Universitas Airlangga Official Website

Laporan Kasus Sindrom Disequilibrium Dialisis

Ilustrasi ginjal (sumber:Halodoc.com)

Dialysis Disequilibrium Syndrome (DDS) dikaitkan dengan penurunan cepat konsentrasi urea dalam darah dibandingkan dengan otak selama dialisis. Saat ini, terdapat sekitar 400.000 pasien penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) yang menjalani hemodialisis (HD) di Amerika Serikat. Setiap pasien menerima dialisis setidaknya tiga kali seminggu (156 kali per tahun), dengan total lebih dari 62 juta sesi dialisis setiap tahun. DDS adalah sindrom langka yang dapat terjadi pada pasien dengan azotemia berat yang menjalani sesi HD awal. 

Meskipun hemodialisis telah menjadi prosedur rutin selama lebih dari 50 tahun, sindrom ini masih belum sepenuhnya dipahami. Deskripsi pertama DDS dilaporkan pada tahun 1962 oleh Rosen dkk. DDS dapat terjadi pada setiap pasien yang menerima hemodialisis kapan saja. Etiologi DDS masih diperdebatkan. Timbulnya keluhan ini biasanya terjadi menjelang akhir dialisis; dan lebih sering terjadi pada pasien anak-anak atau pasien lanjut usia, pasien dengan indeks massa tubuh lebih kecil (menunjukkan penurunan distribusi volume), azotemia berat, dan pada pasien dengan kondisi neurologis yang sudah ada sebelumnya.

Meskipun DDS yang parah lebih jarang terjadi, bentuk DDS yang ringan mungkin diabaikan oleh dokter. Oleh karena itu, penting untuk mewaspadai kondisi ini, terutama pada kelompok risiko tinggi, dengan tujuan melakukan pencegahan melalui deteksi dini, guna membatasi potensi dampak DDS yang lebih serius.

Penulis: Dr. Hanik Badriyah Hidayati, dr.,Sp.S, Dosen Fakultas Kedokteran Unair 

Artikel Ilmiah Populer ini diambil dari artikel dengan judul: Dialysis disequilibrium syndrome: A case report yang dimuat pada jurnal ilmiah Anaesthesia, Pain & Intensive Care vol 28 no 1 tahun 2024.

Link artikel asli dapat dilihat pada: https://www.apicareonline.com/index.php/APIC/article/view/2388Â