Universitas Airlangga Official Website

Latihan Mencegah Risiko Perkembangan Sindrom Metabolik pada Obesitas Melalui Mediator Betatrophin

Foto by Hypeabis

Obesitas merupakan penyakit metabolik yang menjadi penyebab utama kematian ketiga dan telah menjadi epidemi global. Saat ini obesitas telah dianggap sebagai pandemi. Hal ini disebabkan tingkat prevalensi obesitas mengalami peningkatan terus menerus baik di negara maju maupun di negara berkembang. Data WHO memperkirakan 1,9 milyar orang usia di atas 18 tahun mengalami kelebihan berat badan, 650 juta orang di antaranya mengalami obesitas yang terdiri dari 11% laki-laki dan 15% perempuan. Apabila setiap tahun prevalensi obesitas terus mengalami kenaikan diperkirakan tahun 2025 prevalensi obesitas menjadi 18% laki-laki dan 21% perempuan, sedangkan di Indonesia Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas usia di atas 18 tahun mengalami kenaikan, yaitu sebesar 21.8%, jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 (14.8%) dan tahun 2007 (10.5%). Untuk itulah, obesitas menjadi masalah yang harus diperhatikan.

Di sisi lain, obesitas meningkatkan risiko perkembangan sindrom metabolik. Hal ini karena obesitas dikaitkan dengan dislipidemia, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, beberapa tipe kanker, non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), penyakit kardiovaskuler. Kondisi obesitas juga terjadi gangguan sekresi insulin oleh pancreatic β-cells yang disebabkan karena peningkatan kadar betatrophin. Peningkatan betatrophin dapat menimbulkan efek pada ginjal dan organ kewanitaan. Kadar betatrophin yang berlebihan juga dapat menghambat kinerja enzim lipoprotein lipase (LPL) sehingga penyimpanan lemak  meningkat. Beberapa temuan terbaru menunjukkan bahwa latihan intensitas sedang dapat menurunkan kadar betatrophin pada penderita obesitas. Namun, studi lain menemukan hasil yang berbeda. Oleh karena itu, dampak mendasar dari latihan intensitas sedang terhadap penurunan kadar betatrophin masih kontroversial.

Studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh latihan intensitas sedang terhadap penurunan kadar betatrophin pada perempuan obesitas. Penelitian ini adalah true experiment, dengan rancangan penelitian the randomized pretest-posttest control group design. Total subjek dalam penelitian ini berjumlah 30 perempuan, 20 – 24 tahun, dan index massa tubuh (IMT) 27.5 – 35 kg/m2. Seluruh subjek diperiksa baik secara fisik maupun secara psikologis. Subjek secara random dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu CON(n = 10, kontrol tanpa intervensi), MIE(n = 10, moderate-intensity interval exercise) dan MCE (n = 10, moderate-intensity continuous exercise). Intervensi MIIE dilakukan dengan cara berlari di atas treadmill dengan intensitas 60-70% HRmax selama selama 45 menit dengan rincian 5 menit pemanasan (50-60% HRmax), 35 menit inti (5 menit kerja (60-70% HRmax) diselingi recovery aktif di atas treadmill selama 2.5 menit (50-60% HRmax) dilakukan 5 kali pengulangan) dan 5 menit pendinginan (50-60% HRmax). Intervensi MICE dilakukan dengan cara berlari di atas treadmill dengan intensitas 60-70% HRmax selama 40 menit dengan rincian 5 menit pemanasan (50-60% HRmax), 30 menit inti yang dilakukan secara continuous (60-70% HRmax) dan 5 menit pendinginan (50-60% HRmax).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar betatrophin pre-exercise pada CON (200.40±11.03 pg/mL), MIE (203.07±42.48 pg/mL) MCE (196.62±21.29 pg/mL) dan (p=0.978). Rerata kadar betatrophin post-exercise pada CON (226.65±18.96 pg/mL), MIE (109.31±11.23 pg/mL), MCE (52.38±8.18 pg/mL) dan (p=0.000).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar betatrophin menurun 10 min post-MIE dan post-MCE. Penurunan kadar betatrophin kemungkinan disebabkan karena faktor intervensi (MIE dan MICE). Kondisi ini disebabkan karena pada saat intervensi terjadi peningkatan kebutuhan energi yang diperoleh dari glukosa darah, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah menurun. Studi terdahulu melaporkan bahwa latihan aerobik dengan intensitas sedang menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan kontrol glikemik. Studi lain dengan menggunakan subjek obesitas yang diberikan intervensi latihan akut intensitas sedang menyimpulkan bahwa latihan akut intensitas sedang secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah dapat menyebabkan sekresi betatropin menurun. Selain itu studi terbaru juga mengungkapkan bahwa kontrol glikemik selain dapat menghindari hipoglikemia dan hiperglikemia juga dapat menurunkan ekspresi betatropin yang berlebihan. Pemberian intervensi latihan akut dengan intensitas sedang membutuhkan glukosa (glucose uptake) lebih tinggi untuk diubah menjadi energi (ATP) baik dari karbohidrat, lemak, maupun protein. Peningkatan glucose uptake untuk diubah menjadi energi membuat kadar glukosa dalam darah berkurang dan sekresi betatropin mengalami penurunan, sehingga latihan akut dengan intensitas sedang dapat merespon turunnya kadar betatropin dalam tubuh lebih cepat.

Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa moderate-intensity interval exercise dan moderate-intensity continuous exercise yang dilakukan selama 30-35 menit menurunkan kadar betatrophin. Namun, moderate-intensity continuous exercise lebih efektif dalam menurunkan kadar betatrophin dibandingkan dengan moderate-intensity interval exercise. Oleh karena itu, moderate-intensity continuous exercise dapat menjadi modalitas utama dalam menurunkan kadar betatrophin dan betatrophin dapat berfungsi sebagai target terapi yang menjanjikan untuk obesitas pada orang dewasa.

Penulis: Adi Pranoto, Mkes dan Dr. Purwo Sri Rejeki, dr., M.Kes

Informasi detail bisa didapatkan pada hasil riset kami di link :

https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2021-0393/html.

Cite

Rejeki, P., Baskara, P., Herawati, L., Pranoto, A., Setiawan, H., Lesmana, R. & Halim, S. (2022). Moderate-intensity exercise decreases the circulating level of betatrophin and its correlation among markers of obesity in women. Journal of Basic and Clinical Physiology and Pharmacologyhttps://doi.org/10.1515/jbcpp-2021-0393.