Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Indonesia memiliki potensi besar dalam industri kreatif, khususnya desain interior dan arsitektur. Surabaya, Ibu Kota Provinsi Jawa Timur, telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dan transformasi urban yang signifikan. Pusat bisnis, perumahan mewah, dan pusat perbelanjaan modern bermunculan, menandakan peningkatan dalam industri properti dan konstruksi. Melihat hal ini, muncul tantangan tentang bagaimana integrasi unsur lokal dalam desain interior dan arsitektur modern. Tujuannya agar cagar budaya tidak tergerus oleh pengaruh globalisasi.
Studi kasus revitalisasi Kampung Peneleh di Surabaya menjadi contoh yang menarik dalam upaya mengintegrasikan budaya lokal dalam desain interior dan arsitektur pada cagar budaya. Kampung Peneleh adalah kampung tua di Surabaya yang memiliki sejarah panjang. Di wilayah tersebut terdapat bangunan dan situs bersejarah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata. Sebagai contohnya adalah rumah HOS Tjokroaminoto, tempat kelahiran Bung Karno, toko buku Peneleh, dan makam Belanda. Namun, masih terdapat beberapa tantangan dalam proses revitalisasi ini. Salah satunya adalah bagaimana pengembangan infrastruktur di dalam kampung dapat melibatkan komunitas untuk berkontribusi misalnya dalam peremajaan bangunan.
Studi oleh Gordin, V., & Matetskaya, M. (2011) memberi gambaran akan pentingnya interaksi antara warisan budaya dan industri kreatif, terutama dalam bidang arsitektur dan desain interior. Interaksi ini memungkinkan penggabungan unsur lokal ke dalam desain, menciptakan identitas yang kuat, sehingga dapat meningkatkan kesan pada pengunjung Kampung Peneleh. Interaksi antara industri kreatif dan warisan budaya juga dapat memicu inovasi desain. Arsitek dan desainer memanfaatkan warisan budaya sebagai sumber inspirasi. Pada akhirnya, hal Ini dapat membantu memperkaya tatanan arsitektur dan desain interior dengan komponen yang mencerminkan sejarah dan budaya lokal.
Seiring berjalannya waktu, Kampung Peneleh yang merupakan kampung tertua di Surabaya sekaligus situs peninggalan Belanda mulai kehilangan karakter dan identitas. Kondisi semakin parah akibat kurang familiernya masyarakat terhadap Kampung Peneleh. Penyebabnya adalah peralihan aktivitas penduduk yang mengalihfungsikan bangunan di sekitar Kampung Peneleh menjadi bangunan komersial dan gedung perkantoran (Panjaitan, 2014).
Menurut Surat Keputusan Walikota Surabaya Nomor 188.45/251/402.1.04/1996 dan 188.45/004/402.1.04/1998, kawasan Kampung Peneleh, tepatnya rumah HOS Tjokroaminoto telah menjadi bangunan cagar budaya di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Kesulitan yang rumit muncul pada bagian bersejarah kota, di mana konstruksi baru sering kali mengabaikan bangunan lama yang mengandung unsur sejarah.
Sebagai benda-benda warisan leluhur, cagar budaya memiliki kemungkinan untuk mengalami kerusakan dan bahkan hilang. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pelestarian cagar budaya. Pelestarian bangunan gedung cagar budaya harus memperhatikan beberapa kaidah. Misalnya dengan melakukan perubahan atau penambahan elemen baru sesedikit mungkin, mempertahankan keaslian sebanyak mungkin, dan melakukannya dengan penuh kehati-hatian serta tanggung jawab.
Kaidah-kaidah untuk menjaga cagar budaya itu telah ada dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 19 tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan. Menurut Peraturan Menteri, cara budaya adalah cagar warisan budaya yang berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan di darat dan di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Meski sudah ada aturan tetap, tetapi masih ada ketidakmaksimalan peraturan tersebut untuk ditaati. Masyarakat masih kurang memperhatikan pentingnya mempertahankan ciri khas, melindungi, maupun merawat bangunan atau lingkungan cagar budaya dari kerusakan. Bahkan, terdapat kekhawatiran akan potensi perusakan bangunan cagar budaya demi kepentingan modernitas. Pelestarian kawasan cagar budaya akan lebih efektif apabila melibatkan partisipasi aktif masyarakat, bukan hanya mengandalkan penetapan peraturan perlindungan semata.
Upaya pemugaran dan pengembangan Kampung Peneleh sebagai cagar budaya kini sedang dicanangkan. Hal ini akan membawa harapan baru untuk pelestarian budaya dan sejarah di Kota Surabaya. Cagar budaya yang merupakan benda, bangunan, dan situs bersejarah, memiliki keunikan tersendiri. Kini, cagar budaya tersebut akan mendapatkan perhatian yang lebih intensif untuk mencegah kerusakan dan mempertahankan keindahannya.
Komunitas, Pemerintah Kota Surabaya, dan berbagai pemangku kepentingan mulai menunjukkan komitmen mereka terhadap visi pelestarian ini. Mereka mulai bergerak menuju revitalisasi Kampung Peneleh yang akan mengembalikan dan memperkaya warisan budayanya. Pemrakarsa dari inisiasi ini adalah komunitas lokal bernama “Perkumpulan Begandring Soerabaia”. Komunitas ini bersinergi dengan TiMe Amsterdam, organisasi warisan sejarah Belanda yang mendapatkan pendanaan dari Dutch Culture, organisasi kebudayaan di bawah pemerintah Belanda.
Selain komunitas dan masyarakat, perlu adanya sinergi dengan pemerintah kota dan perguruan tinggi. Sinergi ini merupakan langkah positif untuk mengintegrasikan unsur budaya lokal sekaligus peluang dalam mengembangkan desain interior dan arsitektur di Kampung Peneleh Surabaya. Dengan keberadaan bangunan cagar budaya yang memiliki desain arsitektur seperti kolonial Belanda, Jawa, maupun pencampuran kedua budaya tersebut, Kampung Peneleh memiliki potensi untuk menjadi destinasi wisata yang menarik. Menurut Kartika (2017), kita dapat mengenali kawasan cara budaya melalui ciri khas, bentuk dan tampilan bangunan, karakteristik, serta pola perilaku masyarakat lokal, yang semua menggambarkan nilai-nilai sejarah yang penting.
Untuk mewujudkan revitalisasi Kampung Peneleh di Surabaya secara optimal, perlu regulasi yang mendukung pertumbuhan industri desain interior dan arsitektur serta melindungi cagar budaya yang ada. Sinergi antara pemerintah, komunitas lokal, dan pemangku kepentingan lainnya menjadi kunci dalam memastikan upaya ini berjalan dengan baik dengan memadukan kekayaan arsitektur dan keunikan wisata budaya kawasan tersebut.
Penulis: Lukman Taufik Tri Hidayat, Dian Wahyu Novitasari, Aasim Ahmad Khan