Universitas Airlangga Official Website

Laporan Kasus Sindroma Steven Johnson pada Anak

ilustrasi Sindroma Steven Johnson (sumber: compas)

Sindroma Steven Johnson (SJS) adalah reaksi hipersensitivitas tipe IV termediasi imun yang sebagian besar melibatkan kulit dan mukosa, ditandai dengan kondisi kulit yang melepuh secara akut dengan erosi pada mukosa. SJS dapat terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan, pada semua ras dan kelompok umur. Perkiraan kejadian SJS pada populasi umum adalah sekitar 1-2 kasus per juta orang setiap tahunnya. Angka kematian pada anak-anak sangat bervariasi namun lebih rendah dibandingkan pada orang dewasa: kematian akibat SJS dan nekrolisis epidermal toksik (NET) adalah sekitar 34% pada orang dewasa dan antara 3,6%–7% pada anak-anak. Penyakit ini memiliki banyak kemungkinan penyebab seperti obat-obatan, infeksi, keganasan, dan vaksin, dan terkadang bersifat idiopatik. Pada anak-anak, SJS sering kali disebabkan oleh infeksi seperti salah satunya adalah tipus, bukan karena obat-obatan atau penyakit ganas. Berikut ini kami laporkan kasus SJS pada anak yang berhubungan dengan penyakit tipus

Kasus Sindroma Steven Johnson pada Anak disebabkan oleh Demam Tifoid

Laki-laki berusia 7 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Universitas Airlangga dengan keluhan utama kulit melepuh, lemas, suhu aksila 38,5 C. Bibirnya mengalami ulserasi, eritematosa, bengkak, dan tertutup. dengan pseudo-membran dan krusta hemoragik. Terdapat makula hiperpigmentasi dengan lepuhan di bagian tengahnya (sel target), tersebar di hampir seluruh tubuhnya. Selain itu, ia memiliki makula eritematosa dengan vesikel dan ulserasi pada alat kelamin luar dan skrotum. Pasien mengalami demam pada awal minggu dan diberi resep parasetamol oral dan amoksisilin. Namun kondisinya tidak kunjung membaik dan pada hari ke 4 sakit, timbul makula dan vesikel merah di sekujur tubuhnya, disertai sakit tenggorokan dan sariawan. Akibatnya, ia dirawat di rumah sakit selama 3 hari, di mana ia didiagnosis menderita varisela disertai asupan makanan yang buruk. Pasien menerima pengobatan suportif dan suntikan asiklovir. Erupsi dimulai pada wajah dan mulutnya sebelum menyebar ke seluruh tubuhnya, dengan mukosa mulut dan bibir mengalami ulserasi, yang menyebabkan kesulitan dalam menelan. Karena kondisinya yang tidak kunjung membaik dan memburuk di rumah sakit tersebut, maka pasien dipindahkan ke RS Universitas Airlangga untuk mendapat penanganan lebih lanjut.

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan, dengan tes widal dan analisis urin lengkap untuk menilai kemungkinan infeksi. Hasil pemeriksaan darah lengkap dan urin normal, namun tes widal positif 1/320. Diagnosisnya adalah SJS dengan dugaan demam tifoid. Pasien mendapat perawatan suportif, ceftriaxone intravena dengan dosis 10 mg/kg berat badan per hari, dan suntikan deksametason dengan dosis 1 mg/kg berat badan per hari sejak hari masuk. Setelah tiga hari dirawat, kondisi pasien membaik. Tidak ada lesi baru yang diamati, dan demam menurun hingga batas normal. Pemberian deksametason dilanjutkan selama 5 hari dan selanjutnya dihentikan seiring dengan perbaikan kulit, dan tidak terdeteksi adanya lesi baru. Pengobatan ceftriaxone dilanjutkan selama 7 hari. Setelah menjalani pengobatan ini, pasien dipulangkan dalam kondisi baik, dengan perbaikan nyata pada kondisi kulitnya

Penulis : Azwin Mengindra Putera, dr, SpA(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://doi.org/10.1016/j.annder.2024.103261

Azwin Mengindra Putera, Anang Endaryanto (2024). Steven Johnson Syndrome in a child caused by typhoid fever. Annales de Dermatologie et de Vénéréologie 151 (2024) 103261

Baca Juga: 3D VRU untuk Menilai Keparahan Placenta Accreta Spectrum