Universitas Airlangga Official Website

Kasus Trombosis Spontan yang Jarang Terjadi pada Aneurisma Serebral Sakular

Aneurisma serebral disebabkan oleh penonjolan pembuluh darah otak sehingga menyebabkan melemahnya dindingnya. Jenis yang tidak pecah biasanya tidak menunjukkan gejala pada beberapa pasien dan dapat dideteksi menggunakan computerized tomography angiography (CTA) atau pemeriksaan kesehatan terperinci. Selain itu, aneurisma yang membesar dan pecah seringkali menyebabkan pendarahan otak pada rongga tengkorak, ventrikel, dan subarachnoid. Aneurisma sakular umumnya dianggap memiliki risiko pecah lebih tinggi dibandingkan dengan fusiform.

Kondisi ini terkadang dapat menimbulkan beberapa komplikasi, termasuk trombosis spontan sebagian atau seluruhnya. Terjadinya komplikasi ini sangat jarang terjadi, dengan prevalensi trombosis pada aneurisma sakular diperkirakan sekitar 1%-2%. Trombosis intra-aneurisma spontan juga merupakan fenomena yang terdokumentasi dengan baik dan telah terjadi pada sekitar 50% aneurisma raksasa. Namun, kejadian trombosis aneurisma total jauh lebih rendah dan berkisar antara 13% dan 20%. Trombosis spontan jarang terjadi pada aneurisma non-raksasa, dan kejadiannya jarang dilaporkan. Lokasi yang paling umum termasuk arteri serebral tengah (MCA) (41%), arteri komunikasi posterior (Pcomm) (15%), dan arteri serebelar inferior posterior (PICA) (11%).

Terjadinya aneurisma serebral trombotik setelah pecah berhubungan dengan hipotensi, vasospasme, dan kerusakan dinding arteri. Insiden yang dilaporkan adalah 1%-2%, yang dapat meningkat hingga 3% pada pasien yang diobati dengan agen antifibrinolitik. Laporan ini menyajikan kasus seorang pasien dengan aneurisma serebral yang tidak pecah dan mengalami trombosis total Contoh Kasus: Seorang wanita berusia 40 tahun datang ke IGD RSUD Dr Soetomo Indonesia, dengan keluhan utama nyeri kepala hebat dan terus menerus selama 1 hari terakhir. Pasien juga mengeluhkan kejang yang ditandai dengan tidak sadarkan diri, serta tangan dan kaki menghentak. Selain itu, tidak ada keluhan kram wajah, lesu, badan lemas, atau gangguan buang air kecil dan besar. Pasien memiliki riwayat hipertensi tetapi tidak konsisten dengan penggunaan obat yang diresepkan. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda vital normal dan kewaspadaan tinggi, dengan defisit neurologis fokal berupa kekakuan leher. Pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap menunjukkan hasil normal. Pada pemeriksaan tomografi komputer (CT) kepala tanpa kontras, terdapat perdarahan subarachnoid yang luas, bilateral, disertai edema serebral difus ringan, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Pemeriksaan lanjutan dengan CTA kepala menunjukkan SAH pada bagian kepala. daerah temporoparietal, girus hipokampus, dan fisura sylvian kanan. Terdapat juga aneurisma sakular pada segmen M2 MCA kanan, posisi posterosuperior dengan panjang 4,3 mm dan lebar 3,4 mm, seperti terlihat pada Gambar 2. Pasien diberikan obat-obatan antara lain nimodipine 60 mg setiap 4 jam dan fenitoin 100 mg 100 mg setiap 8 jam, disertai terapi suportif lainnya. Selanjutnya kondisi membaik dan tidak ada sakit kepala serta kejang berulang. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan DSA ad hoc coiling untuk pemeriksaan pasca perawatan. Hasil pemeriksaan DSA menunjukkan tidak ada dome aneurisma pada bifurkasi MCA kanan, namun masih terlihat sisa aneurisma berupa lepuh.

Penulis: Achmad Firdaus Sani, dr.,Sp.S

Jurnal: A rare case of spontaneous thrombosis in saccular cerebral aneurysm in a patient with subarachnoid hemorrhage