Kejahatan dipahami sebagai pelanggaran, pengabaian, atau perbuatan melawan hukum, dapat bersumber dari dorongan hati, amarah, tekanan mental, dan aspek non-ekonomi lainnya. Penyebab kejahatan yang kompleks, sering dijelaskan dari perspektif sosial, termasuk melalui sosiologi medis, kesenjangan kesehatan, aspek ekonomi, dan lain-lain. Pendekatan ekonomi untuk mempelajari aktivitas kriminal telah memberikan wawasan penting dalam ranah kejahatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kejahatan dan perilaku ekonomi. Polarisasi pendapatan dapat menyebabkan segregasi sosial dan imobilitas pendapatan, yang berpotensi menimbulkan ketegangan sosial, keresahan, dan konflik antar individu. Ketidaksetaraan pendapatan dan kesejahteraan dapat menantang stabilitas dan kohesi sosial.
Pendapatan rendah, pendidikan yang tidak memadai, pengangguran yang tinggi, dan perbedaan kelas sosial dapat memicu tindakan kriminal. Beberapa studi dalam sosiologi medis telah mengidentifikasi bahwa status sosial ekonomi individu dapat menjelaskan adanya perilaku kriminal. Peneliti dari Universitas Airlangga mulai mempelajari apakah ketimpangan pendapatan di Indonesia telah memicu aktivitas kriminal. Indonesia mencatat tingkat pertumbuhan rata-rata 5,4% dalam PDB antara tahun 2010 dan 2019, didukung oleh peningkatan investasi dan pengeluaran publik yang lebih besar untuk infrastruktur. Demikian pula, antara tahun 2010 dan 2019, rata-rata lama sekolah meningkat dari 8 menjadi lebih dari 11 tahun, dan harapan hidup meningkat dari 69 menjadi hampir 75 tahun. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang cepat dan program kesejahteraan yang efektif telah berkontribusi dalam menurunkan tingkat kemiskinan ke tingkat historis di bawah 10%. Namun demikian, ketimpangan pendapatan di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Anehnya, meskipun aktivitas ekonomi meningkat, kejahatan telah melonjak di beberapa provinsi. Hal tersebut menunjukkan bahwa distribusi yang tidak merata mungkin telah menyebabkan potensi kebencian sosial, yang mengarah pada peningkatan tingkat kejahatan.
Di Indonesia, pembangunan infrastruktur publik, investasi, dan pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan ketimpangan. Investasi asing dan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar memiliki hubungan yang positif dengan kesenjangan kesejahteraan. Dengan demikian, kesenjangan pendapatan yang lebar dapat menyebabkan kekerasan dan insiden kejahatan yang lebih luas di negara ini. Perlu identifikasi kembali apakah pola pertumbuhan pendapatan yang dialami oleh masyarakat di Indonesia (distribusi kekayaan yang tidak merata) dapat memicu aktivitas kriminal.
Kejahatan mempengaruhi baik negara maju maupun negara berkembang. Peningkatan kejahatan memaksa negara untuk meningkatkan pengeluaran untuk keamanan dan ketertiban publik, dan menyebabkan penggunaan sumber daya yang tidak efisien, baik di sektor publik maupun swasta. Sebuah studi klasik dari Ehrlich (1973) berpendapat bahwa ketidaksetaraan menyebabkan kejahatan karena imbalan dari pekerjaan yang jujur ​​lebih rendah dibandingkan dengan manfaat yang diharapkan jika seorang penjahat berhasil melakukan kejahatan. Di negara-negara seperti Meksiko, kenaikan 1% dalam ketimpangan pendapatan (indeks Gini) terkait dengan peningkatan >10 pembunuhan (per 100.000 penduduk).
Di Indonesia, beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa peningkatan disparitas pendapatan, salah sasaran pada program sosial, dan akses layanan publik yang tidak merata memicu kejahatan yang lebih tinggi. Hubungan antar kondisi kemiskinan dan kejahatan (properti dan pencurian motor) juga telah diidentifikasi dalam beberapa penelitian, dengan alasan bahwa faktor ekonomi dapat berpengaruh pada kejadian kejahatan. Penelitian tentang kriminalitas di Indonesia cenderung mendukung bahwa kesenjangan kesejahteraan dapat dikaitkan dengan meningkatnya tingkat kegiatan kriminal dan kekerasan.
Namun, peningkatkan kondisi sosial ekonomi juga dapat membantu mengurangi kejahatan. Dalam studi lain oleh peneliti Universitas Airlangga, ketersediaan ruang publik hijau ditemukan mampu mengurangi kemungkinan kejahatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa menyediakan lebih banyak ruang hijau di wilayah perkotaan di Indonesia mampu mengurangi tingkat kejahatan. Sementara itu, upaya desentralisasi yang mempromosikan etnisitas yang lebih homogen, dan pelayanan administrasi publik yang lebih efisien telah mampu mengurangi kekerasan di Indonesia. Perbaikan dalam pemberian layanan juga membantu mengurangi kejahatan, bersama dengan peningkatan tingkat pendidikan, yang berhasil menurunkan insiden kejahatan di Indonesia. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat meningkatkan keengganan warga terhadap kegiatan kriminal, dan mendorong pendapatan dari kegiatan yang sah.
Namun, efek positif yang diberikan oleh pendidikan yang lebih baik, akses yang lebih luas ke layanan publik, dan program kesejahteraan yang lebih efektif dapat diperlemah oleh tingginya tingkat kemiskinan dan meningkatnya ketimpangan pendapatan. Dengan kata lain, Indonesia memiliki kekuatan positif (Pendidikan, akses layanan publik, program sosial, dan lain-lain) dan efek negatif (kemiskinan dan ketimpangan) yang berhubungan dengan kejahatan.
Dalam beberapa waktu terakhir, jumlah kejahatan yang dilaporkan oleh Data Pendaftaran Polisi di Indonesia menurun hampir 15% dari 2018 hingga 2020. Tingkat kejahatan juga menurun hampir 9% pada periode yang sama. Persentase penduduk sebagai korban kejahatan juga turun dari 1,01% pada 2019 menjadi 0,78% pada 2020. Dibandingkan negara lain, pembunuhan disengaja per 100.000 orang di Indonesia pada 2017 mencapai 0,435, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Thailand. (2.6), Filipina (6.465), dan Malaysia (2.129 pada 2013). Tingkat orang yang ditahan di penjara per 100.000 orang adalah 91,9 pada tahun 2018, setengah dari tingkat di Malaysia (188) dan 20% lebih rendah dari tingkat di Thailand (527). Vietnam melaporkan 135,32% lebih tinggi dari angka di Indonesia.
Namun demikian, angka kejahatan di Indonesia cukup mencengangkan, mengingat rendahnya jumlah polisi per individu (161 per 100.000 penduduk), hampir setengah dari angka di Thailand.
Meski demikian, jumlah narapidana di Indonesia mencapai hampir 275.000 pada tahun 2021. Meskipun jumlah tersebut lebih rendah dari negara lain dalam hal persentase, Indonesia memiliki jumlah narapidana terbesar ke-8 di dunia. Kasus kejahatan yang dilaporkan tetap rendah (tidak lebih dari 25%). Demikian pula, sebagaimana dicatat dalam laporan Transparency International 2020, indeks persepsi korupsi telah memburuk dari waktu ke waktu, dengan polisi dan sistem peradilan sebagai dua unit yang dianggap menghadapi masalah korupsi.
Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa upaya di Indonesia telah membantu mengurangi aktivitas kriminal. Pertama, upaya desentralisasi yang mengalihkan kekuasaan politik dan administratif ke tingkat lokal. Pemerintah daerah memiliki peran yang meningkat dalam pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastruktur, dan layanan publik lainnya, yang dapat meningkatkan efektivitas program sosial dan meningkatkan kesejahteraan. Kedua, jumlah unit pemerintah daerah meningkat dari 1999 hingga 2021, dengan 126 kabupaten baru. Ketiga, pembentukan unit polisi baru dan reorganisasi kepolisian dapat menghasilkan institusi kepolisian yang lebih efektif. Keempat, peningkatan program sosial dan bantuan pemerintah dalam bentuk bantuan tunai, bantuan pangan, sistem kesehatan sosial, subsidi energi, antara lain yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun, tindak pidana di Indonesia juga mengalami perubahan selama dua dekade terakhir. Ada peningkatan kejahatan siber, peningkatan kekerasan etno-religius, bentuk-bentuk baru terorisme, kejahatan terorganisir, dan kejahatan terkait narkoba, yang merupakan tantangan besar bagi negara.
Sejumlah reformasi hukum pidana telah diusulkan dalam upaya memfasilitasi pengendalian kejahatan dan kekerasan. Kepolisian di Indonesia telah melakukan reformasi substansial dalam struktur, kerangka hukum, dan budaya, pertama dengan mengusulkan struktur independen antara polisi dan militer. Beberapa badan telah dibentuk atau direorganisasi sejak saat itu untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi (KPK didirikan pada tahun 2002), tindakan kontra-terorisme, intelijen, keamanan siber, pengendalian narkoba, dan lain-lain. Demikian pula, sejumlah amandemen konstitusi telah disahkan, bersama dengan revisi undang-undang dan peraturan untuk memperkuat fungsi kepolisian.
Para peneliti di Universitas Airlangga mengusulkan sebuah model untuk memeriksa apakah penurunan distribusi pendapatan telah mengakibatkan aktivitas kriminal yang lebih besar di negara ini. Berbagai jenis kegiatan kriminal diperiksa, dan sejumlah variabel sosial ekonomi yang dapat membantu menjelaskan kejahatan dari perspektif sosial ekonomi. Demikian pula, dalam penelitian ini akan dibahas apakah peningkatan bantuan sosial dan peningkatan jumlah penyelesaian kasus mempengaruhi kejadian kejahatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi pendapatan yang tidak merata dapat memperburuk aktivitas kriminal di Indonesia. Namun, hasilnya menunjukkan tren yang berkembang dalam kejahatan yang terkait dengan pembunuhan dan penipuan, tetapi tren tersebut tidak terdeteksi untuk kekerasan fisik dan perampokan. Artinya, upaya pemerintah lebih efektif dalam mengurangi perampokan di beberapa daerah, meskipun pembunuhan dan penipuan terus berkembang.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan per kapita, menurunkan pengangguran, meningkatkan arus investasi, dan meningkatkan pembangunan manusia (termasuk pendidikan dan kesehatan) dapat mengurangi kejahatan di Indonesia.
Namun, ketika jenis kejahatan tertentu dianalisis, hasilnya menunjukkan bahwa upaya kebijakan khusus diperlukan untuk memerangi setiap jenis kejahatan. Sebagai contoh, kenaikan tingkat pendapatan telah mendorong peningkatan tingkat pencurian dan penipuan. Demikian pula, pengangguran yang lebih tinggi dapat meningkatkan pemerkosaan, pelecehan, perampokan, dan penipuan, tetapi tidak mempengaruhi terhadap pembunuhan. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor non-ekonomi memainkan peran penting dalam pembunuhan dan kejahatan kekerasan.
Untuk ketimpangan pendapatan, terlihat bahwa pendapatan yang tidak setara dikaitkan dengan perampokan dan penipuan yang lebih tinggi, meskipun tidak ada hubungan yang jelas dengan pembunuhan, pemerkosaan, dan pelecehan. Investasi di bidang infrastruktur juga menawarkan hasil yang beragam. Antara lain, investasi dapat menurunkan pemerkosaan, tetapi dapat meningkatkan kejahatan perampokan dan penipuan.
Secara keseluruhan, peningkatan pembangunan manusia, termasuk lama sekolah dan tingkat kesehatan, dapat membantu menurunkan tingkat kejahatan. Demikian pula, meningkatkan investasi asing dan domestik membantu menurunkan kriminalitas. Dengan demikian, hasil studi menyarankan bahwa investasi manusia dan fisik sangat penting dalam mengurangi aktivitas kriminal di Indonesia. Kebijakan baru-baru ini dari pemerintah pusat yang menargetkan peningkatan tingkat modal manusia dan fisik dapat berdampak positif pada pengurangan aktivitas kriminal di Indonesia. Terakhir, studi menemukan bahwa peningkatan mekanisme penyelesaian tindak pidana dan peningkatan pengeluaran untuk bantuan sosial dapat mengurangi aktivitas kriminal di Indonesia. Memperbaiki institusi hukum dan sosial dapat menjadi sangat efektif dalam menurunkan kejahatan.
Oleh Miguel Angel Esquivias Padilla.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya
https://insight.kontan.co.id/news/kriminalitas-dan-ketimpangan-pendapatan-di-indonesia/
Sumber Data dari Artikle:
Sugiharti, Lilik, Miguel A. Esquivias, Mohd S. Shaari, Lussi Agustin, and Hilda Rohmawati. 2022. “Criminality and Income Inequality in Indonesia” Social Sciences 11, no. 3: 142. https://doi.org/10.3390/socsci11030142