Universitas Airlangga Official Website

Kerja Sama dengan Pemkab Sidoarjo, SDGs UNAIR Bantu Atasi Polusi Industri Tahu

Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo, Dr Fenny Apridawati SKM MKes saat memimpin diskusi bersama SDGs UNAIR dan stakeholder lain di Kabupaten Sidoarjo (Foto: PKIP UNAIR)
Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo, Dr Fenny Apridawati SKM MKes saat memimpin diskusi bersama SDGs UNAIR dan stakeholder lain di Kabupaten Sidoarjo (Foto: PKIP UNAIR)

UNAIR NEWSSDGs Center Universitas Airlangga (UNAIR) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo untuk atasi Dampak Asap Industri Kecil Menengah (IKM) Produksi Tahu ke Perumahan di Kecamatan Krian. Kerja sama tersebut ditandai dengan kegiatan diskusi yang berlangsung pada Rabu (16/4/2025) di Ruang Rapat Sekretaris Daerah Sidoarjo.

Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo, Dr Fenny Apridawati SKM MKes menyampaikan bahwa Pemkab Sidoarjo kerap menerima aduan terkait polusi udara. Polusi tersebut salah satu di antaranya bersumber dari produksi tahu yang menggunakan bahan bakar antara lain plastik dan kayu.

“Sebenarnya kami juga menerima berbagai pengaduan sejak lama. Untuk itu, kami diskusikan bersama dengan Real Estate Indonesia (REI) dan UNAIR, bahwa kalau perguruan tinggi itu tidak hanya tentang teori. Akan tetapi, juga perlu ada penerapan, sehingga kalau kita salurkan pada kanal yang tepat akan membawa manfaat bagi Masyarakat,” ungkapnya.

Meski menyumbang pendapatan cukup besar bagi masyarakat, tetapi dampak kesehatan dan lingkungan dari aktivitas industri tahu ini kerap terabaikan. Menurut data BPS tahun 2023, jumlah pengidap pneumonia di Sidoarjo terus meningkat. Hal ini mengindikasikan adanya kondisi udara yang tidak sehat.

Dosen Kesehatan Lingkungan FKM UNAIR, Dr R Azizah SH MKes saat memaparkan solusi dalam diskusi bersama SDGs UNAIR dan stakeholder lain di Kabupaten Sidoarjo (Foto: PKIP UNAIR)
Dosen Kesehatan Lingkungan FKM UNAIR, Dr R Azizah SH MKes saat memaparkan solusi dalam diskusi bersama SDGs UNAIR dan stakeholder lain di Kabupaten Sidoarjo (Foto: PKIP UNAIR)

Menyikapi hal tersebut, UNAIR melalui SDGs Center, FKM, dan FTMM memberikan solusi efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dosen Kesehatan Lingkungan FKM UNAIR, Dr R Azizah SH MKes menuturkan bahwa berdasarkan hasil riset, konsentrasi PM2.5  hasil industri tahu telah melebihi baku mutu (55 µg/m3).

Kendati demikian, Dr Azizah menyebut bahwa industri tahu bisa tetap berlanjut, namun membutuhkan pendampingan yang optimal. “Pabrik tahu harus tetap berlanjut tetapi harus kita dampingi terkait polutan dan gas-gas yang dihasilkan. Kita dampingi bagaimana supaya masyarakat bisa tetap sehat, udara tetap bersih, tetapi pabrik tahu juga tetap berjalan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dr Azizah menekankan bahwa Exposure to Air Pollution harus ditangani secara terintegrasi baik secara hexahelix yang didukung dengan keilmuan multidisiplin dan interdisiplin yang saling memberi dukungan dalam menyelesaikan permasalahan terkait lingkungan yang tidak sehat, pencemaran udara PM2.5 dan dampaknya pada kesehatan masyarakat.

“Itulah kenapa kita mengajak seluruh fakultas terkait. Ada FKM terkait bagaimana kualitas udara tidak memenuhi baku mutu lingkungan. Terkait teknologinya berkolaborasi dengan FTMM, kemudian dari FST juga. Kami semua tergabung di bawah naungan SDGs Center UNAIR,” imbuhnya.

Cerobong asap menjadi salah satu strategi riil yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi polusi industri tahu. Menurut Dr Azizah, cerobong asap menjadi faktor penting, di samping perilaku masyarakat. Sementara itu, Rodik Wahyu Indrawan SST MTrT, Dosen FTMM UNAIR menerangkan bagaimana seharusnya cerobong asap yang sesuai standar. Antara lain melakukan peninggian cerobong asap sesuai standar SNI.

“Kami juga melakukan penelitian cerobong asap, kita carikan standar SNI. Untuk tinggi bisa disesuaikan sekitar 9 hingga 10 meter,” katanya. Selain itu, imbuh Rodik, pemasangan sistem filtrasi udara untuk memastikan efektivitas cerobong asap juga diperlukan.

Komitmen terhadap SDGs

Kerja sama tersebut sekaligus menunjukkan komitmen nyata UNAIR dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Isu pencemaran udara akibat pembakaran limbah plastik dalam industri tahu berkaitan erat dengan SDGs 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), SDGs 11 (Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan), SDGs 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab), serta SDGs 13 (Penanganan Perubahan Iklim).

Melalui pendekatan berbasis sains dan kolaborasi multisektor, UNAIR turut mendorong transisi industri rumah tangga menuju praktik yang lebih ramah lingkungan. Kolaborasi berbagai mitra ini juga sejalan dengan SDGs ke-17 yakni partnership for the goals (kemitraan untuk mencapai tujuan). Pendekatan ini juga memperkuat posisi SDGs Center UNAIR sebagai katalisator transformasi sosial dan lingkungan, sekaligus menjawab tantangan lokal dengan solusi yang terintegrasi secara global.

Adanya penguatan sinergi antara akademisi, pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat sipil, NGO dan media (hexahelix) menegaskan peran penting perguruan tinggi dalam pengarusutamaan SDGs. Terutama melalui riset aplikatif, pemberdayaan masyarakat, dan inovasi teknologi berkelanjutan.

Penulis: Yulia Rohmawati