Universitas Airlangga Official Website

Konsumsi Makanan Kaya Zat Besi pada Anak Balita di Perkotaan dan Pedesaan Indonesia

Foto by Alodokter

Indonesia merupakan salah satu negara yang menghadapi masalah  Iron Deficiency Anemia (IDA) atau anemia defisiensi besi pada anak di bawah dua tahun. Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya konsentrasi hemoglobin didalam tubuh. Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi anemia defisiensi besi cukup tinggi, yaitu 30,3% di perkotaan dan 25,8% di pedesaan. Penyebab utama IDA adalah rendahnya konsumsi makanan zat besi. Saat anak berusia enam bulan, makanan pendamping ASI harus diberikan agar kebutuhan energi, zat gizi, dan zat besi terpenuhi. Faktor demografis seperti perkotaan dan pedesaan diduga memengaruhi praktik pemberian makan dan asupan zat besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsumsi makanan kaya zat besi dan makanan yang diperkaya zat besi pada anak di bawah dua tahun di perkotaan dan pedesaan serta untuk mengetahui faktor penyebabnya dengan menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017.

SDKI menerima persetujuan etis dari Formulir Temuan Dewan Peninjau Internasional ICF dengan nomor proyek 132989.000. Penelitian ini mencakup data dari anak usia di bawah dua tahun (6-23 bulan). Anak-anak dengan data karakteristik sosial ekonomi dan konsumsi makanan yang tidak lengkap dikeluarkan. Data dari 2.393 anak dari pedesaan dan 2.390 dari perkotaan dianalisis. Makanan kaya zat besi dalam penelitian ini terdiri dari makanan daging seperti daging, jeroan, dan makanan laut serta makanan komersial yang diperkaya dengan zat besi. Anak-anak yang mengonsumsi makanan kaya zat besi, makanan yang diperkaya zat besi, atau keduanya sehari sebelum wawancara dikategorikan sebagai ‘mengkonsumsi makanan kaya zat besi/ makanan yang diperkaya zat besi seperti yang direkomendasikan’. Perbedaan konsumsi makanan kaya zat besi/difortifikasi dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Asosiasi karakteristik demografi dan sosio-ekonomi dengan asupan makanan kaya zat besi dan yang diperkaya zat besi dianalisis menggunakan uji Chi-square atau Spearman.

Proporsi anak yang konsumsi makanan kaya zat besi dan/atau terfortifikasi zat besi memenuhi anjuran lebih tinggi di perkotaan (75,8%) dibandingkan di perdesaan (65,3%) (p<0,001). Jumlah anak yang cenderung mengonsumsi makanan kaya zat besi seperti makanan daging di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan (40,8% vs 23,9%). Demikian juga anak yang tinggal di perkotaan lebih banyak yang mengkonsumsi makanan yang diperkaya zat besi dibandingkan di pedesaan (26,6% vs 18%).

Studi tersebut menunjukkan bahwa faktor penentu konsumsi makanan kaya zat besi/diperkaya di daerah pedesaan dan perkotaan cukup mirip. Indeks kekayaan, tingkat pendidikan orang tua, keterpaparan media, usia anak, dan status menyusui merupakan faktor penentu yang signifikan di kedua wilayah tersebut. Status pekerjaan ibu merupakan penentu signifikan konsumsi makanan kaya zat besi/difortifikasi anak di perkotaan tetapi tidak di perdesaan.

Berdasarkan hasil tersebut, penelitian ini memperkuat temuan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa faktor demografi sosial dan ekonomi rumah tangga merupakan penentu penting konsumsi makanan kaya zat besi pada anak di bawah dua tahun dengan kekuatan korelasi yang relatif lemah.

Faktor demografi sosial dan ekonomi rumah tangga merupakan penentu penting konsumsi makanan kaya zat besi/difortifikasi pada anak di perkotaan dan pedesaan dengan kekuatan korelasi yang relatif lemah. Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya peningkatan faktor sosio-demografis dan ekonomi rumah tangga di kedua wilayah tersebut.

Penulis: Trias Mahmudiono, S.KM, MPH(Nutr.), GCAS, Ph.D

Artikel dapat diakses pada: Dewi, M., Mahmudiono, T., Helmiyati, S., Yuniar, C. T., & Putra, M. G. S. (2023). Consumption of iron-rich food in children under two years in urban and rural areas in indonesia: An analysis of indonesian demographic and health survey 2017. Malaysian Journal of Medicine and Health Sciences, 19, 91-92.