Universitas Airlangga Official Website

Menelisik Fenomena dan Perlindungan Hukum Anak Jalanan

Perkenalan Arist Merdeka Sirait pada webinar Developing a Brighter Future For Every Children Through Inclusivity (Foto: Nokya Suripto Putri)
Perkenalan Arist Merdeka Sirait pada webinar Developing a Brighter Future For Every Children Through Inclusivity (Foto: Nokya Suripto Putri)

UNAIR NEWS – Anak jalanan menjadi salah satu permasalahan di Indonesia yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Tentu terdapat berbagai faktor penyebab,mulai ekonomi, sosial, hingga politik. 

Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) telah melakukan webinar dengan tajuk “Developing a Brighter Future For Every Children Through Inclusivity” pada Sabtu (15/4/2023). Tepatnya, untuk melihat fenomena anak jalanan di Indonesia melalui sudut pandang hukum beserta penanganannya. 

Pembicara pada webinar itu adalah Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia dan Amira Paripurna S H LL M P HD selaku Dosen FH UNAIR. 

Fenomena Anak Jalanan Indonesia

Anak jalanan memiliki tiga profil. Pertama, anak jalanan merupakan anak yang memang hidup dari jalanan dan tinggal di jalanan. 

Kedua, anak jalanan adalah anak yang bekerja di jalanan dan tinggal di jalanan yang masih hidup dengan keluarganya dari kota ke kota maupun dari terminal ke terminal. Dan, ketiga, anak jalanan adalah anak yang melakukan survive secara mandiri di jalanan dan masih memiliki orang tau dan bisa pulang kapanpun. 

Dari tahun ke tahun, tiga profil anak jalanan tersebut terus meningkat hingga menyentuh angka 2,1 juta yang bekerja dan tinggal di jalanan. Dari usia 5 tahun dengan memiliki berbagai masalah. 

“Pada fakta yang saya temui profil anak jalanan pertama dan kedua sering sekali mengalami kekerasan antar-sesama dan dari aparatur negara. Khususnya pada pamong praja atau satpol PP yang sering menggunakan kriminalisasi pada anak jalanan,” jelas Arist Merdeka Sirait. 

Selain itu, anak-anak jalanan sering terancam untuk dieksploitasi secara ekonomi, sosial, dan politik. Kasus itu masih banyak terjadi di Surabaya, Semarang, Jogja, Makassar, hingga ke kabupaten/kota. 

“Masing-masing daerah, kabupaten/kota, maupun provinsi belum serius dalam melindungi hak anak- anak jalanan. Dan, tentu pemerintah masih menggunakan pendekatan instan dan itu harus berganti.” 

 Amira Paripurna S H LL M P HD sebelah kanan sedang berbincang dengan moderator (Foto: Nokya Suripto Putri)
Amira Paripurna S H LL M P HD sebelah kanan sedang berbincang dengan moderator (Foto: Nokya Suripto Putri)
Perlindungan Hukum pada Anak Jalanan

Secara normatif, ada sejumlah pasal yang seharusnya memberikan kerangka yang kuat untuk memberikan hukum pada anak jalanan. Dengan isi untuk memberikan pendidikan, pemeliharaan, perawatan, dan pengasuhan untuk memenuhi kebutuhan anak demi kepentingan terbaik pada anak.

Meski secara normatif sudah ada aturan mengenai hak anak dan siapa yang berkewajiban untuk melindungi hak tersebut. Pada realitanya, pemerintah masih menggunakan langkah represif seperti kriminalisasi dan penegakan hukum dengan cara menciduk anak-anak jalanan. 

“Padahal, yang harus sebenarnya bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik bagi anak-anak. Maka dari itu, hukum tidak selalu seperti idealnya ketika berlaku,” imbuh Amira Paripurna. 

Pada dasarnya, anak jalanan sama dengan anak-anak biasanya. Karena itu, hukum yang berlaku pada anak jalanan juga sama dengan anak-anak pada umumnya. 

Dalam UU SPPA Pasal 1 angka 66 UU No 11 Tahun 2012, apabila anak-anak terjerat kasus sebagai pelaku maupun korban . Anak tersebut akan mendapatkan Restorative Justice dan juga diversi. 

“Di mana pelaku anak-anak tidak akan ditahan secara langsung dan juga mendapatkan pendampingan selama proses pidana,” tutupnya. 

Penulis: Nokya Suripto Putri 

Editor: Feri Fenoria