Tembakau merupakan salah satu komoditas unggulan pada sektor pertanian. Berdasarkan data kementerian Pertanian (Kementan), produksi tembakau Indonesia pada 2021 diperkirakan mencapai 261.011 Ton. Jawa Timur menjadi provinsi dengan produksi tembakau terbesar di Indonesia yakni sebanyak 139.069 Ton pada 2020.
Produksi tembakau yang sangat besar ini menghasilkan komoditas yang berperan untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara dengan produksi rokok terbesar di dunia. Selain itu, tembakau Indonesia juga menjadi salah satu komoditas ekspor yang menghasilkan devisa yang besar bagi Indonesia dengan nilai ekspor mencapai Rp1,06 triliun pada periode Januari-Desember 2021.
Salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional yaitu Industri Hasil Tembakau (IHT). Sumbangan sektor IHT meliputi penyerapan tenaga kerja, pendapatan negara melalui cukai, serta menjadi komoditas yang penting bagi petani karena produksinya yang banyak dari hasil perkebunan tembakau dan cengkeh. Dalam tujuh tahun terakhir, Cukai Hasil Tembakau (CHT) mendominasi penerimaan negara dengan menyumbang pendapatan terbesar. Pada tahun 2021, CHT menyumbang Rp188,81 triliun untuk perekonomian Indonesia.
Selain penerimaan dari CHT, IHT juga memberi kontribusi besar dalam sektor ketenagakerjaan. Serapan tenaga kerja di sektor manufaktur dan distribusi pada tahun 2019 mencapai 4,28 juta orang dan pada sektor perkebunan sebesar 1,7 juta orang. Jumlah ini menempatkan sektor tembakau menjadi sektor kelima terbesar di tanah air dalam hal penyerapan tenaga kerja. Hal inilah yang menjadi pentingnya industri hasil tembakau yang telah menopang perekonomian Indonesia.
Kebijakan Cukai di Indonesia
UU No 39 tahun 2007 menjelaskan bahwa Cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan UU merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan. Pungutan cukai ini dapat dikenakan terhadap barang yang masuk dalam kategori barang mewah dan/atau memiliki nilai yang tinggi serta bukan merupakan kebutuhan pokok.
Biaya CHT yang telah ditetapkan mengalami kenaikan rata-rata dua belas persen mulai 1 Januari 2022. Kenaikan tarif ini tentunya juga akan meningkatkan harga rokok.. Pemerintah mengharapkan dengan kebijakan kenaikan tarif CHT tersebut akan membuat konsumsi rokok akan mengalami penurunan. Sebab kebijakan ini juga merupakan salah satu instrumen peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang termasuk dalam agenda untuk meningkatkan produktivitas nasional.
Namun, hal ini tidak hanya berdampak pada sisi konsumsi, kenaikan tarif CHT ini juga berimbas pada sisi produksi. Dikutip dari laman berita liputan6.com terdapat kurang lebih 4.000 buruh pabrik rokok yang mengalami PHK pada awal tahun 2022 ini. Industri rokok yang telah mengalami tekanan akibat penurunan konsumsi masyarakat saat pandemi berlangsung, kini semakin ditekan dengan tarif pungutan cukai yang mengalami kenaikan. Sehingga untuk memangkas biaya produksi, perusahaan yang bergerak dalam industri rokok ini mengurangi penggunaan input tenaga kerjanya. Meskipun kebijakan kenaikan tarif CHT itu bukan menjadi satu-satunya alasan terjadi PHK, hal ini juga tetap menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan pengangguran di Indonesia.
Dampak Rokok Bagi Kesehatan
Pertumbuhan jumlah perokok aktif di seluruh dunia terus bertumbuh sejak dimulainya revolusi industri. Hal tersebut membuat isu tentang asap rokok menjadi permasalahan internasional di setiap masa. Hingga kini, masih banyak masyarakat yang meyakini bahwa bahaya rokok hanyalah omong kosong belaka, bahkan memandang sebagai sesuatu yang dapat menenangkan pikiran serta simbol dari kejantanan. Namun, kenikmatan rokok harus dibayar dengan harga mahal, bahaya serta dampak laten rokok yang langsung maupun tidak langsung terus menghantui jutaan perokok diluar sana.
Dengan aturan pemerintah mengenai penetapan cukai terhadap produk tembakau, hal itu menunjukan bahwa rokok bukanlah hal baik untuk dikonsumsi. Hasil penelitian Centers for Disease Control and Prevention, perokok memiliki risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker paru-paru hingga empat kali lebih besar. Hal itu terbukti, bukan hanya penyakit jantung hingga stroke, rokok pun dapat menyebabkan kanker mulut, esophagus, faring, laring, paru, pankreas, kandung kemih, hingga penyakit pembuluh darah. Potensi itu bertambah parah ketika memiliki kebiasaan meminum alkohol.
Merokok juga dapat menimbulkan beban dan dampak tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan orang disekitarnya. Perokok pasif mendapatkan dampak yang jauh lebih buruk dari perokok aktif, karena tidak ada filter yang menghalangi masuknya asap ke dalam tubuh. Hal ini pun dapat memberikan contoh buruk bagi anak-anak untuk ikut mengkonsumsinya, padahal, sudah barang tentu hal itu dilarang. Merokok pun dapat menjadi pintu awal untuk konsumsi barang buruk lainnya, seperti miras, bahkan narkoba.
Akhirnya, industri tembakau sering menjadi dilema di antara para pembuat kebijakan. Ahli ekonomi akan berfokus kepada pemasukan serta penyerapan tenaga kerja yang tinggi dalam industri tembakau. Namun, lain halnya dengan ahli Kesehatan yang justru menentang hal tersebut. dampak laten rokok akan terus membayangi dalam jangka Panjang.
Penulis: Muhammad Ghufron Ariawan (Mahasiswa Ekonomi Islam)