Perilaku oral sex di Indonesia dan mungkin beberapa negara di belahan dunia ini masih sering dianggap perilaku yang tabu. Namun seiring perkembangan zaman, teknologi yang semakin terbuka, oral sex bukan lagi menjadi hal yang baru. Sebenarnya Oral sex bukan sebuah fenomena yang baru, roman purba kala, buku-buku sejarah budaya tertentu, hingga relief di beberapa bangunan sejarah menunjukkan adanya aktifitas ini yang mengindikasikan perilaku oral sex sudah ada sejak dulu.
Oral sex didefinisikan sebagai aktifitas seksual yang melibatkan stimulasi genital dengan menggunakan mulut, baik lidah dan gifi. Perilaku ini dikenal dalam beberapa jenis kontak oral-vagina (cunnilingus), oral-penis (fellatio), and oral-anal (anilingus). Oral sex juga bukan hanya sekadar ungkapan cinta “eros” namun juga bagian dari perilaku pelecehan seksual yang tidak boleh diabaikan pada saat kasus kekerasan/pelecehan seksual.
Dari sudut pandang sosial, oral sex mulai dominan karena pengaruh “budaya pop” yang menonjol lewat lagu, film, dan juga karya sastra. Beberapa lirik lagu mulai dengan berani menyebutkan oral sex seperti “34+35 “ oleh Ariana Grande atau “Summer 69” oleh Bryan Adams. Film-film holywood juga dari tahun sangat berani menampilkan adegan oral sex yang sangat eksplit dan dipertotonkan di layer lebar seperti “Love” oleh Gaspar Noe, “DogTooth” oleh Yorgos Lanthimos dan masih banyak lagi. Satu hal yang tersirat dalam film-film ini adalah, oral sex menjadi bagian budaya “hooking culture” atau sering dikenal “Friends With Benefit”. Sex tanpa komitmen antar dua pemerannya.
Hal ini juga menyebabkan kejadian Oral sex banyak ditemukan dari kalangan muda, terinspirasi budaya “hooking culture” membuat mereka ingin menikmati hubungan seksual tanpa komitmen tapi ingin merasakan sensasinya. Motivasi-motivasi ini yang sangat banyak ditemukan di kalangan muda ketika melakukan oral sex. Tapi lain halnya dengan orang dewasa muda, pasangan-pasangan yang melakukan oral sex justru dianggap sebagai bagian dari variasi aktifitas seksual. Beberapa penelitian melaporkan prevalensi oral sex yang meningkat merupakan bagian dari hubungan suami isteri yang sehat. Selain itu oral sex juga menjadi salah satu bagian dari pelayanan yang dilakukan pekerja seks komersil seperti yang dilaporkan di India, Indonesia, dan Thailand.
Oral sex harus patut digarisbawahi, oral sex memiliki resiko menularkan penyakit-penyakit infeksius, mengingat genital dan anal adalah daerah yang tidak bebas dari mikroorganisme. Banyak kasus-kasus yang dilaporkan berhubungan dengan aktifitas oral sex baik yang memberikan oral sex dan menerima oral sex sepertii Fournier Disease hingga Chorioamniotis. Namun menariknya, oral sex dilaporkan memiliki keuntungan. Oral sex dilaporkan mengurangi resiko abortus berulang bahkan pre-eclampsia. Namun, penelitian sejenis masih sangat minimal sehingga keuntungan ini masih belum ter-highlite. Baik pro dan kontra oral sex, baik itu dari sudut pandang agama, perilaku oral sex dikembalikan kepada masing-masing pribadi, karena sejatinya urusan ranjang adalah konsumsi pribadi.
Penulis: Cennikon Pakpahan, dr
Sumber Lengkap
Pakpahan C, Darmadi D, Agustinus A and Rezano A. Framing and understanding the whole aspect of oral sex from social and health perspectives: a narrative review [version 3; peer review: 2 approved, 1 not approved]. F1000Research 2022, 11:177 (https://doi.org/10.12688/f1000research.108675.3)