisiko, seperti menolak hubungan seksual pranikah; menjauhi narkoba, terutama penggunaan jarum suntik bersama; memahami pentingnya kesehatan reproduksi dan mencari informasi yang benar tentang pencegahan penyakit menular seksual.

Melalui cinta pada diri sendiri, kita menyadari bahwa kesehatan adalah aset terbesar yang harus dijaga, sehingga kita tidak membahayakan tubuh dan masa depan kita. Refleksi tentang cinta pada Tuhan juga tercermin dalam cara kita menjalani hidup dengan nilai-nilai moral yang baik, termasuk menjaga kemurnian hubungan dan menghindari perilaku yang merugikan diri sendiri atau orang lain. Ketika kita mencintai Tuhan, kita secara alami berusaha untuk hidup dengan cara yang menghormati anugerah-Nya, termasuk kesehatan kita sendiri. Dalam konteks pencegahan HIV, cinta pada Tuhan berarti:

  1. Menjalani hidup sesuai dengan ajaran agama yang menekankan tanggung jawab dalam hubungan.
  2. Menjaga integritas diri dengan menjauhkan diri dari pergaulan bebas atau perilaku yang melanggar nilai-nilai spiritual.
  3. Berdoa untuk perlindungan sekaligus mengambil tindakan nyata untuk menjaga kesehatan tubuh sebagai bentuk syukur kepada Tuhan.

Orang tua adalah sosok yang mencintai tanpa syarat, yang telah berkorban banyak demi kebahagiaan dan masa depan anak-anaknya. Mencintai orang tua berarti hidup dengan tanggung jawab, termasuk dalam menjaga kesehatan dan reputasi keluarga. Ketika kita mencintai orang tua, kita akan berusaha menjalani hidup yang tidak hanya membanggakan mereka, tetapi juga melindungi mereka dari rasa khawatir yang tidak perlu. Dalam kaitannya dengan HIV, cinta kepada orang tua dapat terwujud melalui upaya:

  1. Menghindari perilaku yang dapat membawa stigma kepada keluarga.
  2. Menjaga kesehatan diri agar tidak membebani orang tua dengan risiko atau konsekuensi penyakit.
  3. Menghormati nasihat mereka yang sering kali berakar pada pengalaman dan niat baik.

Dengan menjadikan cinta sebagai landasan tindakan, kita dapat mencegah perilaku berisiko dan menjaga diri serta orang-orang yang kita cintai dari ancaman HIV/AIDS. Mari jadikan cinta sebagai kekuatan yang melindungi dan membangun kehidupan, bukan yang merusak dan membawa penderitaan.

Penulis: Galuh Mega Kurnia