Universitas Airlangga Official Website

Kontestasi Perjuangan Kelas dan Pemahaman Multikultural

IL by SuaraDewata com

Artikel ini mengeksplorasi hubungan antara perjuangan kelas dan pemahaman multikultural melalui kacamata teori Pierre Bourdieu. Konsep Bourdieu tentang modal budaya dan kebiasaan memberikan pemahaman yang lebih bernuansa tentang cara kelas sosial diperebutkan dan dibentuk oleh faktor budaya.

Konsep modal budaya Bourdieu mengacu pada pengetahuan, keterampilan, dan praktik budaya yang dimiliki individu dan dihargai oleh masyarakat. Bourdieu berpendapat bahwa modal budaya tidak terdistribusi secara merata di antara kelas-kelas sosial, mereka yang berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi memiliki akses yang lebih besar terhadap modal budaya. Hal tersebut memberikan keuntungan yang signifikan dalam konteks sosial, ekonomi, dan politik. Bourdieu juga berpendapat bahwa modal budaya bukan sekadar masalah pencapaian individu, namun juga dibentuk oleh struktur sosial dan hubungan kekuasaan yang lebih besar. Pengetahuan dan praktik budaya kelas penguasa sering kali lebih diutamakan daripada kelas pekerja, sehingga dapat menyebabkan marginalisasi dan devaluasi kelas pekerja, sehingga menciptakan sistem dominasi budaya yang dapat menghambat pemahaman multikultural dan melanggengkan ketidakadilan sosial.

Habitus mengacu pada serangkaian disposisi, sikap, dan praktik yang diperoleh melalui sosialisasi dan membentuk perilaku dan persepsi individu terhadap dunia yang dibentuk oleh kelas sosial individu serta faktor sosial lainnya, seperti gender, ras, dan etnis. Habitus membentuk persepsi individu terhadap dunia dan tempat mereka di dalamnya yang dapat menyebabkan pemahaman yang berbeda mengenai kelas sosial dan strategi yang berbeda untuk mencapai perubahan sosial.

Dalam konteks pemahaman multikultural, kebiasaan individu dapat membentuk kemampuannya dalam memahami dan mengapresiasi budaya lainnya. Masyarakat dari latar belakang budaya dominan mempunyai kebiasaan yang mengutamakan norma dan nilai budaya mereka sendiri dan memandang multikulturalisme sebagai ancaman terhadap identitas budaya mereka. Di sisi lain, masyarakat dengan latar belakang budaya minoritas mungkin memiliki kebiasaan yang menghargai keragaman budaya dan memandang multikulturalisme sebagai peluang untuk menegaskan identitas budaya mereka.

Kelompok budaya dominan menggunakan modal budayanya untuk meminggirkan budaya lain melalui penggunaan kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik mengacu pada penggunaan modal budaya untuk memaksakan norma dan nilai budaya pada orang lain. Dalam konteks multikulturalisme, kekerasan simbolik dapat digunakan untuk memperkuat norma budaya dominan dan meminggirkan budaya minoritas. Kelompok budaya yang dominan juga dapat menggunakan modal budaya mereka untuk mengontrol narasi seputar multikulturalisme dan membentuk opini publik.

Melalui kacamata teori Bourdieu, artikel ini menyoroti peran modal budaya dalam membentuk pemahaman masyarakat tentang multikulturalisme dan bagaimana dinamika kekuasaan dapat mempengaruhi kontestasi norma-norma budaya. Artikel ini menggarisbawahi pentingnya mengenali dan mengatasi cara-cara perjuangan kelas dan multikulturalisme bersinggungan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua orang.

Nama Penulis:
Nurul Khurriyah, S.Pd., M.Pd.
Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M.A.
Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd.
Dr. Nadya Afdholy, S.Hum., M.Pd., M.Hum.
Link Jurnal: https://ijmmu.com/index.php/ijmmu/article/view/4595/3982