Universitas Airlangga Official Website

Hubungan Kekeluargaan dan Upaya untuk Mempertahankan Perkawinan dalam Atomistic Family

Ilustrasi by Kumparan

Di tengah perkembangan masyarakat, akibat modernisasi dan industrialisasi, terjadi perubahan sosial yang begitu luas dan bentuk keluarga pun juga mengalami perubahan. Fenomena baru yang terjadi belakangan adalah semakin banyaknya keluarga yang tidak hidup dalam satu rumah. Hal ini terjadi karena semakin banyak istri bekerja di sektor publik. Istri yang bekerja di sektor publik seringkali harus terpisah dari pasangannya karena tuntutan pekerjaan. Dampak baiknya, perekonomian mereka tercukupi tetapi di samping itu terdapat dampak buruk pada hak dan kewajiban sumi dan istri tidak terpenuhi (Suratno & Suhasti, 2015). Bagi mereka yang tidak tinggal satu rumah dengan keluarga, salah satu cara yang dilakukan adalah berkomunikasi melalui sarana komunikasi digital (Fachrunnisa, 2018; Jensen, Sheller & Wind, 2014; Liu & Leung, 2017). Tidak jarang pula, bagi pasangan yang sudah memiliki anak, anggota-anggota keluarga hidup secara berjauhan. Antara suami, istri dan anak tidak berdomisili di satu rumah. Banyak anak yang dibesarkan oleh kakek-neneknya, bahkan oleh orang lain karena bapak dan ibu bekerja di luar kota. Keluarga yang tinggal secara berjauhan ini memengaruhi pola asuh terhadap anak dan memengaruhi kemandirian dan kognitif anak (Latifah, Krisnatuti & Puspitawati, 2016). Pengasuhan yang dilakukan oleh bukan kakek nenek bersifat permisif sehingga mempengaruhi self help general dan locomotion pada anak (Raikes et al, 2019; Bascal, Tupas & Hernandez, 2016; Wilson et al, 2019).

Struktur keluarga telah mengalami perubahan yang cukup signifikan selama satu abad terakhir; konsep ‘keluarga’ menjadi lebih cair. Di dunia Barat jumlah anggota rumah tangga mengalami penurunan, munculnya bentuk-bentuk hubungan baru, seperti kohabitasi, hidup terpisah, peningkatan jumlah perceraian, keluarga orang tua tunggal, dan keluarga tidak lagi hidup di bawah atap yang sama dengan keluarga inti (Mortelmans, Matthijs, Alofs, & Segaert, 2016). Dari tahun 1960 dan seterusnya, perubahan ini terjadi begitu cepat karena faktor sosial ekonomi, teknologi dan budaya. Pada keluarga modern, pernikahan tidak lagi dipandang sebagai bagian dari konsekuensi hukum dan pendidikan sehingga fenomena seperti kohabitasi adalah hal biasa (Rhoades et al, 2015; Lundberg, Pollak & Stearns, 2016; MaslauskaitÄ— & BaublytÄ—, 2014). Dalam hal ini, keluarga modern juga berkaitan dengan perubahan fungsi dan peran keluarga (Blossfeld, 2019). Cliquet (2003) mengemukakan tiga kelompok utama karakteristik keluarga: yang berkaitan dengan perilaku relasional (kemitraan), perilaku reproduksi (orang tua) dan perilaku antar generasi (difokuskan pada kondisi hidup orang tua). Perubahan lain yang penting bagi keluarga dan struktur keluarga di banyak negara yaitu peningkatan partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja. Partisipasi perempuan dalam tenaga kerja membawa pengaruh terhadap berkurangnya quality time dengan keluarga (Tilly & Scott, 2016).

Globalisasi telah memunculkan fenomena dan bentuk keluarga baru, yaitu atomistic family, di mana dalam keluarga ini suami istri tidak tinggal serumah. Penelitian ini mengungkap hubungan kekeluargaan dalam keluarga atomistik dan upaya-upaya yang dilakukan oleh suami atau istri pada keluarga atomistik dalam mempertahankan perkawinan. Studi ini menggunakan metode kualitatif dan mewawancarai suami atau istri yang tidak tinggal serumah. Studi ini menemukan suami atau istri yang bekerja di sektor publik seringkali harus terpisah dari pasangannya karena tuntutan pekerjaan. Tidak jarang pula, bagi pasangan yang sudah memiliki anak, anggota-anggota keluarga hidup secara berjauhan. Antara suami, istri dan anak tidak berdomisili dalam satu rumah. Banyak anak yang dibesarkan oleh kakek-neneknya karena bapak dan ibu bekerja di luar kota. Ada berbagai cara yang dilakukan untuk tetap mempertahankan kelangsungan rumah tangga. Suami istri harus saling mempercayai pasangannya. Interaksi antar anggota keluarga dilakukan dalam bentuk bertemu secara tatap muka, juga berkomunikasi melalui telepon, media jejaring sosial. Tatap muka yang dilakukan pun cukup bervariasi, ada yang satu minggu sekali, ada yang sebulan sekali dan bahkan ada yang enam bulan sekali. Studi ini menyimpulkan bahwa mereka yang memiliki kondisi ekonomi lebih mapan, frekuensi bertemu dengan pasangan lebih banyak jika dibandingkan dengan mereka yang secara ekonomi lebih lemah. Studi ini menemukan beberapa keunikan yang muncul dalam kehidupan atomistic family. Atomistic family memiliki fungsi latent dalam meredam konflik. Interaksi sosial dalam keluarga atomistic yang tidak memungkinkan anggota keluarga untuk bertatap muka setiap hari, justru memunculkan fenomena yang sangat menarik, di mana perbedaan tempat tinggal anggota keluarga justru menjadi salah satu faktor bertahannya keluarga.

Penulis: Siti Mas’udah

Judul Jurnal: Familial relationships and efforts in retention of

marriage among atomistic families in Indonesia