Tahukah anda bahwa temu giring yang memiliki nama latin Curcuma heyneana Valeton dan Zijp merupakan salah satu bahan utama dari produk kosmetik, lulur untuk perawatan tubuh itu mengandung banyak manfaat bagi kesehatan. Selain untuk mencerahkan kulit, ataupun antiaging, temu giring ternyata memiliki khasiat sebagai imunomodulator. Kandungan senyawa organik yang penting dari rimpang temu giring seperti kurkuminoid, seskuiterpen, minyak atsiri, flavonoid maupun tannin mengakibatkan tanaman ini berpotensi sebagai imunomodulator.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai hal tersebut, sebaiknya perlu kita ketahui makna dari kata imunomodulator. Definisi dari imunomodulator adalah bahan atau senyawa yang dapat mempengaruhi daya tubuh atau imunitas seseorang, baik itu menaikkan atapun menurunkan. Jika pengaruh senyawa tersebut menaikkan imunitas atau meningkatkan daya tahan tubuh seseorang berarti sifatnya imunostimulan. Namun sebaliknya, jika bahan itu dapat menurunkan imunitas atau menekan daya tahan tubuh seseorang berarti bersifat imunosupresan.
Kami melaporkan pertama kali penelitian tentang aktivitas temu giring sebagai imunomodulator, sehingga pada penelitian ini kami bertujuan untuk menemukan potensi imunomodulator dari ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dari Curcuma heyneana menggunakan model mencit. Dari uji densitometri-kromatografi lapis tipis, diketahui bahwa ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dari rimpang temu giring ini mengandung ketiga senyawa kurkuminoid, dimana pada ekstrak etanol dan fraksi etilasetat, senyawa demetoksikurkumin merupakan senyawa major. Selain itu kami juga melakukan uji in-silico dari senyawa kurkuminoid seperti kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin terhadap Transient Receptor Potential Vaniloid 1 (TRPV1) yang ditentukan menggunakan program Mollegro. Hasil dari uji tersebut adalah ketiga senyawa tersebut memiliki afinitas yang lebih baik dibandingkan senyawa ligand standarnya, capsazepin (-97,744±1.120).
Uji in vivo pada model tikus dilakukan dengan menggunakan metode pembersihan karbon untuk menentukan indeks fagositosis, dan jumlah leukosit dalam darah dan limpa. Empat puluh tikus dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu kontrol negatif (diberikan 1% CMC-Na), kontrol positif (diberikan suspensi Stimuno Forte® dengan dosis 6,5 mg/kg BB), tiga kelompok diberi fraksi etil asetat Curcuma heyneana dengan dosis masing-masing 125 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, dan 500 mg/kg BB, dan tiga kelompok diberi ekstrak etanol rimpang temu giring dengan dosis masing-masing 125 mg/kg BB, 250 mg/kg BB, dan 500 mg/kg BB. Dan hasilnya adalah semakin tinggi dosis ekstrak etanol dan fraksi etil asetat rimpang temu giring maka semakin tinggi pula nilai indeks fagositosisnya. Diketahui bahwa nilai indeks fagositik (IF <1) artinya memiliki aktivitas imunosupresan, sedangkan jika indeks fagositik (IF > 1) berarti memiliki aktivitas imunostimulasi. Aktivitas ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dari rimpang temu giring ini terlihat mirip dengan kontrol positif.
Umumnya sel yang berperan penting dalam proses fagositosis adalah sel limfosit, monosit, dan neutrofil, sehingga kami juga meneliti mengenai hal tersebut. Uji aktivitas imunomodulator menggunakan metode pembersihan karbon, mengungkapkan peningkatan jumlah limfosit, monosit, dan neutrofil dalam ekstrak temu giring yang memiliki aktivitas imunostimulan, yang sesuai dengan hasil penelitian ini. Oleh karena itu, rimpang Curcuma heyneana memiliki aktivitas imunostimulan.
Untuk informasi yang lebih lengkap dapat dilihat pada artikel aslinya dengan judul:
Immunomodulatory effect from ethanol extract and ethyl acetate fraction of Curcuma heyneana Valeton and Zijp: Transient receptor vanilloid protein approach., pada tautan berikut ini: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844023027895