Lesi jinak pita suara adalah bentukan massa jinak pada pita suara yang dapat berupa nodul vocal (nodul pita suara), polip pita suara, kista pita suara dan granuloma pita suara. Lesi jinak pita suara ini merupakan salah satu penyebab suara parau. Tahun 2009 di Unit Rawat Jalan (URJ) THT-KL RSUD Dr. Soetomo didapatkan 124 penderita suara parau, dengan lesi jinak pita suara sebanyak 23 penderita (18,4%), terdiri atas nodul vokal 12 penderita (9,6 %) dan kista pita suara 11 penderita (8,8%).
Salah satu cara pemeriksaan laring yaitu analisis suara dapat dilakukan secara subjektif, antara lain dengan Voice Handicap Index (VHI) dan pemeriksaan objektif salah satunya dengan program Praat. Cara pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai hasil terapi. Penatalaksanaan lesi jinak pita suara meliputi terapi medikamentosa, terapi wicara dan bedah laring mikroskopi (BLM).
Efektivitas pemulihan kualitas suara pasca penatalaksanaan lesi jinak pita suara dapat dievaluasi dengan VHI dan analisis suara objektif Praat. Penelitian ini bertujuan menganalisis korelasi antara skor penilaian VHI dengan hasil analisis suara objektif Praat pada lesi jinak pita suara sebelum dan sesudah BLM.
Dilakukan penelitian observasional analitik melalui pendekatan longitudinal tanpa pembanding. Penelitian dilakukan di URJ THT-KL dan Poli Audiologi THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya mulai Nopember 2009 sampai Desember 2010. Selama periode tersebut didapatkan 33 penderita, tetapi hanya 7 penderita lesi jinak pita suara yang bersedia dilakukan BLM, terdiri dari 4 polip pita suara dan 3 kista pita suara. Pemeriksaan analisis suara berupa penilaian VHI dan analisis suara objektif Praat dilakukan 1 hari sebelum BLM dan 2 minggu pasca BLM.
Hasil penelitian terhadap rerata skor subskala fungsional, fisik, emosional dan total VHI sebelum dan sesudah BLM dengan menggunakan uji t sampel berpasangan secara berurutan didapatkan p = 0,003, p = 0,000, p = 0,001 dan p = 0,000. Berarti, didapatkan perbedaan bermakna (p < 0,05). Rerata nilai jitter (lokal), shimmer (lokal) dan HNR sebelum dan sesudah BLM dengan uji t sampel berpasangan secara berurutan didapatkan p = 0,009, p = 0,004 dan p = 0,000. Berarti, didapatkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05).
Sedangkan rerata frekuensi dasar sebelum dan sesudah BLM, dengan analisis statistik uji t sampel berpasangan didapatkan p=0,200. Berarti, didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05). Skor penilaian VHI dengan hasil analisis suara objektif Praat pada lesi jinak pita suara sebelum BLM didapatkan korelasi yang tidak bermakna (p > 0,05). Sedangkan sesudah BLM, skor penilaian VHI dengan hasil analisis suara objektif Praat sebagian besar didapatkan korelasi tidak bermakna (p > 0,05). Korelasi yang bermakna (p < 0,05) hanya didapatkan antara subskala fungsional dengan HNR dan skor total VHI dengan parameter jitter (lokal).
Kesimpulan penelitian ini yaitu 1) ada perbedaan skor penilaian VHI pada lesi jinak pita suara sebelum dan sesudah dilakukan BLM. 2) ada perbedaan hasil analisis suara objektif Praat pada lesi jinak pita suara sebelum dan sesudah dilakukan BLM. 3) tidak ada korelasi antara skor VHI dengan hasil analisis suara objektif Praat pada lesi jinak pita suara sebelum BLM. 4) tidak ada korelasi antara skor VHI dengan hasil analisis suara objektif Praat pada lesi jinak pita suara sesudah BLM, kecuali antara subskala fungsional dengan HNR dan skala total VHI dengan parameter jitter (lokal). (*)
Penulis : Dwi Reno Pawarti
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat dari tulisan kami di :