Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi jamur yang umum terjadi pada banyak wanita, dengan sekitar 70-75% mengalami setidaknya sekali seumur hidup. Setiap tahun, sekitar 138 juta wanita di seluruh dunia mengalami KVV. Di Indonesia, studi tahun 2013 menunjukkan bahwa 0,7% wanita yang mengunjungi klinik dermatologi mengalami KVV, terutama pada usia 15-44 tahun. KVV sering menyebabkan gejala seperti gatal dan keluarnya cairan yang sering kali diabaikan sebagai bagian dari siklus menstruasi. Jika tidak segera terobati, KVV bisa menjadi kronis dan menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius. Banyak wanita yang mengobati sendiri dengan obat antijamur yang dijual bebas, yang dapat menyebabkan resistensi obat.
Kontrasepsi hormonal, seperti pil dan suntikan sudah umum di Indonesia untuk perencanaan keluarga. Namun, metode ini dapat meningkatkan risiko infeksi, termasuk KVV. Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal mungkin tiga kali lebih mungkin mengalami KVV. Mungkin karena perubahan pada area serviks yang membuatnya lebih rentan terhadap infeksi. Studi ini bertujuan untuk menyelidiki apakah kontrasepsi hormonal secara signifikan meningkatkan risiko KVV. Menggunakan data dari pasien di RSUD Dr. Soetomo dari tahun 2017 hingga 2020.
Studi ini fokus pada wanita tanpa KVV yang mengunjungi Unit Rawat Jalan IMS di RSUD Dr. Soetomo dari Januari 2017 hingga Desember 2020. Cakupan studi ini wanita berusia 18-49 tahun dan mengecualikan mereka yang hamil, pascamenopause, atau memiliki data yang tidak lengkap. Dari 308 pasien di klinik, 132 (42,9%) mengalami KVV, dan 84 (27,3%) menggunakan kontrasepsi hormonal. Studi menemukan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal meningkatkan risiko KVV sebanyak 3,4 kali lipat, tanpa memperhatikan riwayat IMS atau masalah kekebalan tubuh. Secara khusus, pil kontrasepsi oral meningkatkan risiko sebanyak 2,3 kali lipat. Sedangkan metode hormonal lainnya seperti suntikan atau implan meningkatkan risiko sebanyak 8,7 kali lipat. Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki peluang 58,8% mengalami KVV, dengan wanita yang menggunakan pil oral sebesar 49,5% dan wanita yang menggunakan metode hormonal lainnya sebesar 78,6%.
Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal secara signifikan meningkatkan risiko kandidiasis vulvovaginalis (KVV). Wanita dengan riwayat IMS dan kondisi kesehatan tertentu juga lebih mungkin mengembangkan KVV. Studi ini menekankan perlunya edukasi yang lebih baik mengenai risiko kontrasepsi hormonal. Wanita harus mendapat informasi tentang risiko ini, edukasi untuk melakukan pemeriksaan rutin, dan persuasi untuk menjaga kebersihan yang baik untuk membantu mencegah KVV. Secara keseluruhan, temuan ini menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran dan perawatan pasien untuk mengurangi risiko KVV yang terkait dengan penggunaan kontrasepsi hormonal.
Penulis : Dwi Murtiastutik,dr.,Sp.KK (K) FINSDV
Link: https://www.jpad.com.pk/index.php/jpad/article/view/2534
Baca juga: Sebuah Kasus Pedikulosis Kapitis dengan Komplikasi Infeksi Sekunder dan Anemia