Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa cedera merenggut nyawa lebih dari 14.000 orang setiap hari. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2018), prevalensi penderita luka dibandingkan dengan jumlah penderita di Indonesia adalah 8,2%, yang meliputi luka lecet atau memar akibat gesekan kulit dengan permukaan yang kasar (70,9%), luka sayat akibat terpotong benda tajam (25,4%), dan luka robek akibat benturan keras dengan benda tumpul (23,2%). Luka adalah cedera fisik pada jaringan kulit yang disebabkan oleh kontak fisik (dengan sumber panas), efek samping perawatan medis, dan penyesuaian parameter fisiologis. Kontaminasi bakteri seperti Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) yang resisten terhadap antibiotic dapat menyebabkan infeksi pada luka yang sulit untuk diobati. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut.
Fotobiomodulasi dengan laser daya rendah adalah terapi alternatif yang efektif dan aman melalui produksi spesies oksigen reaktif (ROS) dan mengurangi spesies nitrogen reaktif (RNS). Laser menyebabkan pergeseran potensi redoks total sel yang mendukung peningkatan oksidasi, memikat neutrofil, menstimulasi monosit, menstabilkan transkripsi, dan mendorong perlekatan monosit neutrofil ke matriks ekstraseluler dan vascular serta meningkatkan proliferasi fibroblas, keratinosit, sel endotel, dan limfosit. Laser juga mengaktifkan jalur pensinyalan, meningkatkan faktor transkripsi dan pertumbuhan, serta menstimulasi foto mitokondria dan proliferasi. Penyembuhan luka akut dan kronis juga dapat dibantu oleh laser dengan meningkatkan neovaskularisasi, meningkatkan angiogenesis, dan menstimulasi sintesis kolagen.
Penggunaan fotosensitizer eksogen seperti kunyit (curcumin) memberikan peningkatan efek antimikroba dari laser. Curcumin sendiri memiliki efek farmakologis melawan kanker, peradangan, radikal bebas, dan kuman. ROS yang dihasilkan dari mekanisme fotosensitisasi akan berinteraksi langsung dengan protein dan lipid pada membrane sel bakteri menyebabkan kerusakan membrane, bocornya sel bakteri dan lisis.
Efek antimikroba dapat lebih ditingkatkan melalui kombinasi terapi dengan ozon. Ozon terdiri dari tiga atom (O3) yang tidak stabil, merupakan oksidan kuat dengan bau menyengat, memiliki kemampuan membunuh bakteri 3250 kali lebih cepat dibandingkan disinfektan lainnya. Kombinasi terapi fotodinamik dan ozon dapat meningkatkan kemampuannya membunuh bakteri penyebab infeksi, memperkuat jaringan dan sirkulasi darah, mempercepat epitelisasi jaringan, dan mendorong regenerasi sel.
Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa paparan laser pada spektrum cahaya tampak dan ozon dapat mereduksi biofilm bakteri, demikian juga dengan laser inframerah, yang menunjukkan kemampuannya untuk meregenerasi sel pada kasus diabetes. Pada model tikus dengan luka eksisi ketebalan penuh yang terinfeksi kuman MRSA, penelitian sebelumnya yang menggunakan RLP068/Cl dalam formulasi gel mengungkapkan penurunan jumlah bakteri pada lesi. Selain itu, RLP068/Cl dapat mempercepat penyembuhan luka. Hasil penelitian kombinasi terapi fotodinamik laser, curcumin dan ozon menunjukkan bahwa 95% perawatan NaCl dan sofra tulle, perawatan laser dan laser ozon, dan perawatan laser secara signifikan mempengaruhi tingkat penyembuhan luka. Pada hari ke-6, kelompok terapi laser biru-ozon berhasil mereduksi jumlah bakteri sekaligus meningkatkan epitel dan memperpendek panjang luka. Pada saat yang sama, jumlah kolagen meningkat setelah terapi laser merah-ozon. Laser merah juga mengurangi jumlah limfosit dan monosit serta mempercepat proses penyembuhan. Jadi terapi laser ozon memberikan efek signifikan mempercepat pemulihan luka insisi yang terkontaminasi bakteri MRSA.
Penulis : Suryani Dyah Astuti
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: