Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang semakin marak di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2019, prevalensi gangguan depresi pada kelompok usia 15-24 tahun mencapai angka 6,2%. Mahasiswa perempuan, sebagai kelompok yang rentan terhadap tekanan akademik, sosial, dan emosional, memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Melati Octavia Febriana dan Jayanti Dian Eka Sari dari Universitas Airlangga, Banyuwangi, mengkaji hubungan antara harga diri dan tingkat depresi pada mahasiswi di wilayah tersebut.
Pentingnya Harga Diri dalam Kesehatan Mental
Harga diri, atau persepsi individu tentang nilai diri mereka, memegang peranan penting dalam menjaga kesehatan mental seseorang. Penelitian ini menggunakan skala Rosenberg Self-Esteem Scale (SES) untuk mengukur harga diri, serta Beck Depression Inventory (BDI) untuk menilai tingkat depresi. Sebelumnya, berbagai studi telah menunjukkan bahwa individu dengan harga diri rendah cenderung lebih mudah mengalami depresi. Penelitian ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman ini dengan fokus pada populasi mahasiswi di Banyuwangi.
Metode Penelitian
Penelitian ini melibatkan 81 mahasiswi dari berbagai jurusan di Universitas Airlangga, Banyuwangi, yang dipilih melalui metode sampling acak. Responden diminta mengisi kuesioner secara daring melalui Google Form. Analisis data dilakukan menggunakan korelasi Pearson untuk melihat hubungan antara dua variabel utama: harga diri dan depresi.
Temuan Utama
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tingkat harga diri dan tingkat depresi pada mahasiswi. Korelasi ini diukur dengan koefisien sebesar -0,457, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri seseorang, semakin rendah tingkat depresinya, dan sebaliknya. Bahkan, sekitar 20,9% variasi tingkat depresi pada mahasiswi dapat dijelaskan oleh tingkat harga diri mereka.
Sebanyak 11,1% responden dalam penelitian ini memiliki tingkat harga diri yang rendah, sementara 7,4% responden menunjukkan gejala depresi berat. Sebagian besar dari mereka yang mengalami depresi berat berada pada semester akhir perkuliahan, yang mengindikasikan bahwa tekanan akademik juga berperan dalam meningkatkan risiko depresi.
Pengaruh Lingkungan Sosial dan Akademik
Penelitian ini juga menyoroti bahwa mahasiswi menghadapi berbagai tantangan akademik dan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Tekanan untuk mencapai prestasi akademik, menjaga hubungan sosial yang sehat, serta adaptasi dengan perubahan lingkungan kuliah merupakan faktor-faktor yang dapat memicu stres dan depresi. Sebaliknya, dukungan sosial yang positif dan lingkungan yang mendukung dapat meningkatkan harga diri dan membantu mengurangi risiko depresi.
Kesimpulan
Penelitian ini menekankan pentingnya menjaga dan meningkatkan harga diri untuk mencegah depresi, terutama di kalangan mahasiswi yang rentan terhadap tekanan akademik dan sosial. Intervensi berupa dukungan sosial yang positif, program kesehatan mental di kampus, serta edukasi tentang pentingnya kesehatan mental menjadi langkah krusial dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan psikologis mahasiswi.
Sebagai penutup, meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara harga diri dan depresi adalah langkah penting untuk mencegah meningkatnya angka depresi di kalangan generasi muda. Dengan dukungan yang tepat, mahasiswi dapat meraih masa depan yang lebih cerah, bebas dari belenggu depresi, dan penuh dengan kepercayaan diri yang kuat.
Penulis: Jayanti Dian Eka Sari, S.KM., M.Kes.
Link: https://knowdyn.org/index.php/hd/article/view/hd10905/10905
Baca juga: Faktor Penyebab Stres dan Depresi di Kalangan Tenaga Kesehatan