Vitiligo merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan satu atau lebih bercak berwarna putih karena hilangnya sel melanosit (sel penghasil melanin/pigmen) di kulit. Angka kejadian vitiligo berkisar antara 0.5-2% diseluruh dunia. Penelitian retrospektif oleh Hutomo dkk pada tahun 2012 menyatakan bahwa antara tahun 2009-2011, terdapat 0.35% pasien baru vitiligo di Unit Rawat Jalan (URJ) Kulit dan Kelamin RSUD Dr Soetomo.
Vitiligo Area Scoring Index (VASI) merupakan metode pengukuran kuantitatif yang dikembangkan oleh Hamzavi dkk di Vancouver pada tahun 2004. Metode VASI merupakan metode semiobjektif terstandar untuk mengukur luas, tingkat keparahan, dan persentase de/repigmentasi pasien vitiligo dan mudah dilakukan oleh dokter. Tingkat keparahan vitiligo dinilai untuk menentukan prognosis (prediksi perjalanan penyakit) dan pilihan pengobatan, serta sebagai dasar untuk menilai kemanjuran terapi.
Vitiligo jarang menyebabkan penyakit medis yang serius, namun vitiligo dapat menimbulkan gangguan psikologis yang besar pada penderitanya. Kebanyakan orang dengan kondisi ini mengalami perasaan malu, self-esteem (SE) yang rendah, dan terisolasi akibat kondisi tersebut. Self-esteem merupakan persepsi individu tentang diri sendiri sebagai seseorang yang berharga, merasa cukup, rajin, efektif, dan sukses.
Menurut Khattri dkk pasien vitiligo umumnya memiliki skor SE yang lebih rendah dibandingkan populasi umum. Self-esteem dapat diukur menggunakan kuisione Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) yang dikembangkan oleh Rosenberg pada tahun 1965.
Vitiligo juga dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap kualitas hidup penderitanya. Kualitas hidup merupakan konsep luas yang ditentukan tidak hanya oleh faktor kesehatan tetapi juga oleh beberapa faktor non medis, antara lain situasi sosial ekonomi, tingkat kemandirian profesional, karakter, keadaan psikologis, hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan, serta oleh kebahagiaan, aspirasi, keyakinan, asumsi, dan pengalaman keagamaan.
Pasien dengan penyakit kulit di Indonesia dapat dievaluasi kualitas hidupnya dengan kuisioner Dermatology Life Quality Index (DLQI). Karena rasa gatal, sisik, dan rasa tidak nyaman jarang muncul pada pasien vitiligo, penilaian kualitas hidup yang lebih mendalam diperlukan bagi penderita vitiligo dibandingkan yang diberikan oleh DLQI.
Vitiligo Specific Quality of Life (VitiQol) merupakan instrumen khusus untuk pasien vitiligo yang bertujuan untuk menilai dampak efek kulit dalam 1 bulan terakhir terhadap stigma, terbatasnya partisipasi, dan perilaku pasien. VitiQol telah banyak dikembangkan dan telah teruji validitas dan reliabilitasnya di beberapa negara. Kuisioner VitiQoL telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia, diverifikasi, dan diuji reliabilitasnya di Surabaya, Indonesia pada penelitian ini.
Penelitian ini melibatkan 39 pasien vitiligo di Unit Rawat Jalan (URJ) Kulit dan Kelamin RSUD Dr Soetomo. Penentuan tingkat keparahan penyakit vitiligo dengan menilai skor Vitiligo Area Scoring Index (VASI) dilakukan pada pasien. Bercak vitiligo di daerah kepala dan leher, tangan, ekstremitas atas, badan, ekstremitas bawah, dan kaki dihitung untuk menilai area VASI. Self-esteem pasien vitiligo dinilai dengan kuisioner RSES. Kuisioner RSES terdiri dari 10 pertanyaan, dengan skala 0-3 (sangat setuju=3, setuju =2, tidak setuju=1, dan sangat tidak setuju=0). Skor lebih dari 25 menunjukkan self esteem tinggi, skor 15-25 dalam rentang normal atau standar, sedangkan skor di bawah 15 menunjukkan self esteem yang rendah.
Kualitas hidup pasien dinilai dengan kuisioner DLQI dan VitiQol. Terdapat 15 pertanyaan di kuisioner VitiQol, dan masing-masing diberi skor pada skala tujuh poin yang bervariasi dari 0 (tidak sama sekali), hingga 6 (setiap saat). Nilai akhir bervariasi dari 0 hingga 90 poin. Pasien dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup yang lebih buruk.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan VASI dengan pengaruh vitiligo pada pasien yang dinilai dengan kuesioner DLQI dan VitiQol, dan tidak terdapat pengaruh vitiligo terhadap self-esteem yang dinilai dengan kuesioner RSES.
Penulis : dr. Sawitri, Sp.DVE, Subsp D.A. FINSDV, FAADV
Informasi lengkap dari artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di :