Universitas Airlangga Official Website

Kebijakan Investasi Asing Indonesia di bawah Bayang-Bayang Ekonomi Oligarkhi

Kebijakan Investasi Asiang Indonesia di bawah Bayang-Bayang Ekonomi Oligarkhi
ilustrasi politik (foto: Media Harapan)

Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo memiliki prioritas untuk  membuat Indonesia menjadi tempat yang menarik bagi para investor, baik investor domestik maupun internasional. Langkah konkret yang telah diambil termasuk mengeluarkan dan mengubah beberapa peraturan yang menghambat investasi dan menyederhanakan prosedur serta mengurangi hambatan-hambatan yang tidak perlu dalam proses izin investasi. Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemerintah Indonesia harus mendengar suara pasar. Pemerintah berusaha untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memperkuat ekonomi nasional. Upaya untuk menarik investasi ini juga telah Jokowi lakukan dengan aktif berpartisipasi dalam forum-forum internasional seperti APEC CEO Summit di Beijing November 2014, ASEAN Summit di Manila April 2017, dan G-20 Summit di Hamburg Juli 2017. Berdasarkan catatan BKPM di tahun 2019, upaya ini berhasil mendatangkan investasi sampai 744 trilyun rupiah di periode awal kepemimpinannya. Untuk menarik investasi langsung, Jokowi juga menerapakan berbagai perubahan aturan dan membuatnya lebih liberal.

Akan tetapi perkembangan liberalisasi kebijakan ini terasa ambivalen. Liberalisasi juga harus imbang dengan kebijakan nasionalisme yang kuat. Sampai tahun 2015 saja, ada 199 regulasi dan kerangka kebijakan proteksi yang dikeluarkan oleh 14 kementrian dan agensi pemerintahan lainnya dengan alasan untuk meningkatkan produktifitas dalam negeri. Kebijakan proteksi ini jelas terlihat di sektor pertambangan. Selama tahun 2010 sampai 2013, sektor pertambangan ini mendapatkan realisasi investasi asing besar. Namun semenjak tahun 2014 jumlah realisasi investasi asing yang masuk ke sektor ini berkurang.

Pengaruh Oligarkhi

Penelitian ini mengeksplorasi pola kebijakan investasi asing pada masa periode pertama pemerintahan Joko Widodo. Penelitian ini menemukan bahwa Jokowi menerapkan kebijakan liberalisasi investasi asing kecuali pada sektor pertambangan. Kebijakan sektor tambang menekankan pada kontrol pemerintah dan kontrol oleh kalangan bisnis domestik. Pengecualian ini karena besarnya pengaruh kelompok oligarkhi ekonomi dan hubungan patron klien diantara elit di Indonesia. Untuk mendukung argument ini, kami menggunakan data trend investasi asing yang masuk ke Indonesia dalam waktu 2014 sampai 2019. Kami melakukan eksplorasi perubahan-perubahan kebijakan di sektor pertambangan, melakukan analisis pada struktur kapital dan kaitannya dengan jaringan kompleks hubungan patron klien yang terjadi yang kesemuanya menunjukkan karakter oligarkhi dari elit Indonesia.

Kebijakan Jokowi dalam investasi asing dianggap sebagai bukan bagian dari liberalisasi, melainkan bentuk dari developmentalisme dan legitimasi politik (Bland, 2020). Nasionalisasi di sektor pertambangan ini merupakan warisan dari masa presiden Yudhoyono yang Jokowi teruskan (Warburton, 2017; Devi & Prayogo, 2013). Pengaruh oligarkhi ini kuat karena elit bisnis juga terlibat dalam politik domestik. Mereka memainkan peran sebagai sipil dan elit pemerintah. Hal yang biasa terjadi sejak era Orde Baru. Oligarkhi ini kuat karena terbangun melalui ikatan perkawinan dan hubungan kekerabatan lainnya. Hubungan oligarkhi lainnya adalah lewat militer. Meski penghapusan dwi fungsi militer terkesan telat sejak era reformasi, namun pengaruh kuat militer di bisnis dan militer yang berbisnis masih sangat kuat menguasai BUMN dan pemerintahan (Winters, 2013; Bathoro & Kosandi, 2017).

Omnibus Law

Model pengaruh oligarkhi ini jelas terlihat dalam perumusan Omnibus Law. Omnibus Law ini mendapatkan banyak pertentangan publik. Perumusannya melibatkan banyak elit politik yang dekat dan menjadi tim kampanye Jokowi sebelumnya. Mereka  berbisnis di banyak sektor tambang dan energi. Oleh karenanya kebijakan investasi asing yang Jokowi terbitkan cenderung protektif untuk sektor-sektor strategis dan sarat lobi politik dalam perumusannya. Mereka ini elit bisnis domestik yang juga memiliki posisi politik. Airlangga hartarto, Luhut Panjaitan dan Erik Tohir yang menduduki jabatan mentri di kabinet Jokowi ada hubungannya dengan perusahaan tambang PT Multi Harapan Utama, PT Toba Sejahtera dan subsidiarinya PT Adaro Energy Tbk. Rosan Roeslani, ketua task force Omnibus Law, ada kaitannya dengan Bumi Mineral Sumber Daya dan PT Mitra Coal Pratama. Anggota task force lainnya seperti Shinta Kamdani merupakan representasi Sintesa Group; Raden Pardede ada kaitannya dengan PT Adaro Energy Tbk.; Bobby Umar berafiliasi dengan PT Bakrie Brothers Tbk dan PT Bumi Resources Tbk.; M. Arsjad Rasjid bagian dari  Indika Energy dan PT Kideco Jaya. Selanjutnya, Mardani Maming berkaitan dengan PT Barylicindan PT Maming; Pandu Sjahrir ada hubungannya dengan PT Toba Bara Sejahtera dan PT Adimitra Baratama Nusantara. Benny Soetrisno merepresentasikan PT Apac Inti Corpora. Sementara  Erwin Aksa adalah bagian dari Bosowa Group.

Kelompok kerja Omnibus Law juga berkaitan dengan perusahaan tambang dan tim kampanye Jokowi.  Arteria Dahlan, politikus PDIP juga terkait dengan Syabas Group; Lamhot Sinaga, politisi Golkar, berafiliasi dengan PT Bakrie Indo Infrastructure, PT Eswareco Tama, dan Sinergi Selaras Mandiri. Puan Maharani melalui suaminya Happy Hapsaro ada hubungannya dengan Odira Energy dan PT Rukun Raharja. Puan adalah ketua DPR dan politikus PDIP.  Azis Syamsudin, politisi Golkar dan berafiliasi dengan PT Sinar Kumala Naga; Rachmat Gobel adalah bagian dari Gobel Group, sekaligus politisi dari NasDem.

Kesimpulan

Melihat gambaran tersebut, peneliti mendapat kesimpulan bahwa oligarkhi mengelilingi Presiden Jokowi. Lingkungan oligarkhi presiden inilah yang lantas membentuk kebijakan invetstasi asingnya. Oleh karenanya kebijakan investasi asingnya disebut sebagai pseudo-liberal dimana mengundang investasi asing hanya di sektor-sektor non strategis. Tambahan, kebijakannya ini terbungkus dengan narasi nasionalisme yang sesungguhnya juga tidak terbukti. Distribusi kekayaan hanya ada dalam lingkaran elit kapitalisme, kalangan bisnis dan pemerintah.

Penulis: Citra Hennida, S.IP., MA.

Link: https://doi.org/10.1080/13547860.2024.2361575

Baca juga: Nanopartikel Liquid Smoke Sekam Padi sebagai Terapi Alternatif