Universitas Airlangga Official Website

Memprediksi Tingkat Patogen berbagai Varian Virus SARS-CoV-2

Ilustrasi SARS-CoV-2 (oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten)

Pandemi coronavirus diseases 2019 (COVID-19) telah menimbulkan beban yang signifikan pada kesehatan dan perekonomian global. Sejak kemunculannya, virus penyebab sindrom pernapasan akut parah, SARS-CoV-2, telah menyebar ke sekitar 230 negara dan mengakibatkan lebih dari 773 juta kasus terkonfirmasi dan lebih dari 6,9 juta kematian pada Desember 2023. SARS-CoV-2 adalah virus yang sangat menular dan terutama menyebar melalui droplet pernapasan. Selain tingkat penularannya yang tinggi, virus ini juga menunjukkan kemampuan untuk berevolusi dengan cepat, mengakibatkan munculnya varian baru yang menjadi perhatian/ Variants of Concern (VOC) dengan perubahan genetik atau mutasi yang berbeda dan tersebar di berbagai bagian dari genom virus. 

Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organisation, WHO, mengklasifikasikan VOC berdasarkan potensi dampaknya terhadap kesehatan masyarakat global. Jika dibandingkan dibandingkan dengan strain tipe wild-type, dampak evolusi varian ini umumnya dikaitkan dengan peningkatan penularan, semakin virulen atau gejala penyakit yang lebih parah, atau penurunan efektivitas diagnostik, vaksin, dan terapi. 

Mutasi penting pertama adalah pergantian mutasi D614G, yang pertama kali diidentifikasi pada Januari 2020 dan kini hadir di semua VOC virus SARS-CoV-2. Jenis mutasi awal ini telah diketahui menghasilkan secara signifikan varian dengan protein S yang lebih fungsional dan meningkatkan infektivitas virus dibandingkan tipe wild-type. Selain itu, lima VOC telah diakui WHO, termasuk Alpha, Beta, Gamma, Delta, dan Omicron (Pango: B.1.1.7, B.1.351, P1, B.1.617.2, dan B.1.1.529).

Untuk lebih memahami tingkat kerusakan sel yang terinfeksi terkait variasi spesifik VOC SARS-CoV-2 maka penting untuk menyelidiki lebih jauh mekanisme seluler dan molekuler dari infeksi virus dan menyebar. SARS-CoV-2 masuk ke dalam sel inang melalui interaksi antara spike protein dan reseptor ACE2 yang terdapat di berbagai jenis sel manusia. Sel Calu-3 sebagai model sel epitel paru-paru manusia, merupakan sel yang mengekspresikan ACE2 dan TMPRSS2, sangat permisif terhadap infeksi SARS-CoV-2 dan dapat berfungsi sebagai metode untuk mempelajari berbagai aspek SARS-CoV-2, termasuk infektivitas virus, patogenesis, evolusi, dan pengembanagan obat.

Oleh karena itu, penelitian kami bertujuan untuk menganalisis parameter patogenisitas penting dalam sel epitel paru-paru manusia, termasuk laju infeksi, pola replikasi, pembentukan fusi sel atau syncytia, efek sitopatik, dan respon imun berupa sitokin inflamasi meliputi enam varian SARS-CoV-2 yang berbeda. Kami menginfeksi sel Calu-3 dengan varian SARS-CoV-2 wild-type, D614G, Alpha, Beta, Delta, dan Omicron yang telah kami isolasi dan perbanyak di sel Vero dan Vero-E6/TMPRSS2 dan kami identifikasi keseluruhan gen virus menggunakan Next Generation Sequencing (NGS). 

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa varian D614G, Alpha, Beta, dan Delta menunjukkan virus dapat masuk ke sel lebih efisien dibandingkan virus wild-type dengan replikasi dan puncak produksi virus terjadi dalam waktu 48 jam pasca infeksi. varian Delta menginduksi pembentukan syncytia paling signifikan, diikuti oleh varian Alpha. Sebaliknya, varian Omicron menunjukkan tingkat penularan yang lebih rendah, pola replikasi yang lebih lambat, dan lebih sedikit membentuk formasi syncytia dibandingkan dengan varian lainnya. Selain itu, varian Delta juga menginduksi sel yang terinfeksi memproduksi sitokin inflamasi spesifik dan faktor pertumbuhan yang jauh lebih tinggi, hal ini menunjukkan potensi patogenisitas yang tinggi pada sel epitel paru, dibandingkan dengan varian Omicron yang menunjukkan induksi yang lebih lemah. 

Kami juga mengidentifikasi varian Delta sebagai penginduksi biomarker peradangan/inflamasi terkuat, meliputi sitokin pro inflamasi/kemokin (IP-10/CXCL10, TNF-α, dan IL-6), sitokin anti inflamasi (IL-1RA), dan faktor pertumbuhan (FGF-2 dan VEGF-A), sedangkan mediator inflamasi ini tidak meningkat secara signifikan dengan infeksi Omicron. Temuan ini konsisten dengan pengamatan bahwa secara umum terdapat respons inflamasi dan angiogenesis yang lebih jelas aktivitas di dalam paru-paru pasien COVID-19 serta gejala yang lebih parah dan tingkat kematian yang lebih tinggi selama gelombang Delta, dibandingkan dengan gejala yang tidak terlalu parah dan lebih rendah kematian yang diamati selama gelombang Omicron saat ini di Thailand.

Secara keseluruhan, data kami menunjukkan studi komparatif uji in-vitro kinetika infeksi varian SARS-CoV-2, pembentukan syncytia, dan biomarker inflamasi dapat berfungsi sebagai indikator prediktif yang berguna untuk mengevaluasi patogenisitas varian virus dalam rangka kewaspadaan dan kesiapsiagaan wabah di masa depan.

Penulis : Priyo Budi Purwono (Departemen Mikrobiologi – FK UNAIR)

Judul : Infection kinetics, syncytia formation, and inflammatory biomarkers as predictive indicators for the pathogenicity of SARS-CoV-2 Variants of Concern in Calu-3 cells

Link artikel : https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0301330 

BACA JUGA: Metode Deteksi Infeksi Covid-19 Menggunakan Saliva