Universitas Airlangga Official Website

Komisaris Sibuk dan Kinerja Perusahaan

Foto by Glints

Saat ini korporasi menjadi organisasi bisnis paling popular. Terdapat keunggulan yang dimiliki. Diantaranya, pertama, sebuah perusahaan memiliki umur yang tidak terbatas karena dapat berlanjut setelah manajer dan pemilik aslinya meninggal. Kedua, kepentingan kepemilikan dapat dibagi menjadi bagian saham, yang pada gilirannya dapat ditransfer lebih mudah daripada bentuk organisasi bisnis lainnya. Ketiga, kerugian terbatas pada dana yang diinvestasikan dalam perusahaan, atau dengan kata lain, tanggung jawab terbatas.

Tujuan utama dari perusahaan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Dewan direksi diangkat dalam rapat tahunan sebagai representasi pemegang saham untuk memastikan bahwa eksekutif (CEO dan manajer) menjalankan perusahaan berdasarkan kepentingan pemegang saham. Tata kelola perusahaan (corporate governance) yang baik merupakan pendorong fundamental kinerja perusahaan, dan pandangan ini semakin diakui tidak hanya oleh komunitas bisnis tetapi juga oleh regulator otoritas pasar modal.

Namun, keberadaan dewan direksi sebagai representasi pemegang saham untuk mekanisme tata kelola perusahaan telah menerima beberapa kritik akhir-akhir ini. Persoalannya bukan lagi eksekutif yang tidak menjalankan perusahaan dengan baik tetapi direksi yang tidak melakukan pengawasan secara efektif. Misalnya, ini bisa terjadi jika satu atau lebih anggota dewan memegang beberapa kursi dewan dari beberapa perusahaan. Beberapa berpendapat bahwa direktur yang sibuk ini kurang efektif karena peningkatan komitmen waktu yang terkait dengan berbagai penunjukkan dewan.

Pada studi-studi sebelumnya telah membahas ketidak setujuan pada hubungan antara dewan yang sibuk atau komisaris yang sibuk dan kinerja perusahaan. Komisaris yang sibuk dapat menandakan kualitas karena tidak mungkin mereka diangkat di banyak perusahaan jika mereka memiliki kualifikasi yang rendah. Komisaris yang sibuk biasanya memiliki pengalaman yang relatif lebih luas di seluruh perusahaan dan juga memiliki jaringan yang lebih luas. Hal ini sangat penting terutama ketika perusahaan menghadapi kesulitan keuangan. Sebaliknya, yang lain berpendapat bahwa direktur yang sibuk tidak efektif karena peningkatan komitmen waktu yang terkait dengan beberapa penunjukkan dewan. Komisaris yang memegang banyak posisi di luar perusahaan dapat mengurangi kinerjanya sebagai penasihat dan pemantau.

Penelitian ini menggunakan sampel dari 392 perusahaan yang terdaftar di Indonesia dari tahun 2014 hingga 2020. Mengambil setting di Indonesia karena memiliki BUMN dengan kinerja yang buruk dibandingkan perusahaan swasta. Sejak tahun 2018 hingga tulisan ini dibuat, DPR juga sedang dalam proses merevisi UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Banyak pejabat pemerintah juga memiliki posisi di BUMN seperti yang dilansir oleh ombudsman Indonesia. Bukti tersebut memperkuat masalah koneksi politik di dewan direksi yang bisa menandakan corporate governance yang buruk di perusahaan Indonesia. Penunjukkan direktur yang sibuk di perusahaan milik negara bisa jadi karena alasan politik daripada keahlian memantau beberapa perusahaan. Salah satu rekomendasi revisi adalah tentang larangan aggota dewan merangkap jabatan di perusahaan lain.

Terdapat 3 hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. H1, komisaris yang sibuk berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota dewan yang sibuk mengarah pada kinerja perusahaan yang lebih baik dan hasil ini mendukung H1. H2, dampak negatif dari komisaris yang sibuk pada kinerja perusahaan kurang terasa di perusahaan kecil atau muda. Hasil penelitian menunjukkan, di perusahaan besar atau dewasa permintaan untuk menasihati dari komisaris yang sibuk berkurang dan kehadiran direktur yang sibuk di perusahaan cenderung negatif mempengaruhi kinerja pasar. H3, dampak negatif dari kesibukan komisaris terhadap kinerja perusahaan lebih terasa di BUMN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penunjukkan dewan yang sibuk jadi karena alasan politik. Komisaris yang sibuk tidak dapat membantu BUMN untuk meningkatkan kinerja mereka dan bahkan kehadiran mereka di perusahaan milik negara dapat memperburuk kinerja perusahaan. Oleh karena itu H3 juga didukung.

Dengan meregresi kinerja perusahaan pada komisaris yang sibuk bersama-sama dengan serangkaian variabel control, hasil penelitian menunjukkan bahwa komisaris yang sibuk merugikan kinerja perusahaan terutama untuk kinerja yang berbasis pasar. Hasil ini tetap bertahan setelah mengontrol variabel spesifik bank. Dari beberapa uji ketahanan juga telah dilakukan dalam penelitian ini.  Pertama, menggunakan penelitian sebelumnya. Kedua, menggunakan teknik efek acak. Ketiga, dengan menambahkan dua variabel. Namun, dari tiga uji ketahanan hasilnya masih serupa. Para peneliti juga menemukan dalam penelitian ini bahwa dampak merugikan dari kesibukan kurang terasa di perusahaan kecil dan muda tetapi lebih menonjol di perusahaan milik negara.

Dari sudut pandang perusahaan, perusahaan harus menyadari bahwa penunjukkan komisaris yang sibuk dalam struktur dewan dapat merusak kinerja berbasis pasar. Meskipun beberapa studi empiris juga menemukan dampak positif dari dewan yang sibuk, ini tidak terbukti secara empiris dalam pengaturan peneliti, dan perusahaan harus melihat masalah ini dengan hati-hati. Perusahaan publik juga harus memahami bahwa komisaris yang sibuk tidak efisien untuk perusahaan terutama jika perusahaan ini besar, matang dan milik negara. Bagi pembuat kebijakan, hasil peneliti secara keseluruhan menyiratkan bahwa pemerintah harus meningkatkan praktik, undang-undang, dan kebijakan perusahaan saat ini dengan memahami bahwa jaringan luas anggota dewan di berbagai perusahaan tidak menjamin bahwa mereka akan berkontribusi positif terhadap kinerja perusahaan. Selain itu, pembuat kebijakan negara dapat merancang undang-undang atau kebijakan untuk membatasi jumlah anggota yang sibuk di dewan atau membatasi setiap anggota dewan yang memegang terlalu banyak posisi di luar dewan untuk memaksimalkan fungsi pemantauan dan pemberi penasihat mereka di perusahaan.

Hasil peneliti menjelaskan dampak merugikan dari komisaris yang memegang berbagai posisi. Memang hasil empiris bisa berbeda dalam pengaturan sampel yang berbeda. Meskipun hasil peneliti mencerminkan kondisi Indonesia, hal itu juga dapat diterapkan di negara berkembang lainnya karena negara berkembang biasanya memiliki karakteristik serupa seperti ketidaksempurnaan pasar yang tinggi, sistem hukum yang lemah, perlindungan investor yang rendah, dan tata kelola yang buruk. Dalam lingkungan seperti itu, koneksi politik tercermin dari dewan yang sibuk dapat membahayakan kinerja perusahaan. Singkatnya, perusahaan di negara berkembang lainnya juga dapat mempertimbangkan untuk mengurangi jumlah anggota dewan yang sibuk dalam struktur dewan mereka untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Hasil dari penelitian ini dapat diperluas ke beberapa jalan di masa depan. Sementara peneliti menemukan bahwa kesibukan hanya berdampak pada kinerja berbasis pasar dan bukan berbasis akuntansi, penelitian lebih lanjut dapat menyelidiki secara empiris mengapa hal ini terjadi. Studi masa depan juga dapat mempertimbangkan karakteristik tata kelola lain secara empiris ditemukan berdampak pada kinerja, seperti rapat dewan dan pendidikan. Terakhir, karena hasil penelitian ini mungkin hanya terbatas pada kasus Indonesia dan kurangnya generalisasi, studi perbandingan yang menyelidiki dampak kesibukan dewan direksi pada kinerja perusahaan antara sistem satu dan dua tingkat juga bisa menarik untuk masa depan penyelidikan empiris.

Penulis: Raditya Sukmana

Link Jurnal: International Journal of Emerging Markets

© Emerald Publishing Limited 1746-8809 DOI 10.1108/IJOEM-01-2020-0007