Universitas Airlangga Official Website

Kewaspadaan Masih Tetap Diperlukan

Ditengah-tengah situasi global yang tidak menentu saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih kondusif. Baru-baru ini Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa pendapatan negara hingga September 2023 telah mencapai Rp2.035,6 triliun. Perolehan tersebut tumbuh 3,1 persen dari tahun lalu dan memenuhi 82,6 persen dari target di dalam Undang-undang APBN 2023. Sementara itu ada surplus yang tercatat sebesar Rp67,7 triliun atau setara 0,32 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Surplus APBN, menurut Sri Mulyani, itu dibentuk dari pendapatan negara yang lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja negara.

Menkeu, Sri Mulyani kemudian menguraikan, realisasi belanja negara saat ini telah mencapai Rp1.967,9 triliun atau tumbuh 2,8 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.913,7 triliun. Realisasi itu setara 64,3 persen dari total pagu anggaran dalam APBN 2023. Dengan posisi pendapatan negara dan belanja negara tersebut, APBN dalam posisi surplus Rp67,7 triliun atau 0,32 persen dari Produk Domestik

Namun, berita positif dari Ibu Sri Mulyani diatas masih perlu ditambah dengan kewaspadaan kita terhadap perubahan ekonomi global yang berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia misalkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar.

Seperti diketahui nilai tukar rupiah masih babak belur pekan ini. Perang Israel melawan Hamas di Gaza Palestina, larinya modal ke luar negeri atau capital outflow, dan ekspektasi masih hawkishnya suku bunga di Amerika Serikat (AS) menjadi pemicunya. Data dari berbagai media menyebutkan, nilai tukar rupiah di posisi Rp 15.935/US$1 pada perdagangan terakhir pekan ini, posisi itu merupakan posisi psikologis. Jumat (27/10/2023) atau ambruk 0,13%. Pelemahan kemarin memperpanjang tren negatif rupiah yang ambruk menjadi tiga hari perdagangan beruntun.

Dalam sepekan ini, mata uang Garuda terdepresiasi 0,41%. Artinya rupiah sudah ambruk selama delapan pekan beruntun. Pelemahan sepekan ini juga menjadi catatan negatif panjang rupiah. Sejak Mei tahun ini, rupiah hanya mampu menguat tiga kali dalam sepekan. Selebihnya mata uang Garuda ambruk.

Melemahnya nilai Rupiah menyebabkan investor keuangan asing pada lari dari Indonesia dengan membawa dana nya. Data transaksi Bank Indonesia (BI) menunjukkan untuk periode 16 – 19 Oktober 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp5,36 triliun terdiri dari jual neto Rp3,45 triliun di pasar SBN, jual neto Rp3,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,10 triliun di SRBI. Derasnya capital outflow ini terjadi secara beruntun sejak minggu ke-4 September khususnya dalam data transaksi 25-27 September 2023 yang tercatat nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp7,77 triliun terdiri dari jual neto Rp7,86 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,07 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,16 triliun di SRBI. Dalam empat minggu terakhir, dana asing telah keluar dari Indonesia dengan total hampir Rp20 triliun dengan dominasi capital outflow dari SBN hampir Rp19 triliun. Presiden Jokowi menaruh perrhatian khusus maraknya capital outflow ini.

Perang yang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, ditambah perang baru antara Israel dan Hamas di Palestina itu, tidak menentunya kondisi ekonomi global, kebijakan The Fed Amerika Serikat menaikkan suku bunga, semuanya itu menjadi pemicu melemahnya nilai mata uang Rupiah terhadap US dolar.

Selain variabel diatas, nilai impor Indonesia juga bisa menjadi kontributor melemahnya Rupiah. Badan Pusat Statistik – BPS menyebutkan bahwa impor barang konsumsi pada bulan Agustus 2023 tumbuh 2,19% dibandingkan satu hulan sebelumnya sebesarr US$ 2,09 milyar. Selain impor barang konsumsi, impor yang lebih besar adalah impor bahan baku/penolong yang menyumbang 70,7% terhadap total impor dalam negeri.

Euforia Pilpres tahun 2024 ditengah-tengah masyarakat sekarang ini, tidak boleh melupakan kewaspadaan kondisi ekonomi kita kedepannya. Perubahan kondisi global akan berpengaruh terhadap sektor tiel dan akan menimbulkan kenaikan harga barang-barang pokok yang selanjutnya akan menurunkan daya beli rakyat.