Universitas Airlangga Official Website

Kejatuhan Start Up dan Fenomena Tech Winter yang Berkelanjutan

IL by SWA

Industri teknologi pada dua tahun terakhir ini bagaikan menaiki roller coaster, puluhan ribu orang mengalami PHK baik dari perusahaan teknologi terbesar dan start up ternama. Tidak hanya itu, banyak start up ternama pada akhirnya juga menyatakan kebankrutannya kepada media. Fenomena yang terjadi pada industri teknologi ini disebut sebagai Tech Winter yangmana merupakan sebuah periode ketika industri teknologi mengalami penurunan secara signifikan dalam aktivitas bisnis dan investasinya yang mengakibatkan terjadinya PHK secara massal, kebankrutan, ketidakpastian dan ketidakstabilan. Tech winter yang terjadi baru-baru ini merupakan suatu pengalaman yang mengejutkan bagi para pekerja dibidang teknologi yang biasanya menikmati gaya hidup yang nyaman, pekerjaan fleksibel, gaji yang tinggi, mendapatkan berbagai macam tunjangan dan work-life balance. Namun, akibat dari fenomena tech winter ini para pekerja teknologi tiba-tiba mendapati diri mereka kehilangan pekerjaan dan terpaksa bersaing dengan yang lainnya untuk mendapatkan kesempatan bekerja yang tersedia.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa indikasi yang menunjukan bahwa tech winter sedang terjadi, antara lain, pertama, terdapat penurunan investasi di industri teknologi. Menurut laporan East Ventures, pendanaan di Indonesia pada paruh pertama tahun 2023 menurun 74% secara year-on-year. Kedua, terdapat peningkatan PHK di perusahaan-perusahaan teknologi. Beberapa perusahaan teknologi Indonesia yang telah melakukan PHK antara lain Tokopedia, Gojek, dan Traveloka. Selama fenomena tech winter ini menurut data CNBC sepanjang 2022 diketahui jumlah karyawan startup dan perusahaan teknologi besar yang dipecat sudah mencapai 190.230 orang. Sementara, sepanjang 2023 jumlah PHK sudah mencapai 37.526 pekerja dari 122 perusahaan. Dalam dua tahun terakhir, gelombang PHK paling banyak terjadi pada November 2022 yakni mencapai 52.135 orang. Hal tersebut dapat terjadi akibat fenomena tech winter yangmana banyak industri teknologi banyak melakukan koreksi dan perbaikan. Ketiga, terdapat peningkatan gulung tikarnya startup-startup teknologi. Beberapa startup teknologi Indonesia yang cukup terkenal pun telah gulung tikar.

Pada bulan Juni 2023, badan pusat statistik Indonesia (BPS) merilis jumlah populasi masyarakat Indonesia yang mencapai 278,62 Juta Jiwa yang dengan komposisi usia muda atau usia produktif lebih banyak. Sehingga dapat dibayangkan jika fenomena tech winter ini terus berlanjut, nanti juga dapat menyebabkan hiring freeze yang berarti tertundanya atau bahkan ketiadaan aktivitas rekrutmen pada perusahaan teknologi. Berkurangnya daya serap tenaga kerja dari industri teknologi justru dibarengi dengan jumlah pencari kerja yang semakin banyak sesuai data yang dirilis oleh BPS bahwa mayoritas jumlah populasi masyarakat Indonesia adalah anak muda. Seperti yang kita tahu, setiap tahun berbagai universitas dan sekolah tinggi di seluruh dunia tidak berhenti meluluskan mahasiswanya ke pasar tenaga kerja nasional maupun global. Di Indonesia angka pencari kerja tidak bisa dibilang sedikit, mengutip pernyataan dari Nizam (Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi) pada tahun 2021 lalu, di Indonesia ada 1,7 juta sarjana baru setiap tahunnya. Sudah jelas kondisi ini tidak seimbang antara lowongan kerja yang tersedia dengan jumlah pelamarnya. Kondisi ini juga diperparah dengan fenomena tech winter.

Sehingga para lulusan baru ini perlu melakukan beberapa strategi agar dapat melewati masa tech winter ini, antara lain: Jangan terpaku hanya pada satu industri saja, tidak hanya perusahaan teknologi atau start up saja yang membutuhkan pekerja IT, saat ini semua industri membutuhkan talenta terbaik di bidang IT. Para lulusan baru juga dapat mempertimbangkan industri yang lebih tahan resesi seperti industri layanan kesehatan, pelayanan publik dan sektor pendidikan. Industri seperti itu akan terus membutuhkan pekerja dibidang teknologi/IT yang memiliki keterampilan terbaik untuk meningkatkan kualitas layanan mereka. Lakukan magang, setelah lulus dapat mempertimbangkan untuk menjalani magang terlebih dahulu untuk mendapatkan pengalaman kerja, magang juga dapat membantu untuk mengevaluasi industri mana yang paling tepat untuk berkarir. Selain itu, dengan menjalani magang juga dapat membangun jaringan professional yang nantinya dapat menjadi peluang kedepannya.

Meningkatkan keterampilan, sebelum bekerja tidak ada salahnya para lulusan baru untuk mengupgrade diri seperti mempelajari high demand skill set yang sering dibutuhkan oleh perusahaan seperti coding, design, digital marketing, dan tidak lupa untuk meningkatkan kreativitas karena tidak cukup hanya hard skills saja. Mencoba Freelance, sembari mencari pekerjaan yang stabil, tidak ada salahnya para lulusan baru mencari pekerjaan freelance karena saat ini perusahaan banyak membuka lowongan freelance yang mana dibutuhkan hanya pada saat ada project besar atau tertentu. Membuat portofolio, jika para lulusan baru yang tidak memiliki pengalaman kerja dapat membuat portofolio tugas ataupun membuat fake project sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Jika pernah menjalani magang dan menjalani freelance dapat juga menambahkannya. Dengan portofolio yang telah dibuat para lulusan baru dapat dilirik oleh calon perusahaan, recruiter ataupun calon klien, portofolio juga sebagai sarana bagi perusahaan untuk memahami sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Penulis: Karin Sufi Permatasari (Mahasiswa S2 PSDM UNAIR)