Universitas Airlangga Official Website

Lawan Stigma Terhadap Korban Kekerasan Seksual Lewat Webinar Satgas PPKS UNAIR

Prof Diah Ariani Arimbi SS MA PhD selaku Ketua Panitia Seleksi Satgas PPKS UNAIR dalam Webinar Series #TemanBicara Volume 2 oleh Satgas PPKS UNAIR pada Kamis (8/12/2022).

UNAIR NEWS – Melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual adalah hal yang terus dilakukan oleh Universitas Airlangga (UNAIR). Hal itu terlihat pada Webinar Series #TemanBicara Volume 2 yang diadakan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UNAIR pada Kamis (8/12/2022).

Webinar yang dilaksanakan dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan 2022 tersebut berjudul Satu Suara untuk UU TPKS: Melawan Stigma Terhadap Korban Kekerasan Seksual. Dalam webinar tersebut hadir Prof Dr Bambang Sektiari Lukiswanto DEA drh selaku Wakil Rektor Bidang Akademik, Mahasiswa, dan Alumni UNAIR untuk membuka kegiatan. 

Prof Dr Bambang Sektiari Lukiswanto DEA drh selaku Wakil Rektor Bidang Akademik, Mahasiswa, dan Alumni UNAIR dalam Webinar Series #TemanBicara Volume 2 oleh Satgas PPKS UNAIR pada Kamis (8/12/2022).
Diskriminasi Gender

Mengawali kegiatan, Prof Diah Ariani Arimbi SS MA PhD selaku Ketua Panitia Seleksi Satgas PPKS UNAIR yang menjadi pembicara pada webinar kali ini menjabarkan tentang diskriminasi gender yang ada di Indonesia.

“Beberapa contoh dari diskriminasi gender yaitu perkataan berupa ejekan yang menyinggung pribadi, ketidakpedulian, stereotip, kekeliruan yang disengaja, penolakan akses, dan pengkooptasian dari pekerjaan,” terangnya.

Kekerasan Terhadap Perempuan

Prof Diah menilai bahwa diskriminasi gender ini menjadi salah satu alasan adanya kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan sendiri terdapat beberapa bentuk seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan ekonomi, dan kekerasan emosional.

Kekerasan terhadap perempuan ini dapat terjadi dalam keadaan apapun misalnya karena relasi kuasa, relasi kerja, relasi kemasyarakatan, dan situasi konflik. Selain itu, dapat dilakukan dimana saja, oleh siapa saja, dan untuk siapa saja. 

“Akibat pandemi Covid-19, muncul juga bentuk kekerasan seksual yang baru yaitu kekerasan berbasis gender online atau KBGO. Contohnya misalnya cyberstalking, doxxing, trolling, cyberbullying, hate speech, public shaming, dan intimidasi,” jelas Prof Diah.

Penundaan Laporan Kekerasan Seksual

Akan tetapi, masih banyak kekerasan seksual yang tidak dilaporkan. “Biasanya karena korban merasa tidak ada seseorang pun akan mempercayai dirinya. Juga hukum yang masih belum berpihak pada korban,” terang Prof Diah.

Selain itu, Prof Diah menjelaskan bahwa korban akan cenderung disalahkan atas kekerasan seksual yang terjadi. Korban juga khawatir bahwa kehidupan pribadinya akan tersebar kepada publik hingga mendapat pembalasan dari pelaku karena laporan yang dibuatnya. “Terkadang, in incest cases, bisa juga hingga breaking up the family,” jelasnya. (*)

Penulis : Tristania Faisa Adam

Editor : Binti Q Masruroh