Penyakit jantung bawaan (PJB), yaitu gangguan pertumbuhan jantung dan pembuluh darah utama, merupakan masalah umum pada anak-anak. Jumlah kasus PJB di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,2 juta dari 135 juta kelahiran hidup setiap tahunnya. Kejadian PJB diperkirakan sekitar 5 hingga 8 dari 1000 kelahiran. Di Indonesia, kejadian PJB diperkirakan sekitar 8 per 1000 kelahiran. Dengan populasi Indonesia sekitar 200 juta dan tingkat kelahiran sebesar 2%, jumlah penderita PJB di Indonesia meningkat sebanyak 32.000 bayi setiap tahunnya. Ekokardiografi telah banyak tersedia belakangan ini dan memfasilitasi deteksi dini PJB.
PJB terdiri dari jenis tidak sianotik dan sianotik. Lebih lanjut, jenis PJB tidak sianotik dibagi menjadi dua jenis, yaitu lesi katup trikuspidalis sebelum dan sesudah katup trikuspidalis. Pada pasien dengan PJB tidak sianotik, gejala yang paling umum adalah gagal tumbuh. Penelitian oleh Novatriyanto et al. menemukan bahwa kelompok PJB sianotik paling sering mengalami gangguan pertumbuhan, dengan tinggi anak-anak dengan PJB sianotik lebih terpengaruh dibandingkan dengan anak-anak dengan PJB tidak sianotik. Sesak napas adalah salah satu gejala PJB yang dapat menjadi lebih buruk bagi bayi yang menyusui. Selain itu, ditemukan juga bahwa pemborosan (kurus) signifikan pada kelompok PJB tidak sianotik akibat malnutrisi akut.
Gangguan perkembangan yang dialami oleh anak-anak dengan PJB berhubungan dengan risiko malnutrisi. PJB bawaan menyebabkan kondisi hipermetabolik, sementara asupan nutrisi cenderung kurang. Kondisi malabsorpsi usus juga seringkali menyebabkan anak-anak kehilangan nafsu makan. Karena malnutrisi ini, anak-anak dengan PJB cenderung lesu dan terbatas dalam aktivitas sehari-hari. Akibatnya, perkembangan keterampilan motorik mereka terhambat. Pada anak-anak dengan PJB, aspek perkembangan motorik kasar dan motorik halus paling sering terpengaruh dibandingkan dengan aspek bahasa-bicara dan sosialisasi. Gangguan motorik ini lebih umum terjadi pada anak-anak dengan PJB sianotik. Oleh karena itu, tingkat hipoksia, skrining perkembangan, dan penilaian status pertumbuhan harus dilakukan secara teratur pada anak-anak dengan PJB.
Penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan pada pasien pascaoperasi perbaikan PJB tidak sianotik masih perlu dilakukan, terutama di Indonesia. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi gagal tumbuh pada pasien pascaoperasi akibat nutrisi yang tidak memadai. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang berkontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang buruk pada anak-anak dengan PJB. Peningkatan pendidikan dan pemahaman tentang manajemen gizi dan pengembangan anak pada pasien dengan PJB penting untuk memberikan perawatan yang holistik bagi mereka.
Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak-anak dengan PJB, pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter, ahli gizi, dan tenaga rehabilitasi diperlukan. Asupan nutrisi yang memadai dan penanganan masalah pertumbuhan dan perkembangan secara tepat dapat membantu meningkatkan kualitas hidup anak-anak dengan PJB. Selain itu, dukungan keluarga juga penting dalam membantu anak-anak mengatasi tantangan yang dihadapi mereka. Selain faktor nutrisi, penting juga untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas hidup anak-anak dengan PJB. Misalnya, pendidikan kesehatan yang memadai kepada orang tua dan keluarga mengenai penyakit ini sangat penting. Dengan pemahaman yang baik tentang PJB, orang tua dapat lebih siap dalam menghadapi tantangan yang mungkin timbul dan dapat memberikan perawatan yang lebih baik untuk anak mereka.
Selain itu, dukungan psikososial juga krusial bagi anak-anak dengan PJB. Mereka mungkin mengalami stres dan kecemasan karena kondisi kesehatan mereka yang berbeda. Penting bagi mereka untuk merasa didukung dan diterima oleh keluarga, teman, dan komunitasnya. Pembentukan kelompok dukungan atau konseling psikologis dapat membantu anak-anak ini mengatasi stres dan mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan. Upaya pencegahan juga penting dalam mengurangi jumlah kasus PJB. Pemeriksaan prenatal yang komprehensif dan pemantauan yang baik selama kehamilan dapat membantu mendeteksi adanya kelainan jantung pada janin. Hal ini memungkinkan intervensi dini dan perawatan yang tepat setelah kelahiran. Edukasi kepada masyarakat mengenai faktor risiko PJB dan pentingnya perawatan prenatal yang baik juga harus dilakukan.
Dalam hal pengobatan, perkembangan teknologi medis telah memberikan harapan baru bagi anak-anak dengan PJB. Terobosan dalam operasi jantung anak-anak dan perawatan pascaoperasi telah meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup mereka. Namun, akses terhadap perawatan tersebut masih menjadi masalah di beberapa wilayah, terutama di daerah pedesaan atau daerah yang kurang berkembang. Upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas perawatan kesehatan yang memadai bagi anak-anak dengan PJB di seluruh wilayah.
Dalam kesimpulannya, penyakit jantung bawaan merupakan masalah serius yang memengaruhi banyak anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Upaya pencegahan, pendidikan kesehatan, dukungan psikososial, dan peningkatan akses terhadap perawatan medis yang memadai adalah langkah-langkah penting yang harus diambil untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak dengan PJB. Dengan perawatan yang holistik dan dukungan yang memadai, diharapkan mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta mencapai potensi mereka yang penuh.
Penulis: Heroe Soebroto, dr.Sp.B-BTKV(K)
Jurnal: https://www.balimedicaljournal.org/index.php/bmj/article/view/4205