Penatalaksanaan impaksi gigi kaninus rahang atas sangat penting untuk diketahui, mengingat gigi tersebut merupakan gigi kedua terbanyak yang memiliki kecenderungan untuk mengalami impaksi setelah gigi molar ketiga, dengan prevalensi pada kisaran 1,1 hingga 13% dari populasi. Jika kaninus impaksi tidak dapat dipertahankan karena lokasinya, odontektomi dapat dipertimbangkan.
Evaluasi yang akurat dan memadai terhadap posisi gigi kaninus rahang atas yang impaksi diperlukan untuk membantu pengambilan keputusan terkait dengan tingkat keparahan posisi gigi impaksi, tingkat kesulitan, dan prognosis perawatan. Tetapi indeks prognostik tidak pernah digunakan untuk membantu menentukan jenis perawatan bedah untuk gigi kaninus rahang atas. Selain itu, penerapan difficulty index tindakan oleh Pitt et al terlalu rumit, sehingga dimungkinkan untuk disederhanakan dengan membuat indeks baru sebagai modifikasi untuk memudahkan dalam memperoleh indeks ini. Selanjutnya, indeks yang dimodifikasi ini dinilai untuk menentukan validitas keputusan, apakah gigi impaksi memerlukan bedah eksposur atau odontektomi. Berdasarkan alasan di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji validitas dari modification difficulty index yang lebih baru, yang awalnya dibuat oleh Pitt et al, dan menentukan korelasi antara tingkat keparahan gigi kaninus rahang atas yang impaksi dengan operasi seperti odontektomi dan bedah eksposur, yang dievaluasi menggunakan modification difficulty index.
Analisis ortopantomografi dari posisi intraoseus kaninus rahang atas digunakan untuk mengkarakterisasi posisi spasial gigi kaninus permanen rahang atas kanan dan kiri dan menilai 4 variabel berikut: (1) angulasi, (2) kedalaman impaksi, (3) posisi mesiodistal dalam hubungannya dengan insisivus ipsilateral, dan (4) posisi mesiodistal dalam kaitannya dengan premolar ipsilateral. Sebanyak 55 gigi kaninus kemudian diperiksa menggunakan radiografi panoramik pra operasi, yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok, terdiri dari 23 kasus kelompok pasca odontektomi dan 32 kasus kelompok pasca bedah eksposur. Angulasi gigi impaksi ke garis tengah menunjukkan bahwa rerata angulasi pada kelompok odontektomi (71,12° ± 40,50 °) lebih tinggi daripada rerata angulasi pada kelompok bedah eksposur (36,94° ± 29,87°), dengan rerata angulasi pada kedua kelompok adalah 51.23° ± 38.34°. Rerata keparahan impaksi gigi kaninus rahang atas menggunakan difficulty index perawatan pada kelompok odontektomi (26,173 ± 2,565) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok bedah eksposur (22,703 ± 4,321). Rerata keparahan gigi kaninus rahang atas yang impaksi dengan menggunakan modification difficulty index pada kelompok odontektomi (14,739 ± 1,763) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok bedah eksposur (11,968 ± 2,890).
Semakin tinggi skor difficulty index dari lokasi gigi yang impaksi, semakin sulit untuk merapikan gigi tersebut. Jika prognosis baik namun tidak erupsi dalam waktu satu tahun, terapi ortodontik termasuk bedah eksposur dan alignment mungkin diperlukan. Jika prognosis pada kelompok ini beragam, perawatan definitif dengan ekstraksi kaninus dapat dilakukan, tergantung pada maloklusi total dan pertimbangan lain yang relevan seperti usia pasien, crowding, dan kondisi gigi. Jika satu atau lebih kriteria buruk atau jika ada penyakit, perawatan ortodontik diperlukan dan kaninus sulung tidak boleh diekstraksi.
Penulis: Olivia Jennifer Gunardi, Coen Pramono Danudiningrat, Andra Rizqiawan, Indra Mulyawan, Muhammad Subhan Amir, David Buntoro Kamadjaja, Ni Putu Mira Sumarta, Ganendra Anugraha, Reza Al Fessi, Liska Barus, Shigehiro Ono
Link: Decision-Making Criteria of Odontectomy or Surgical Exposure in Impacted Maxillary Canine Based on Treatment Difficulty Index Modification