Kusta merupakan penyakit granulomatosa kronis yang menyerang kulit dan saraf, disebabkan oleh bakteri intraseluler obligat Mycobacterium leprae. Kusta telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara berkembang selama berabad-abad. Anak-anak diyakini sebagai kelompok yang paling rentan terhadap infeksi Mycobacterium leprae mengingat kekebalan tubuh anak yang masih cukup rentan dan kemungkinan kontak dengan anggota keluarga lainnya.
Kusta pada anak di bawah 15 tahun merupakan indikator epidemiologi yang cukup penting. Hal ini menunjukkan adanya aktif penularan di masyarakat, yang mencerminkan belum efisiennya program pengendalian penyakit. Pada tahun 2015, proporsi anak di antara kasus baru secara global adalah 8,9%, atau 18.796 kasus. Telah dilaporkan bahwa hingga 11% pasien memiliki kecacatan tingkat 2 pada saat diagnosis, meningkat menjadi 27,3% selama masa tindak lanjut. Anak di bawah usia 15 tahun tidak menunjukkan reaksi kusta. Beberapa penelitian menunjukkan frekuensi reaksi kusta pada anak yang rendah, bervariasi antara 1,36% dan 8,33%. Dalam semua penelitian ini, reaksi tipe 1 adalah yang paling umum ditemukan.
Sebuah kasus kusta tipe mid-borderline dengan reaksi tipe 1 ringan pada anak-anak telah dilaporkan. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan serologis. Kasus ini dilaporkan dengan tujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk segera berkonsultasi sehingga mendapat pengobatan yang tepat dan menghindari terjadinya kecacatan.
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun, suku Jawa, datang dengan kedua orang tuanya ke poli Kulit RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan bercak bulat putih kemerahan pada wajah, badan, tangan, kaki dan bokong yang tidak dirasa gatal maupun nyeri, namun terasa baal. Bercak muncul sejak 6 bulan yang lalu, sempat berobat ke dokter dan diterapi sebagai jamur namun belum membaik. 2 bulan terakhir bercak tersebut dirasa semakin menyebar. Ibu pasien mengatakan bahwa nenek pasien juga memiliki beberapa bercak pada badan serupa dengan pasien namun 1 tahun yang lalu nenek sudah meninggal dan belum sempat diobati.
Pasien dengan berat badan 18 kg, tinggi badan 106 cm, tekanan datah, nadi, pernapasan dan suhu dalam batas normal. Pada pemeriksaan kulit di wajah, dada, punggung, tangan, kaki dan bokong tampak bercak putih kemerahan berbentuk bulat dengan batas tegas dan ukuran bervariasi, tidak didapatkan adanya penebalan dari saraf tepi, tidak ada kelemahan pada otot badan namun pasien beberapa bercak terasa tebal atau baal.
Hasil pemeriksaan bakteri tahan asam dari cuping telinga dan bercak menunjukkan hasil Indeks Bakterial 1+ dan Indeks Morfologi 2%. Pasien juga memeriksakan anti phenolic glycolipid (PGL)-1 dengan hasil Imunoglobulin (Ig) M 3716 u/ml yang menunjukkan hasil yang tinggi sekali dan IgG 284 u/ml, sehingga pasien didiagnosis kusta tipe mid-borderline. Kedua orang tua juga diperiksa pemeriksaan bakteri tahan asam namun hasil keduanya negatif. Â Â Â Â Â Â Â
Pasien mendapat terapi multidrugs therapy for leprosy (MDTL) tipe multibasiler untuk anak yang berisi Rifampisin 450 mg dan Klofazimin 200 mg dosis bulanan, ditambah dapson 50 mg setiap hari, dan klofazimin 50 mg setiap 2 hari sekali, diberikan sebanyak 12 dosis sesuai rekomendasi WHO. Selain itu pasien juga mendapat multivitamin seperti tiamin 2 kali sehari dan vitamin B kompleks 1 kali sehari.
Pada pengobatan bulan ke-9, pasien datang kembali dengan keluhan bercak menjadi meninggi dan menebal, dirasa nyeri saat disentuh. Bercak menebal pertama kali muncul 2 minggu sebelum pasien kontrol, pada saat itu pasien mengaku sedang flu dan tidak enak badan. Tidak ada keluhan demam maupun nyeri pada saraf. Tidak ada keluhan sakit gigi maupun keluar cairan pada telinga. Pasien diberikan tambahan terapi Ibuprofen 200 mg 2 kali sehari selama 1 bulan, MDTL dan multivitamin tetap dilanjutkan. Setelah 1 bulan pengobatan, keluhan bercak sudah tidak meninggi dan menebal, bercak sudah mulai menghitam dan tidak ada keluhan nyeri saat disentuh.
Diagnosis dan pengobatan sedini mungkin merupakan strategi dasar untuk mencegah penularan kusta. Diagnosis dini pada anak-anak sulit dilakukan karena beragamnya aspek klinis dari lesi kulit dan sulitnya mengevaluasi pemeriksaan saraf perifer. Manifestasi reaksi harus diwaspadai karena tetap dapat terjadi pada anak-anak. Penelitian masih terus dilakukan untuk mengembangkan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang diagnostik yang lebih baik dan untuk memajukan pengobatan kemoprofilaksis dan imunoprofilaksis. Pengetahuan masyarakat terkait kusta harus ditingkatkan begitu pula dengan keterampilan tenaga profesional kesehatan untuk terus mengikuti perkembangan terbaru dalam meddiagnosis dan mengobati kasus kusta.
Penulis: Dr. M. Yulianto Listiawan, dr.,Sp.KK(K)
Informasi lengkap dari tulisan ini dapat dilihat pada artikel kami di :
https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/25702
Mid-Borderline Leprosy with Mild Type 1 Reaction in Children: A Case Report Anindia Indraswari, M. Yulianto Listiawan