Universitas Airlangga Official Website

Memperkenalkan Energi Baru untuk Mencapai Pembangunan Berkelanjutan

IL by Kompas com

Perdebatan tentang konsekuensi perubahan iklim global semakin penting dalam beberapa tahun terakhir. Setiap hari, suhu lingkungan global meningkat. Oleh karena itu, para peneliti yang berfokus pada kelestarian lingkungan mencoba untuk menunjukkan dengan tepat mekanisme peningkatan kualitas lingkungan. Di negara-negara berkembang, kerusakan lingkungan memiliki dampak yang cukup besar pada ketidakstabilan iklim, terutama karena industrialisasi dan urbanisasi yang pesat. Negara-negara berkembang masih mengandalkan penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang pesat, urbanisasi yang meningkat, perkembangan industri, dan pertumbuhan konsumsi yang masif.

Dr. Miguel Angel Esquivias, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, bersama tim peneliti dari Bangladesh mempelajari dampak lingkungan dari penggunaan bahan bakar fosil, energi terbarukan, dan energi nuklir terhadap emisi CO2 di kawasan South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC) yaitu India, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Bhutan, Srilanka, Maladewa dan Afganistan. Tim peneliti menggunakan data sejarah selama lebih dari 40 tahun untuk menemukan bukti dampak bahan bakar fosil terhadap lingkungan. Tim peneliti menilai dampak penggunaan energi di negara SAARC saat ini yang diantisipasi dengan membandingkan dampak nuklir, fosil, dan energi alternatif terhadap lingkungan. Penelitian ini juga menguji hipotesis kurva lingkungan Kuznets (EKC) yang menggambarkan bagaimana negara-negara dalam proses pembangunan pada awalnya mengalami kerusakan lingkungan tetapi pada akhirnya mengurangi emisi karena lebih banyak sumber daya dialokasikan untuk mengurangi intensitas energi dalam konsumsi dan produksi.

Tim peneliti Asia menemukan bahwa negara-negara SAARC tidak mengalami proses yang didefinisikan dalam hipotesis EKC, tetapi sebaliknya, negara-negara SAARC menunjukkan peningkatan pencemaran lingkungan dari waktu ke waktu. Saat negara-negara SAARC tumbuh lebih kaya dan makmur, emisi yang dihasilkan meningkat. Hipotesis EKC memprediksi sebaliknya, artinya, ketika negara menjadi lebih kaya, mereka memiliki lebih banyak  menggunakan sumber daya teknologi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Hasil temuan juga menjelaskan bahwa pencemaran lingkungan di SAARC disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, sedangkan penggunaan energi terbarukan dan energi nuklir mampu mengurangi polusi dalam jangka waktu panjang. Para tim peneliti Asia menunjukkan bahwa energi terbarukan sangat penting untuk meminimalkan kerusakan lingkungan di kawasan SAARC, dan menyarankan agar lebih banyak upaya dilakukan oleh pembuat kebijakan untuk memperkenalkan energi bersih, meningkatkan efisiensi energi, dan beralih ke pola konsumsi yang lebih bersih. Hasil teman empiris juga menunjukkan bahwa negara-negara SAARC perlu mendesain ulang model ekonomi karena peningkatan kekayaan nasional akan membahayakan kualitas lingkungan di wilayah SAARC. Penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa negara anggota SAARC harus melakukan perubahan dalam mencapai pertumbuhan berkelanjutan dan penggunaan energi bersih yang efisien mengingat populasi SAARC cukup besar dan prospek ekonomi yang lebih besar di masa depan.

Penulis: Miguel Angel Esquivias Padilla

Artikle: Voumik, L.C.; Hossain, M.I.; Rahman, M.H.; Sultana, R.; Dey, R.; Esquivias, M.A. Impact of Renewable and Non-Renewable Energy on EKC in SAARC Countries: Augmented Mean Group Approach. Energies. 2023, 16, 2789. https://doi.org/10.3390/en16062789