Hingga saat ini, masih ada kelangkaan penelitian ilmiah yang menyelidiki hubungan antara organizational identification dan sustainable employability (Alcover et al., 2021). Awalnya berakar pada wacana ekologi, keberlanjutan mewujudkan kapasitas sistem dan proses untuk berevolusi, bertahan, dan bertahan (Holling, 2001). Meskipun penelitian yang ada saat ini sebagian besar membahas keberlanjutan dalam kaitannya dengan konsekuensi lingkungannya, pertanyaan terkait muncul mengenai implikasinya bagi individu, terutama dalam bidang manajemen sumber daya manusia. Apa saja dampak dari praktik manajemen terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan kinerja karyawan dalam kaitannya dengan keberlanjutan? Bagaimana strategi organisasi dapat memastikan vitalitas yang diperlukan untuk kinerja yang berkelanjutan di antara para karyawan? Intinya, aspek-aspek apa saja dari lingkungan kerja kontemporer yang memberikan pengaruh besar terhadap keberlanjutan? (de Jonge & Peeters, 2019). Pelestarian sustainable employability memiliki arti penting bagi pemberi kerja dan karyawan. Dengan tenaga kerja yang menua dan lanskap kerja kontemporer yang ditandai dengan keharusan seperti fleksibilitas dan digitalisasi yang meluas, keharusan untuk membangun kerangka kerja organisasi yang berkelanjutan menjadi semakin penting (Hazelzet et al., 2019). Dalam beberapa tahun terakhir, ada fokus yang signifikan pada penelitian yang terkait dengan sustainable employability.
Sejumlah publikasi telah muncul, mencakup berbagai aspek termasuk aspek teoritis, empiris, dan praktis. Namun demikian, setelah memeriksa penelitian ini, tidak adanya keseragaman dalam menangani masalah yang dicatat, termasuk perumusan konstruk dan implementasi serta pengukurannya, menghasilkan temuan yang sangat berbeda (Alcover et al., 2021). Sustainable employability mengacu pada kemampuan pekerja untuk secara konsisten mendapatkan peluang yang berarti dan mengembangkan beragam keterampilan sepanjang karier mereka. Mereka juga menghargai keadaan penting yang memungkinkan mereka untuk menciptakan dampak yang signifikan dan bermanfaat melalui profesi mereka, baik saat ini maupun di masa depan, sekaligus menjaga kesehatan fisik dan mental mereka (van der Klink, Bültmann, Burdorf, Schaufeli, Zijlstra, Abma, Brouwer, & van der wilt, 2016). Agar karyawan dapat memanfaatkan peluang ini, mereka membutuhkan lingkungan kerja yang mendukung mereka dan kemauan serta dorongan untuk memanfaatkan peluang tersebut (van der Klink et al., 2016). Agar karyawan dapat berkontribusi secara efektif pada pekerjaan mereka dan menjaga kesejahteraan dan kesehatan mereka, mereka harus menetapkan posisi mereka di dalam organisasi. Dengan mendefinisikan diri mereka sebagai anggota organisasi atau perusahaan, mereka akan secara aktif berpartisipasi dalam semua proses kerja, sebuah konsep yang dikenal sebagai organizational identification (Qi & Ming-Xia, 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan psychological empowerment dan organizational identification terhadap sustainable employability dengan work engagement sebagai variabel mediator dan affective commitment sebagai variabel moderator pada karyawan BUMN klaster keuangan di Indonesia.
Penelitian ini memiliki kontribusi dalam bidang sustainable employability, yang menawarkan pemeriksaan komprehensif terhadap interaksi antara organizational identification, psychological empowerment, dan sustainable employability dalam kerangka kerja mediasi moderasi. Penelitian ini menawarkan beberapa kontribusi signifikan terhadap wacana tentang kegiatan yang berhubungan dengan sustainable human-related activities, terutama dalam konteks upaya kerja sosial, yang juga dikenal sebagai sustainable employability.
Pertama, penelitian ini memperkaya literatur kuantitatif yang terbatas mengenai sustainable employability, yang mengakui pentingnya hal ini bagi pemberi kerja dan karyawan. Penekanan ini selaras dengan Tujuan 8 dari sustainable development goals (SDGs), yang menggarisbawahi pentingnya mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, mempromosikan pekerjaan penuh dan produktif, dan memastikan pekerjaan yang layak untuk semua.
Kedua, penelitian ini memperkenalkan perspektif baru dengan menjelaskan berbagai pengaruh yang membentuk implementasi sustainable employability, termasuk faktor-faktor seperti psychological empowerment, work engagement, dan affective commitment. Berangkat dari penelitian sebelumnya yang hanya terbatas pada konsep sustainable employability, investigasi kami mengungkap interaksi yang rumit di antara variabel-variabel seperti organizational identification, psychological empowerment, work engagement, dan affective commitment, serta efek mediasi dan moderasi mereka terhadap sikap keberlanjutan.
Ketiga, penelitian ini berkontribusi pada literatur sumber daya manusia yang lebih luas dengan menjelaskan faktor-faktor langsung dan kontinjensi yang membentuk sikap dan perilaku keberlanjutan karyawan. Dengan mempelajari dimensi-dimensi ini, kami meningkatkan pemahaman tentang bagaimana praktik-praktik organisasi dan disposisi individu secara sinergis mempengaruhi hasil yang berkelanjutan di tempat kerja.
Terakhir, penelitian ini menawarkan wawasan praktis dengan memberikan seperangkat pedoman yang dapat ditindaklanjuti berdasarkan bukti empiris. Pedoman ini berfungsi sebagai sumber daya yang sangat berharga bagi para praktisi dan perusahaan yang ingin memanfaatkan potensi sustainable employability, sekaligus mengakui implikasi mediasi dari work engagement dan pengaruh moderasi dari affective commitment. Melalui wawasan yang dapat ditindaklanjuti ini, organisasi dapat secara efektif menavigasi kompleksitas dalam mempromosikan sustainable employability dan menumbuhkan budaya komitmen yang berkelanjutan terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan.
Metode dan Hasil
Metode yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan responden sebanyak 220 orang. Data dikumpulkan melalui kuesioner terbuka. Penelitian ini dilakukan pada karyawan BUMN di sektor keuangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa psychological empowerment dan work engagement memiliki dampak yang signifikan dan menguntungkan terhadap sustainable employability. Namun, keduanya tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap organizational identification. Perlu dicatat bahwa organizational identification memiliki pengaruh yang besar dan positif terhadap work engagement. Work engagement tidak bertindak sebagai mediator dalam hubungan antara organizational identification dan sustainable employability. Namun, work engagement berperan sebagai mediator dalam hubungan antara psychological empowerment dan sustainable employability. Affective commitment meningkatkan korelasi yang kuat dan menguntungkan antara work engagement dan sustainable employability.
Penulis: Intan Sukma, Dian Ekowati*
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://e-journal.unair.ac.id/JMTT/article/view/54582
Baca juga: Meningkatkan Keterlibatan Karyawan melalui Pengayaan Pekerjaan