Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang kompleks dan merupakan faktor risiko dari Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti, diabetes militus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung, osteoarthritis, dan bahkan dapat menyebabkan kematian dini. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan karena prevalensi obesitas di dunia cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 lebih dari 1,9 miliar orang dewasa berusia diatas 18 tahun di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 650 juta diantaranya mengalami obesitas. Indonesia juga termasuk salah satu negara yang selalu mengalami peningkatan terkait dengan prevalensi obesitas. Hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2018 menyatakan bahwa sebesar 21,8% penduduk Indonesia mengalami obesitas, kasus ini lebih tinggi dari tahun 2013 yaitu hanya 14,8% penduduk yang mengalami obesitas. Tingginya peningkatan prevalensi obesitas ini tentunya menjadi masalah serius yang akan mengancam kualitas sumberdaya manusia dan masalah kesehatan di dunia. Terlebih lagi eratnya hubungan obesitas dengan tingkat inflamasi yang memiliki risiko terhadap timbulnya sel kanker.
Tingginya tingkat inflamasi pada obesitas ditandai dengan tingginya kadar penanda inflamasi seperti Tumor Necrosis Factor alpha (TNF-α). Di sisi lain obesitas dapat disebabkan oleh faktor genetik ataupun gaya hidup yang kurang tepat. Gaya hidup (pola makan yang tidak sehat, dan aktivitas fisik yang rendah) menjadi faktor pemicu utama terjadinya obesitas. Oleh sebab itu modifikasi gaya hidup dengan latihan merupakan strategi yang tepat dalam upaya menurunkan tingkat inflamasi pada individu obesitas. Hal ini dikarenakan, saat tubuh melakukan latihan maka akan terjadi peningkatan rekrutmen otot rangka untuk melakukan kerja mekanik yang dipercaya memilki efek anti-inflamasi dan salah satu sitokin yang memiliki efek anti-inflamasi terebut adalah Interleukin 6 (IL-6). Interleukin 6 merupakan sitokin imunoregulasi multifungsi yang dapat berperan terhadap sistem kekebalan tubuh dengan cara mengaktivasi sel T sebagai imunoterapi terkait peradangan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh latihan kontinyu dan interval intensitas sedang terhadap kadar TNF-α dan IL-6 pada perempuan obesitas. Desain penelitian ini adalah the randomized pretest-posttest control group design. 24 perempuan obesitas menjadi subjek penelitian ini dan secara random dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu G1 (n=8, kelompok kontrol tanpa intervensi), G2 (n=8, kelompok latihan kontinyu) dan G3 (n=8, kelompok latihan interval). Latihan kontinyu dilakukan dengan cara berlari di atas treadmill dengan intensitas 60-70% HRmax selama 40 menit, terdiri dari 5 menit pemanasan (50-60% HRmax), 30 menit inti (60-70% HRmax) dan 5 menit pendinginan (50-60% HRmax), sedangkan latihan interval dilakukan dengan cara berlari di atas treadmill, intensitas 60-70% HRmax selama 45 menit, terdiri dari 5 menit pemanasan (50-60% HRmax) , 35 menit inti yaitu 5 menit kerja (60-70% HRmax) diselingi dengan active recovery di atas treadmill selama 2,5 menit (50-60% HRmax), dilakukan dalam 5 kali pengulangan dan kemudian 5 menit pendinginan (50-60% HRmax). Metode Enzym Link Immunosorbent Assay (ELISA) digunakan untuk mengukur kadar IL-6 dan TNF-α.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan kadar TNF-α pretest vs. posttest pada G2 (19.42±2.79 vs. 16.63±0.82) ng/mL (p-value=0.017) dan G3 (19.46±3.08 vs. 16.96±2.11) ng/mL (p-value=0.079), sedangkan pada G1 tidak menunjukkan adanya perubahan kadar TNF-α (19.35±2.73 vs. 19.36±2.23) pg/mL (p-value=0.989). Begitu juga pada parameter IL-6 menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-6 pretest vs. posttest pada G2 (7.68±3.41 vs. 13.97±2.38) pg/mL (p-value=0.001) dan G3 (7.78±1.99 vs. 13.66±3.55) pg/mL (p-value=0.001), sedangkan pada G1 tidak menunjukkan adanya perubahan kadar IL-6 (7.56±2.88 vs. 7.66±4.12) pg/mL (p-value=0.957). Berdasarkan hasil analisis uji beda antar kelompok, tidak ditemukan perbedaan bermakna kadar IL-6 dan TNF-α antara kelompok kontinyu dan kelompok interval, namun jika dilihat dari rerata kadar IL-6 dan TNF-α, pada kelompok latihan kontinyu terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kadar IL-6 dan mengurangi kadar TNF-α. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, kadar IL-6 pada kelompok kontinyu dan interval lebih tinggi dan kadar TNF-α lebih rendah setelah melakukan latihan.
Secara umum hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa satu sesi latihan kontinyu dan interval intensitas sedang yang dilakukan selama 30-35 menit secara signifikan mengurangi sitokin pro-inflamasi dan meningkatkan sitokin anti-inflamasi. Tetapi latihan kontinyu dengan intensitas sedang lebih efektif dalam mengurangi sitokin pro-inflamasi dan meningkatkan sitokin anti-inflamasi dibandingkan dengan latihan interval intensitas sedang pada perempuan obesitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu. Peningkatan kadar IL-6 dan penurunan TNF-α akibat dari latihan baik secara kontinyu maupun interval tentunya memiliki hubungan khusus, karena selain berfungsi untuk memicu proses glikogenolisis dan lipolisis sebagai cadangan energi, IL-6 disekresikan oleh otot selama latihan juga memiliki efek anti-inflamasi dengan cara merangsang peningkatan Interleukin 10 (IL-10) dalam sirkulasi, Interleukin 1 Receptor Antagonist (IL1RA), dan tingkat Tumor Necrosis Factor-Soluble Receptor (sTNFr) yang menyebabkan penurunan dalam faktor pro-inflamasi seperti TNF-a.
Penulis: Andre Andarianto, S.Or dan Dr. Purwo Sri Rejeki, dr., M.Kes
Informasi detail bisa didapatkan pada hasil riset kami di link: https://www.wageningenacademic.com/doi/abs/10.3920/CEP210038
Andarianto, A., Rejeki, P. S., Sakina, Pranoto, A., Seputra, T. W., Sugiharto, & Miftahussurur, M. (2022). Inflammatory markers in response to interval and continuous exercise in obese women. Comparative Exercise Physiology, 18, 1–8. https://doi.org/10.3920/CEP210038.