Kualitas industri film nasional setiap tahun mengalami perkembangan. Meskipun pandemi Covid-19 membuat chaos di tahun 2020 sampai 2021, namun industri ini berhasil bangkit dan pulih. Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia melalui laporan Indikator Makro Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2022/2023 menyatakan bahwa sektor film, animasi, dan video mengalami pemulihan paling cepat di tahun 2022 sebesar 38,15% sejalan dengan pertumbuhan layanan OTT (Over The Top) dan produksi series original dalam negeri. Pertumbuhan sektor film, animasi dan video berada di urutan kedua setelah sektor seni rupa 64,26% dan lebih unggul dari sektor musik 33,50%. Laporan LPEM FEB UI bersama PwC Indonesia juga menyatakan bahwa industri layar Indonesia di tahun 2022 telah berkontribusi terhadap PDB sebesar 81 triliun dan telah menciptakan 387.000 lapangan kerja.
Film box office Indonesia yang berhasil mendapatkan rekor film terlaris sepanjang masa adalah KKN di Desa Penari. Film ini menjadi film yang semua masyarakat Indonesia tunggu-tunggu karena kumpulan cerita horornya yang sangat viral di Twitter. Setelah sempat mengalami penundaan penayangannya. Momen pemulihan pasca pandemi tim KKN di Desa Penari manfaatkan untuk segera rilis di bulan April 2022. Film ini membuka gerbang baru bagi industri film nasional untuk kembali bangkit, optimis dan berkembang di era digital ini. Meskipun industri film mengalami pemulihan, terdapat potensi masalah atau isu-isu yang perlu pembahasan, terutama terkait regulasi media streaming dan OTT. Pemerintah telah mengeluarkan rancangan undang-undang (RUU) yang mengatur mengenai layanan penyiaran ini.
Lalu bagaimana RUU tersebut dapat memberi dampak yang baik terhadap perkembangan industri film di tanah air? Mari kita bedah lebih lanjut!. Dalam rancangan undang-undang penyiaran, terdapat sejumlah isu utama yang kemungkinan akan berdampak besar bagi industri perfilman Indonesia. Isu-isu tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa kategori. Kategori pertama berkaitan dengan regulasi dan kebijakan mengenai pembatasan konten, persyaratan ijin, lisensi, pajak dan regulasi keuangan. Kategori kedua mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual dan kategori terakhir menyangkut kompetisi pasar khususnya persaingan dengan konten asing.Â
Peran Pemerintah
Pemerintah telah berupaya untuk melakukan pengawasan dan penyaringan terhadap berbagai konten siaran yang dapat diakses secara langsung. Seperti melakukan pembatasan konten berdasarkan usia, jenis konten, durasi tayang dan lainnya. Hal itu perlu ada untuk melindungi nilai-nilai budaya dan moral yang ada di Indonesia. Di sisi lain, pembatasan konten ini dapat memberikan beberapa hambatan kepada para pekerja di industri film. Beberapa hambatan yang mungkin terjadi adalah hambat kreativitas dan kebebasan berekspresi. Hal ini juga dapat mengisolasi industri film Indonesia dari tren dan perkembangan global.
Selain itu, ini juga membatasi para produsen film untuk berkolaborasi di kancah internasional. Selain itu, para produsen film independen, yang baru saja membuka rumah produksi atau yang sedang berkembang mungkin akan memiliki kendala dalam hal persyaratan perizinan atau lisensi. Terutama karena perizinan yang terlalu ketat dan memberatkan, terkait perizinan usaha, penggunaan spektrum, perpanjangan izin hingga biaya perizinan yang tinggi. Berbagai aturan mengenai pajak dan keuangan bagi industri film Indonesia juga perlu produsen film perhatikan. Perlu produsen perhatikan karena bersifat kompleks dan dapat berubah secara periodik. Apalagi proses administrasi perpajakan yang panjang, rumit dan memakan waktu. Untuk itu para produsen film dapat menyiapkan tim khusus yang bertugas untuk menangani urusan pajak dan keuangan.
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
Kemudian isu mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual, sepertinya sudah menjadi isu yang umum di industri kreatif Indonesia. Khusus untuk industri film, banyak sekali masalah-masalah yang nyata kita hadapi setiap hari, seperti beredarnya potongan-potongan adegan film di berbagai media sosial. Potongan-potongan adegan tersebut para penonton ambil langsung tanpa izin ketika berada di bioskop atau dari beberapa aplikasi streaming film lainnya. Selain itu, karena masyarakat Indonesia merasa bahwa biaya berlangganan layanan aplikasi streaming film terlalu mahal, mereka berusaha untuk mengkonsumsi film-film tersebut secara gratis dari aplikasi atau website illegal. Bahkan mereka mengunduh, menggunakan dan mendistribusikan film-film tersebut dalam jumlah banyak secara bajakan. Tindakan-tindakan tersebut merupakan pelanggaran hak cipta yang dapat merugikan tidak hanya pihak pembuat film tapi juga secara luas industri film dan pemerintah.
Selanjutnya untuk kompetisi dan pasar, industri film lokal memiliki tantangan karena menghadapi persaingan dengan konten-konten negara lain yang lebih maju secara teknologi dan memiliki pangsa pasar yang lebih besar. Berdasarkan artikel yang majalah online Marketeers (2023) tulis menunjukkan bahwa Vidio.com sebagai salah satu platform OTT di Indonesia melakukan pendataan terkait pentingnya pengembangan konten lokal dalam pasar hiburan digital Indonesia. Terdapat 34% masyarakat Indonesia yang lebih memilih konten lokal dan tertinggi jumlahnya dari negara-negara lainnya di kawasan ASEAN. Sementara, masih terdapat 66% masyarakat yang lebih menyukai konten-konten dari luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa konten-konten penyiaran lokal memiliki potensi besar untuk berkembang, sehingga perlu ada peningkatan kualitas dan produksi konten yang lebih kreatif dan inovatif. Tidak hanya menarik tapi juga dapat bersaing dengan konten-konten internasional yang masih memiliki pangsa pasar di Indonesia.
Layanan OTT
Tiga kategori isu tersebut harus diprediksi dari awal untuk diantisipasi dan ditangani secara tepat. Hal ini sangat penting untuk memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri film lokal secara berkelanjutan. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai regulator dan pembuat kebijakan utama. Pemerintah perlu menyeimbangkan pembatasan konten dengan memberikan ruang yang cukup bagi para pekerja di industri film untuk berekspresi menuangkan kreativitas. Untuk persyaratan perizinan dan lisensi sebaiknya dibuat lebih sederhana dan mudah dijangkau. Pada penelitian dari Aurellia dkk. (2024) menekankan bahwa perlu ada regulasi yang berlaku secara sah dan efektif terhadap layanan OTT, serta perubahan pada kebijakan pajak dan PNBP agar pendapat dari layanan OTT dapat terkumpul secara adil dan efisien oleh negara. Hal ini perlu ada untuk mengoptimalkan pendapatan negara dari layanan OTT yang terus berkembang di Indonesia.Â
Incekara dkk. (2013) merekomendasikan perlunya kebijakan dan insentif skala global dari pemerintah negara untuk meningkatkan ekspor film dan produksi bersama, melindungi hak kekayaan intelektual, menyediakan dukungan modal, pemasaran nasional dan kompetensi teknologi. Hal ini penting untuk ditindaklanjuti guna mempersiapkan industri film nasional untuk berkembang secara kompetitif di level internasional. Selain itu, hal yang sangat penting untuk dilakukan pemerintah adalah perlu melakukan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Dengan kerjasama yang erat, layanan OTT dalam industri film di Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan global untuk berkembang secara terus-menerus memberikan kontribusi ekonomi dan budaya yang positif bagi negara.
Penulis: ANASTASIA ENIKE HANORSIAN
BACA JUGA: Pestapora Festival Musik untuk Peningkatan Perekonomian Indonesia