Universitas Airlangga Official Website

Kondisi Fisik dan Profil Hormonal Ovarium Ayam Petelur

ilustrasi ayam (foto: CNN Indonesia)

Peternakan unggas merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi peternak di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu jenis unggas yang banyak diternakkan di Indonesia yaitu ayam petelur. Konsumsi telur masyarakat berdasarkan data BPS cukup tinggi dan meningkat setiap tahunnya. Konsumsi telur di Indonesia mencapai 17,73 kg per kapita per tahun pada tahun 2018, 17,77 kg per kapita per tahun pada tahun 2019, dan pada tahun 2020 mencapai 28,16 kg per kapita per tahun. Siring peningkatan kebutuhan pasar, para peternak ayam petelur berlomba-lomba meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas ayam untuk memenuhi permintaan pasar. Upaya peningkatan kualitas dan kuantitas ayam dilakukan dengan pemberian pakan yang berkualitas, seleksi genetik ayam petelur yang baik, pengelolaan unggas yang baik, serta pencegahan dan pengobatan penyakit ayam yang konsisten. Namun kendala yang masih dan sering dialami oleh ayam petelur, berdasarkan wawancara dengan beberapa peternak di Trawas, Jawa Timur, Indonesia, adalah tidak normalnya siklus bertelur ayam pada masa produktif. Hal ini menjadi kendala dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi peternak karena sulitnya mencapai Break Even Point (BEP) akibat berkurangnya jumlah telur yang diproduksi.

Ayam petelur memiliki risiko penurunan produksi yang lebih tinggi dibandingkan ayam broiler karena lebih rentan terhadap stres. Tidak semua ayam dalam kawanan akan bertelur dengan kecepatan yang sama. Beberapa ayam petelur mungkin tidak pernah bertelur, sementara yang lain mungkin berhenti berproduksi lebih awal. Seleksi ayam petelur yang tidak produktif dari kawanannya sangatlah penting. Produktivitas ayam petelur dapat dinilai berdasarkan kondisi tubuhnya. Sealin itu, faktor hormonal seperti FSH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisa yang dapat mempengaruhi perkembangan folikel ovarium juga berperan penting dalam produksi telur pada unggas. Berdasarkan penelitian, ayam petelur dengan siklus bertelur abnormal memiliki bobot hidup 1,6±0,246 kg, ukuran jengger kecil berwarna merah pucat, dan jarak antara tulang pelvis yang sempit. Terdapat hubungan yang signifikan antara bobot badan dengan indeks reproduksi sebagian besar ayam. Unggas yang kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan memiliki telur yang jauh lebih sedikit dibandingkan unggas dalam berat badan yang direkomendasikan/ ideal sesuai umur unaggas tersebut. Bobot ayam petelur ISA Brown umur 26 minggu), kurang lebih 1,8 Kg dan bobot pada umur 51 minggu sebesar 2,0 Kg. Berbeda dengan bobot ayam petelur pada penelitian ini yaitu 1,56 kg ± 0,246 pada umur 38 minggu Nilai ini berada di bawah rata-rata bobot ayam petelur ISA Brown. Jengger ayam yang kecil dan pucat menjadi ciri fisik ayam yang jarang bertelur. Perkembangan jengger dapat dikaitkan dengan nilai hormon reproduksi dalam tubuh. Selain itu, pertumbuhan jengger merupakan indikator berharga dari proses pematangan seksual pada unggas. Ayam petelur yang jarang bertelur mempunyai jarak tulang pelvis sempit yaitu  rerata 1 jari (diameter 1,53 cm). Jumlah jari yang dapat masuk diantara tulang pelvis dapat menilai intensitas bertelur ayam, semakin banyak jumlah jari/ jarak tulang pelvis lebar maka semakin sering pula ayam bertelur

Folikel ovarium dapat dibagi menjadi pra-hierarki dan hierarki (folikel pra-ovulasi). Folikel pra-hierarki dapat dibagi menjadi small white follicles (SWF), large white follicles (LWF), small yellow follicles (SYF), and large yellow follicles (LYF). Folikel hierarki diberi nama F1-F5/F6 sesuai dengan ukuran folikel. Hasil penelitian menunjukkan Folikel pra-ovulasi umumnya tidak ada pada ayam yang jarang bertelur/ siklus bertelur abnormal. Sebanyak 89,13% dari total sampel tidak memiliki folikel pra-ovulasi. Folikel praovulasi berjumlah sekitar lima hingga enam dan diameter di atas 10 mm (F6 hingga F1), dengan F1 sebagai folikel terbesar. Peningkatan produksi telur pada ayam bergantung pada perkembangan progresif dan pertumbuhan folikel ovarium. Pembentukan folikel pada unggas hingga ovulasi harus melalui urutan hierarki yang ketat dan cadangan folikel pada setiap tahapan mempengaruhi siklus ovulasi dan produksi telur. Nilai rerata hormon FSH dari hasil penelitian sebesar 80,71±38,97 pg/mL. Secara keseluruhan dapat disimpulkan ayam petelur yang mengalami abnormalitas siklus bertelur ditandai dengan perubahan kondisi fisik, rendahnya kadar FSH, dan perkembangan folikel ovarium yang tidak normal. 

Penulis : Prima Ayu Wibawati

Sumber: Prima Ayu Wibawati, Gigih Priyo Prakoso, Christina Mariantje Natal, & Abzal Abdramanov. (2024). Physical conditions and hormonal and ovarian profiles of hens in Trawas, Indonesia with egg laying cycle abnormalities. The Indian Veterinary Journal, 101(4), 12-17.

Link Jurnal: https://epubs.icar.org.in/index.php/IVJ/article/view/150934/54410

Baca Juga: Selulosa sebagai Material Anti-fouling di Bidang Maritim