Universitas Airlangga Official Website

HRLS UNAIR Buka Diskusi Publik, Bedah Putusan Sidang Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO

HRLS UNAIR Gelar Diskusi Publik, Bedah Putusan Sidang Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO - 2
HRLS UNAIR Gelar Diskusi Publik, Bedah Putusan Sidang Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO - 2

UNAIR NEWS – Human Right Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga mengadakan diskusi publik membahas putusan sidang kasus korupsi izin ekspor yang ramai menjadi perbincangan masyarakat di akhir tahun 2023 silam. Kasus tersebut diketahui menjadi penyebab dari langka dan mahalnya harga minyak goreng yang dijual di dalam negeri. Hal tersebut yang menjadi pemantik HRLS untuk membahas kembali putusan sidang kasus korupsi izin ekspor CPO pada Jumat (01/03/2024). Diskusi publik itu dilaksanakan di Ruang Pancasila Fakultas Hukum Kampus B Universitas Airlangga. 

Franky Butar Butar S H M Dev Prac LL M, selaku direktur HRLS FH UNAIR berharap, dengan diadakannya kegiatan tersebut dapat memberikan pengetahuan dalam mengantisipasi kasus-kasus serupa dalam sudut pandang hukum. “Semoga bisa menjadi bahan diskusi kita semua” ungkap Franky dalam sambutan pembuka acara. 

Dalam diskusi ini, HRLS turut mengundang Andi Muttaqien selaku Direktur Eksekutif Satya Bumi dan Sekar Banjaran Aji Selaku pengkampanye Hutan Greenpeace Indonesia. Fenomena langka dan mahalnya minyak goreng, tidak hanya menimbulkan kerugian negara dan kerugian perekonomian negara, namun juga menimbulkan hutan di beberapa wilayah Indonesia hilang serta merusak ekosistem yang ada. Andi mengungkapkan bahwa Satya Bumi melakukan eksaminasi terhadap hasil keputusan sidang. Setidaknya terdapat ada lima tujuan besar yang ingin dicapai, yaitu; menganalisa hasil keputusan sidang kasus korupsi, melihat dan mempelajari konstruksi kasus, melihat potensi kelemahan, dan mendedikasi pelajaran yang dapat diambil dari perkara yang ditangani oleh kejaksaan agung. 

Berbeda dengan beras yang dikelola oleh Bulog yang merupakan perusahaan umum milik negara, minyak goreng murni dikelola oleh beberapa korporasi besar di Indonesia. Ini yang menurut pihaknya, minyak goreng tidak dapat diintervensi oleh pemerintah. “Kuasa pemerintah terhadap intervensi minyak goreng tidak begitu berpengaruh”. Menurut Kejaksaan Agung, ekspor CPO lah yang menjadi salah satu penyebab harga minyak goreng menjadi tinggi di dalam negeri. 

Greenpeace sebagai organisasi kampanye independen yang menggunakan aksi konfrontasi, kreatif, dan tanpa kekerasan dalam menyuarakan permasalah-permasalahan lingkungan, memberikan pandangannya terhadap ekspor CPO. Hal ini lantaran ekspor CPO berkaitan erat dengan hilangnya hutan-hutan di wilayah Indonesia. 

Sekar selaku pengkampanye hutan Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa kasus CPO sangat berkaitan erat dengan kehancuran hutan di Indonesia. Baginya terdapat empat hal yang menjadikan keduanya berkaitan, yaitu tingginya kasus korupsi kehutanan, lemahnya manajemen kehutanan, kerugian lingkungan sama dengan kerugian negara, dan krisis iklim. “Jumlah hutan hilang dari 2020-2021 adalah 10 juta lebih hutan. Yang besar-besaran di pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi” tegasnya. 

Diskusi ini memberikan beberapa fakta bahwa terdapat dua puluh lima besar grup usaha bersertifikat RSPO yang memiliki kebun sawit ilegal dalam suatu kawasan hutan. Para korporasi tersebut makin hari informasinya makin tertutup, ditambah tidak adanya hukum yang tegas dalam menangani hal tersebut. “Indonesia pada akhirnya tidak akan punya Indonesia yang baik kalau kita gak pernah terbuka dalam hukum” ungkap Sekar menutup diskusinya. 

Penulis: Maryam Fauziah 

Editor: Feri Fenoria 

Baca juga:

Direktorat Kemahasiswaan Adakan Diskusi Publik Inovasi Moderasi Beragama

Diskusi Publik HRLS: Problematika Revisi UU TNI dari Prespektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia