Universitas Airlangga Official Website

Konflik Israel dan Palestina Tidak Ada Resolusi

Ilustrasi Magdalene

Konflik Israel-Palestina merupakan konflik terlama dan memiliki dampak buruk bagi kedua negara. Banyaknya usaha untuk menyelesaikan konflik ini namun berujung pada kegagalan, menunjukkan kurangnya kompromi dan komitmen dari kedua belah pihak. Terdapat setidaknya empat fundamental isu mengapa konflik ini sulit untuk diselesaikan.

Jerusalem

Isu yang pertama yaitu berkaitan dengan Jerusalem  salah satu isu yang paling kompleks dalam konflik Israel dan Palestina. Tempat situs tiga keagamaan Islam, Kristen, Yahudi seperti Temple Mount, the Western Wall, the Church of the Holy Sepulchre, the Dome of the Rock dan Al-Aqsa Mosque. Bagi Palestina Jerusalem merupakan symbol bagi kedaulatan, identitas dan Ibu Kota bagi negara Palestina di masa depan, sehingga bentuk pembagian Jerusalem tidak akan bisa diterima. Bagi Israel, Jerusalem juga merupakan symbol yang kuat untuk kelekatan historis antara bangsa Yahudi dengan tanah airnya. Bagi kedua belah pihak Jerusalem merupakan bagian dari identitas masing-masing aktor dan tidak bisa untuk dikompromikan.

Perbatasan dan Keamanan

Isu kedua yaitu isu perbatasan, Israel dan Palestina sama-sama mengklaim bawah wilayah tersebut merupakan bagian dari kedaulatan keduanya dan saling takut terkait dengan dominasi antar aktor. Terdapat isu settlement dan penggunaan lahan di wilayah yang diperebutkan sehingga konflik semakin tidak terelakkan. Proses pembangunan negara membuat konflik semakin parah dan mengarah pada dominasi kekuatan, yang mana Israel lebih kuat melakukan dominasi terhadap Palestina yang lemah. Isu ketiga yaitu isu keamanan kehadiran kedua negara saling menegasikan eksistensi antar keduanya. Banyak sekali ancaman langsung yang terjadi di wilayah ini, bagi Israel, bangsa Arab dan Palestina mengancam keberadaannya. Begitu pula bagi Palestina, adanya Israel juga mengancam eksistensi bangsa Palestina. Masalah air dan makanan juga merupakan aspek keamanan yang tidak terpisahkan dari konflik ini. Padahal untuk mencapai perdamaian, aspek keamanan dan keadilan harus berjalan beriringan.

Pengungsi

Isu terakhir yaitu isu pengungsi,  bagi Israel eksodus bangsa Palestina ke luar wilayah merupakan kemauan mereka sendiri, dan kembalinya bangsa Palestina ke tanah airnya akan mengancam eksistensi dari negara Israel. Pengungsi Palestina tidak akan hilang di masa depan, mereka akan meningkat, tidak memiliki harapan, semakin miskin dan terekspos pada nilai-nilai ekstrimisme. Banyak cara untuk menyelesaikan masalah pengungsi Palestina ini seperti Lausanne Talks in 1949 dan Paris Talks 1951, namun setelah lebih dari lima decade berlalu tidak ada solusi nyata untuk masalah ini.

Teori Negosiasi

Teori negosiasi menyediakan wadah untuk menganalisis dinamika negosiasi Israel-Palestina. Kedua aktor merupakan aktor yang rasional di mana juga terikat dengan jebakan budaya. Ide-ide kultural yang terikat dengan dimensi historis menjadi ekspektasi dalam mengambil keputusan. Sehingga aktor rasional dalam negosiasi tidak bisa dipisahkan dari identitasnya yang kompleks. Apa yang terjadi dalam negosiasi Israel-Palestina cenderung pada spectrum WATNA (Worst Alternatives to a Negotiated Agreement) di mana kepercayaan antara aktor yang terlibat sangatlah rendah dan pencapaian kepentingan salah satu aktor bisa diinterpretasikan sebagai serangan ke aktor lainnya. Empat isu di atas Jerusalem, Perbatasan, Keamanan, dan Pengungsi mendapatkan perlakuan yang sama oleh kedua aktor. Negosiasi damai sejak 1967 terbukti tidak memuaskan bagi kedua belah pihak, dan isu perbatasan serta keamanan tetap sulit untuk tercapai kesepakatan karena identitas kedua belah pihak begitu kuat meskipun ada sedikit celah untuk mencapai solusi. Salah satu contohnya solusi yang paling feasible untuk dijalankan adalah two-state solution di mana kedua belah pihak bisa hidup berdampingan, nampaknya tetap akan sulit karena rendahnya keterbukaan dan kepercayaan. Lingkungan yang tidak stabil membuat usaha-usaha tawar menawar semakin sulit dilakukan.

Analisis Agenda Perdamaian

Agenda perdamaian bagi kedua belah pihak selalu berakhir pada kegagalan. Pada tahun 1987, gerakan Intifada muncul sebagai protes terhadap okupasi yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina. Permintaan Palestina agar Israel menunda pembangunan settlement tercerminkan pada Konferensi Madrid 1991 yang juga tidak membuahkan hasil.  Apabila salah satu aktor saja yang menentukan arah dari keempat isu di atas tentu akan terus berakhir pada kegagalan. Kedua belah pihak akan saling melakukan penolakan namun seharusnya kedua pihak juga memahami parameter yang mereka bisa diskusikan dan negosiasikan. Perjanjian Oslo juga berakhir pada kegagalan karena kurangnya komitmen untuk menjalankan hasil dari negosiasi. Kegagalan dari adanya perjanjian demi perjanjian selalu menimbulkan adanya peningkatan kekerasan yang terjadi. Bangsa Palestina melakukan resistensi dan Israel melakukan penindasan. Di bawah Presiden Donald Trump bersama PM Netanyahu semakin membuat konflik runyam. Keputusan memindahkan ibu kota Israel di Jerusalem tidak memperdulikan pandangan bangsa Palestina dan semakin membuat posisi Palestina dalam konflik terpuruk.

Beyond Resolution

Kegagalan negosiasi yang terus berulang semakin membuat konflik ini tidak bisa diselesaikan. Israel melakukan okupasi terhadap Palestina, semakin menganggap Palestina bukan sebagai partner dialog yang setara. Di sisi lain Palestina semakin membenci Israel karena tereksploitasi dan hidup dalam dominasi yang dilakukan oleh Israel. Kedua belah pihak juga tidak mampu mencapai kesepakatan dan mencari solusi bersama. Sehingga pada saat negosiasi berlangsung kedua belah pihak tidak memiliki kepercayaan antara satu dengan yang lainnya di semua tingkatan sehingga ketika berbicara mengenai empat isu utama Jerusalem, Perbatasan, Keamanan dan Pengungsi akan selalu mendapatkan jalan buntu dan semakin membuat konflik ini sulit untuk diselesaikan.

Penulis: Fadhila Inas Pratiwi, MA.

Informasi detail dari artikel ini dapat dilihat pada tulisan: https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/66935

Pratiwi, Fadhila Inas; Syarafi, M. Aryo Rasil; Nauvarian, Demas. 2022. Israeli-Palestinian Conflict Beyond Resolution: A Critical Assessment. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 26, Issue 2, https://doi.org/10.22146/jsp.66935