Universitas Airlangga Official Website

Literasi Digital dan Mekanisme Survival Pelaku UMKM dalam Praktik Sharing Economy

Foto by Merdeka com

Untuk memastikan agar UMKM tidak kolaps, di luar bantuan dana, salah satu peluang yang diharapkan mampu mendukung mekanisme survival UMKM adalah melalui proses digitalisasi UMKM. Para pelaku UMKM yang semula hanya memasarkan produk lewat jalur konvensional, kini dicoba dikaitkan dengan platform digital. Di atas kertas, ketika pelaku UMKM terhubung dengan jejaring pasar melalui berbagai platform digital, peluang mereka memasarkan produk yang dihasilkan semakin terbuka. Para pelaku UMKM melalui pemasaran online bisa menawarkan produk yang dihasilkan ke konsumen di seluruh dunia. Batas administrasi wilayah atau bahkan negara tidak lagi menjadi hambatan. Hasil studi yang dilakukan Bank Indonesia (2020) melaporkan inovasi digital telah mengubah interaksi sosial ke arah demokratisasi ekonomi, meningkatkan efisiensi karena tambahan kemampuan agen ekonomi dalam mengakses dan memanfaatkan informasi, serta memungkinkan lahirnya model bisnis, industri dan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Interkonektivitas agen ekonomi memotong rantai distribusi barang dan jasa, mendorong sebaran informasi secara lebih merata, dan secara keseluruhan mengefisienkan aktivitas ekonomi.

Para pelaku UMKM yang melek teknologi informasi, peluang mereka membuka pasar baru niscaya lebih baik. Peluang pelaku UMKM untuk bersaing dan merebut pasar digital menjadi lebih terbuka karena mereka dapat menawarkan produk yang dihasilkan melalui platform digital. Namun persoalannya kemudian adalah seberapa banyak pelaku UMKM di tanah air yang sudah melek teknologi informasi? Seberapa banyak pelaku UMKM yang telah memiliki rekening perbankan yang dibutuhkan dalam perdagangan atau pemasaran produk secara online?

Di Indonesia, jujur harus diakui salah satu kendala yang dihadapi para pelaku UMKM adalah belum meratanya kemampuan literasi digital. Alih-alih  semua pelaku UMKM mampu memanfaatkan platform digital, dalam kenyataan kita tidak menutup mata terhadap adaanya persoalan digital device (kesenjangan digital). Sebagian besar pelaku UMKM masih gagapmemanfaatkan teknologi informasi untuk memasarkan produknya. Jangankan memanfaatkan platform digital yang tersedia untuk memasarkan produknya, bahkan gadget yang layak pun tidak banyak pelaku UMKM yang memiliki. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah, sulit diharapkan pelaku UMKM mampu memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung perkembangan usahanya. Sebagai jargon, program digitalisasi UMKM memang terdengar menjanjikan. Tetapi, kenyataan tidak selalu sama dengan retorika.

Dalam kehidupan sehari-hari, UMKM seringkali disebut sebagai sektor usaha yang paling kenyal terhadap berbagai tekanan. Tetapi, menghadapi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, para pelaku UMKM tampaknya tak selalu mampu bertahan. Di berbagai daerah, tidak sedikit pelaku UMKM yang terancam kolaps. Bila sebelumnya banyak pelaku UMKM mampu bertahan menghadapi tekanan krisis ekonomi seberat apa pun, kini situasinya berbeda. Akibat pandemic Covid-19 yang tak kunjung usai, sekitar 50 persen atau 32,1 juta pelaku UMKM kini terancam gulung tikar. Sekitar 88 persen usaha mikro dilaporkan tidak lagi memiliki tabungan. Sekitar 60 persen usaha mikro terpaksa harus mengurangi pekerjanya. Nasib pelaku UMKM saat ini benar-benar di ujung tanduk.

Untuk mencegah agar UMKM tidak kolaps, di luar bantuan dana, salah satu peluang yang diharapkan mampu mendukung mekanisme survival UMKM adalah melalui proses digitalisasi UMKM. Para pelaku UMKM yang semula hanya memasarkan produk lewat jalur konvensional, kini dicoba dikaitkan dengan platform digital dan didorong keterlibatannya dalam praktik sharing economy. Studi ini menemukan, meski sebagian besar pelaku UMKM mengaku diuntungkan dari keterlibatan mereka di praktik sharing economy, tetapi dalam kenyataan harus diakui keuntungan penghasilan yang diperoleh pelaku UMKM sebetulnya sebagian diambil oleh pemilik aplikasi –tanpa ada jaminan apakah proporsi keuntungan yang diperoleh benar-benar sepadan dengan resiko yang mereka tanggung.

Transformasi digital diakui memang telah memberikan kesempatan dan peluang pelaku usaha baik pemain lama ataupun baru untuk melakukan pembaharuan. Dari segi promosi produk, pelaku UMKM sudah tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk beriklan di media koran ataupun majalah. Kini promosi online pun jauh lebih terjangkau dan mudah dengan berbagai pilihan seperti Instagram, Facebook, hingga Google Bisnis. Namun demikian, studi ini menemukan bahwa kesiapan para pelaku UMKM untuk melakukan transformasi digital tidaklah sama. Masih ada sejumlah pelaku UMKM yang bukan saja bermodal gawai jadul, tetapi juga belum memiliki literasi digital yang memadai. Untuk itu, sosialisasi dan pelatihan bagi pelakju UMKM agar melek dan memiliki kemampuan literasi digital mutlak dikembangkan.

Diambil dari artikel:

Bagong Suyanto, Rahma Sugihartati, Nadia Egalita, Siti Masudah, Doddy Sumbodo Singgih dan Sudarso. “Digital Literasi and Survival Mechanism of Micro-Small Enterprises in Practicing Sharing Economy”. Cogant Social Sciences, Volume 9, Issue 2 (2023), Q2.